Bagian XVII : Semi-final

Keenam gadis itu saat ini berbaris dengan seragam olahraga di lapangan basket yang tampak sepi. Mengingat, hari ini masih ada pembelajaran setelah waktu istirahat berakhir. Namun, mereka mengajukan izin untuk melakukan latihan sederhana sebelum tiga jam, kemudian mereka akan langsung berangkat ke Land Center karena mereka yang main di bagian awal semi-final. Itupun karena perintah dari Pelatih Joo yang saat ini sudah ada di hadapan mereka.

Zoe tampak tak minat—masih kesal dengan sikap-sikap Pelatih Joo selama ini.

"Baiklah, saya ingin mengatakan beberapa hal sebelum kalian melakukan latihan sederhana. Dalam hal ini, kalian perlu meningkatkan dribble dan shooting kalian. Terutama kamu!" Sambil menunjuk ke arah Gaye. Sedikit terkejut, Gaye langsung mengangguk.

"Saya akan memaksimalkannya Pelatih Joo!" Gaye memekik setelah mengatakannya, membuat Pelatih Joo tersenyum tipis.

"Lawan kalian kali ini sebenarnya tidak begitu hebat. Jika diamati, bahkan sangat kacau! Mereka tidak memandang bulu dan melakukan kecurangan tak terlihat sehingga bisa mengalahkan Akademi Aschra yang lebih unggul dari mereka. Kurasa, kalian tahu ini! Akan tetapi, jangan mengikuti cara curang mereka yang ingin menang! Tetaplah sportif dan bermainlah secara tim!" kata Pelatih Joo menumpu dada—mengamati satu persatu pemain klub basket putri.

Gaye, Zoe, Ishana, Avanti, Elakhsi dan Deppna mengangguk paham dan berseru secara bersamaan. Walau mereka tidak suka dengan Pelatih Joo, tetapi aura ketika Pelatih Joo memberikan arahan memang membuat mereka kagum. Pantas saja, klub basket putra selalu memegang kendali juara. Selain karena kemampuan mereka, nyatanya sang Pelatih memang bisa diandalkan.

"Untuk quarter pertama, kita akan mengubah formasi. Zoe, Ishana, Avanti, Deppna dan Gaye yang akan bermain. Sementara waktu, Elakshi menyiapkan diri jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Apa kalian paham?" tanyanya pada keenma gadis yang semula terkejut. Ishana pun lebih terkejut, karena Pelatih Joo tidak mengatakan hal apapun jika ia akan bermain awal. Menurutnya, sedikit menguji adrenalin.

"Pelatih, apa tidak masalah jika aku akan bermain?" tanya Ishana yang sebenarnya sedikit tidak setuju.

Namun, Pelatih Joo tanpa pikir panjang menganggukkan kepala. "Formasi ini lebih baik!" balasnya dengan singkat lalu menepuk-nepuk kedua telapak tangan. "Ayo, segera latihan dan pemanasan sederhana. Dua jam lagi, kita persiapan ke Land Center! Go go go!"

Pelatih berseru dengan suara lantang. Walau mereka masih agak kebingungan dengan formasi yang diinginkan Pelatih Joo serta perubahan kepribadiannya, membuat mereka agak ragu. Namun, mereka mencoba untuk mengikuti masukan tersebut—demi kemenangan tim, jelas mereka tidak bisa berbuat sesuka hati.

Alhasil, mereka berenam mulai membentuk dua baris menghadap ke arah ring. Satu persatu harus melakukan dribble, lalu mengoper pada baris sebelah yang kemudian melakukan shooting. Pelatih Joo mengamati enam gadis yang terlihat begitu bersemangat. Ia cukup menikmatinya, lantas dari tribun lapangan tertutup ini, tampak dua pria yang mengenakan setelan jas—mengamati begitu lekat latihan yang terjadi.

"Mereka kemungkinan akan lolos di babak semi-final. Bagaimana menurut anda Pak Kepala Sekolah?'' tanya Sekretaris Dante dengan fokus yang ada pada lapangan basket. Ia menantikan jawaban dari Kepala Sekolah yang menyetujui begitu saja di masa lalu untuk menghentikan klub basket putri, tetapi sang empu yang ditanya tidak menjawab—sepertinya, ia tidak tahu jawaban yang sesuai dengan pertanyaan dari sekretarisnya. 

Itulah kenapa Kepala sekolah memilih untuk tetap diam dan menantikan hasil akhir. Ia tidak ingin dibuat begitu berharap pada klub yang baru dibentuk.

***

Sorakan di Land Center begitu menggema. Kejuaraan yang sangat dinantikan oleh banyak orang dan semakin sengit karena mereka menyaksikan tim favorit, walau ada yang berakhir kesal karena tim favorit yang dikalahkan sehingga harus meninggalkan lapangan. Namun, itulah konsep dari sebuah kejuaraan. Jika menang akan bertahan lama di lapangan basket dan jika kalah, dengan perasaan campur aduk harus meninggalkan lapangan.

Setelah melewati waktu ke waktu dengan klub basket putri yang terdapat sekitar 64, kini menyisakan empat sekolah yang akan berjuang lagi untuk berada di babak final. Ada Institute Le Rusel, Akademi Lanakila, Sky High School dan Universe High School. Tampak penonton yang datang untuk menyaksikan begitu penasaran, siapakah klub basket yang akan lolos ke babak final? Dan beberapa sedikit bingung karena melihat eksistensi Universe High School yang selalu absen di pertandingan, tetapi tiba-tiba ikut terlibat dan menjadi salah satu kemungkinan yang akan menang.

"Aku melihat aura kemenangan di Universe High School! Mereka memiliki Kapten yang memukau!"

"Aku juga berpikiran yang sama. Katanya, dia adalah anak tunggal mendiang atlet basket legendaris, Eric Hartigan!"

"Astaga, pantas saja! Tetapi kenapa dia tidak berada di Akademi Lanakila?"

Semua orang tiba-tiba mempertanyakan alasan Zoe memilih berada di Universe High School saat peluang untuk bakatnya bisa berkembang pesat di Akademi Lanakila. Hanya saja, Zoe tidak ingin mengambil pusing dan tidak memedulikanya. Fokusnya hanya satu, ia harus melindungi teman-temannya yang akan dicurangi oleh Institute Le Rusel dan mencetak banyak skor untuk menang.

Lihat saja! Baru Zoe bercerita, klub basket lawan sudah ada di sisi bagian lapangan. Sama-sama tengah menantikan instruksi selanjutnya dari wasit. Sementara waktu, Zoe dengan teman-temannya melakukan pemanasan agar terhindar dari cedera. Hingga bunyi peluit yang ditiupkan oleh wasit terdengar.

Zoe dan teman-temannya terlebih dahulu melingkar—Pelatih Joo juga tampak di sana. "Ingat, tetaplah bermain sportif dan jangan mudah terpancing. Saya bisa merasakan jika mereka akan melakukan berbagai hal agar kalian'lah yang membuat pelanggaran!" kata Pelatih Joo yang mencoba memberikan beberapa hal yang perlu dilakukan. Mereka mengangguk, karena perkataan Pelatih Joo yang memang benar.

"Siap Pelatih!" ucap mereka serempak yang beriringan dengan menumpu satu persatu tangan ke tengah—bak gunung yang tinggi, tetapi mereka belum berujar dan memilih menoleh pada Pelatih Joo. Cukup mengerti yang keenam gadis maksud, membuat Pelatih Joo ikut menumpu tangan.

"Universe High School pasti bisa!"

Alhasil, sesuai arahan, Zoe, Gaye, Avanti, Ishana dan Deppna memasuki lapangan. Sementara Elakshi berada di bangku bagian sisi lapangan untuk menyaksikan teman-teman bertanding. Tiba-tiba, ia merasa sedikit gugup, tetapi ia mencoba menyakinkan diri bahwa mereka'lah yang akan keluar sebagai pemenang.

Tampak Ishana dan center pihak lawan dengan nomor punggu 55 kini berhadapan dan telah menyiapkan kuda-kuda terbaik mereka untuk melompat. Melihat persiapan center, wasit yang berada di di antara mereka pun lantas melambungkan bola ke atas—sangat tinggi yang beriringan suara peluit yang terdengar. Pertandingan pun dimulai dan bola berada di tangan Ishana.

"Kak Ishana, pass!" pekik Avanti yang sudah terlebih dahulu berada di bagian lawan. Ishana yang menyadari jika dirinya tak bisa membawa bola cukup lama karena center tadi langsung menahan pergerakannya.

Sial! Ishana lantas mengoper ke arah Avanti yang sudah menyiapkan diri untuk menangkap. Bola itupun berhasil ada di tangan. Dengan gerakan cepat, Avanti men-dribble bola ke arah ring. Ia melakukannya setelah memperkirakan bisa mencapai ring kala teman-temannya—bahkan Zoe sekalipun tengah ditahan.

Avanti, kamu harus percaya jika bolamu ini akan masuk. Alhasil, Avanti lebih percaya diri untuk melakukannya. Hatinya tak gentar walau ternyata, satu orang yang memiliki badan yang cukup tinggi, kini berlari disisinya, mencoba untuk menghentikan aksinya yang bersiap untuk melakukan shooting, namun gadis bernomor punggung 30 itu dengan gerakan kilat menangkis bola, sedikit menarik tangan Avanti—membuat bola dan Avanti seketika kehilangan kesimbangan dan terjatuh.

Bunyi peluit terdengar. Bukan karena adanya pelanggaran, tetapi bola mati dan keluar dari end line. Avanti yang terjatuh dibuat terpaku, terlebih saat penyebab dirinya terjatuh kini mendekat dengan senyum tipis. "Aku Lily, Kapten basket Institute Le Rusel. Aku tidak akan membiarkan kalian mencetak skor! Bagaimanapun caranya akan kuhentikan. Tenang, ini baru permulaan!" Lalu Lily berlalu, menyiapkan diri karena bola berpindah ke arah mereka.

Ishana dan Zoe lekas mendekat untuk membantu Avanti. Ya, mereka menyadari akan cerita dari banyak orang yang sudah bertanding dengan Institute Le Rusel mengenai mereka bisa mengelabui wasit, tetapi bagaimana bisa?

Hola, update lagi nih sesuai jadwal!

Hayoloh, jadi gimana ya kelanjutannya?

Tetap stay ya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top