Desember ~ 15
Aku terkejut saat mendengar pintu kamar mandi ditutup begitu kuat oleh mas Langit. Refleks aku segera turun dari ranjang dan berlari ke arah lemari pakaian. Aku harus mengganti baju, karena bagian depan kaosku sudah basah karena ulahnya.
Aku tidak bermaksud untuk menggodanya. Setiap malam aku memang terbiasa untuk tidur tidak memakai bra. Karena bagian dadaku itu sangat berisi, jadi agak sesak kalau tidur jika memakainya. Lagian mas Langit kenapa matanya jeli banget lihat ke arah dada aku? Padahal aku sudah memakai kaos besar dan menutupinya dengan rambut panjangku.
Setelah memakai bra dan mengganti kaos, aku mengambil selimut dari atas ranjang. Dan merentangkannya di bawah lantai. Tidur di sini lebih aman dibanding di atas ranjang.
Walaupun tadi aku sempat mendesah saat dicumbu olehnya. Tapi aku masih takut kalau mas Langit meminta untuk berhubungan badan. Aku belum siap. Aku takut merasakan sakit seperti malam itu. Rasanya seperti disayat-sayat sebuah pisau silet. Perih. Dan itu membuatku sama sekali tidak nyaman.
Mataku melirik ke arah pintu kamar mandi. Kira-kira mas Langit ngapain ya di dalam? Kenapa belum keluar juga?
Setelah menunggu hampir satu setengah jam, akhirnya aku mendengar suara pintu kamar mandi terbuka. Dan aku langsung memejamkan mata untuk berpura-pura tidur.
Aku rasa mas Langit baru selesai mandi. Aku dapat mencium aroma wangi sabun mandinya.
"Terus aja pura-pura tidur! Jangan lupa pura-pura mati sekalian!"
Aku semakin memejamkan mataku saat mendengar sindirannya tadi. Kok dia bisa tahu sih, kalau aku belum tidur? Aku jadi semakin takut sama mas Langit. Jangan-jangan dia bisa baca pikiran orang.
"Percuma punya istri, kalau tetap main 51 di kamar mandi! Nggak ada bedanya sama masa lajang," Gerutunya lagi.
Aku tidak mengerti dia ngomong apa. Terserah mas Langit aja. Yang jelas aku mau tidur dulu, karena mataku sudah mengantuk sekali.
Namun di tengah malam aku terbangun saat mendengar suara erangan dari mas Langit. Aku berdiri dan melihat tubuhnya yang berkeringat. Kusentuh dahinya yang terasa panas di telapak tanganku.
Ya Tuhan... mas Langit demam! Baju yang dia pakai pun sudah basah karena terkena cairan keringatnya.
Aku mengambil baju ganti miliknya dari lemari pakaian.
Kulihat mas Langit sudah membuka mata. Dia tampak lemas sekali.
"Mas ganti baju dulu. Baju yang Mas pakai udah basah, saya bantuin ya," Kataku sambil membuka bajunya.
"Jangan sentuh saya!" Ucapnya sambil menyentakkan tanganku dari bajunya.
Kenapa dia marah? Aku kan berniat membantu dia.
"Saya demam gini juga gara-gara kamu sialan! Coba tadi malam kamu nggak menolak untuk melakukannya, saya nggak akan mandi malam berjam-jam di kamar mandi!"
"Iya maafkan saya Mas...." Ucapku pelan.
"Udah sana tidur! Nggak usah peduliin saya!" Bentaknya.
"Tapi...."
"Kamu nggak ngerti bahasa Indonesia?! Hah!!"
Astaga! Mas Langit benar-benar marah. Aku meletakkan pakaian gantinya di dekat bantalnya. Lalu aku duduk di bawah lantai untuk menjaga jarak dengannya.
Dengan susah payah dia bangun untuk mengganti bajunya sendiri. Setelah berhasil memakainya, dia berbaring lagi. Aku sungguh tidak tega melihatnya sakit. Apalagi dia demam gara-gara aku menolak berhubungan badan dengannya.
Aku berjalan keluar dari kamar dan berinisiatif untuk membuat teh manis hangat untuknya. Semoga mas Langit tidak menolak untuk meminumnya. Setelah itu aku masuk lagi ke dalam kamar sambil membawa gelasnya. "Mas, ini minum dulu tehnya."
Dia membuka mata dan menatapku. "Nggak usah sok baik sama saya," Ucapnya pelan. Sepertinya mas Langit udah nggak punya kekuatan untuk membentak karena lagi sakit.
"Saya hanya merasa bersalah, jadi biarkan saya merawat mas Langit." Lalu aku duduk dipinggir kasur dan memberikan minuman teh itu kepadanya.
Dengan raut wajah malas, dia pun bangun dan meminum teh manisnya. Hanya setengah gelas yang sanggup dia habiskan. "Kepala mas Langit pening tidak?" Tanyaku.
"Heem..." Gumamnya.
"Saya pijitin ya?" Tawarku padanya.
Mas Langit menatapku beberapa saat, aku sedikit gugup jika dipandang olehnya. Lalu dia pun membaringkan kepalanya di atas pangkuanku.
Dia memejamkan matanya saat tanganku mulai memijit keningnya. Hawa panas ditubuhnya dapat aku rasakan jika bersentuhan seperti ini. Benar-benar panas sekali.
Aku berhenti memijit saat melihat dia sudah tertidur. Secara perlahan-lahan kupindahkan kepalanya dari pangkuanku ke atas bantal.
Namun baru beberapa detik, dia sudah terbangun dan menatapku. "Kamu mau kemana?" Tanyanya dengan suara parau. Matanya pun terlihat sayu sekali.
"Saya mau tidur di bawah," Jawabku.
"Jangan. Tidur di sini saja sama saya. Kamu bilang mau merawat saya kan? Jadi kamu harus tidur disamping saya."
Aku terbengong mendengar permintaannya itu.
"Cepat Des, saya ngantuk. Tidur disini, di samping saya," Rengeknya padaku.
Mungkin ini efek demam, maka nya mas Langit jadi terlihat manja sekali.
Aku mengikuti permintaannya dan tidur di sampingnya. "Dekat sini Des, jangan jauh. Saya nggak bisa peluk kamu jadinya."
"Tapi mas...."
Belum selesai bicara, dia sudah menarik dan memeluk tubuhku. Sehingga posisi tidur kami berdua sangat dekat. Kedua mata kami saling beradu pandang. Nafas hangatnya menerpa wajahku.
Aku tidak tahan menatap matanya terlalu lama, jadi aku pun menunduk.
"Des," Panggilnya pelan.
"Iya mas Langit," Jawabku menunduk tidak berani menatapnya.
"Saya kalau lagi sakit memang sedikit manja. Saya harap kamu maklum dan tidak merasa kegeeran."
Aku menganggukkan kepala. "Iya, saya akan memakluminya."
"Bagus kalau begitu," Jawabnya sambil menghusap punggungku. Lalu tangannya mulai turun ke bawah bokongku. Aku sedikit terpekik saat dia meremasnya dengan pelan.
Aku mendongak ke arahnya. "Mas," Ucapku bingung.
"Saya cuma memastikan, kamu memakai celana dalam atau tidak."
Aku langsung tertunduk malu. Bisa-bisanya dia berfikir aku tidak memakai celana dalam hanya karena aku tidak memakai bra saat tertidur.
"Malam ini, saya akan tidur sambil memelukmu. Supaya kamu bisa merasakan panas ditubuh saya karena ulahmu sendiri. Saya harap kamu tidak keberatan Des."
Aku mengangguk saja memberi jawaban.
"Saya butuh jawaban suara bukan anggukan kepala," Serunya.
"I-iya," Balasku gugup.
Lalu dia memeluk tubuhku erat. Saat mataku baru mulai terpejam. Tiba-tiba mas Langit berbisik ditelingaku. "Depan empuk, belakang berisi. Pantes si Jo tergila-gila sama kamu. Tapi baru saya doang kan yang lihat aset milik kamu, Des?" Tanyanya.
Hah? Mas Langit ngomong apa?
"Jawab Des," Tuntutnya.
"Iya," Jawabku sambil mengangguk. Walaupun aku tidak mengerti apa maksud aset yang dia bicarakan tadi.
17- Desember-2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top