✧ HC ; Nanase Riku.
"Eh?! Nanase Riku, pak! "
Refleks (Name) meneriakkan kata, tepatnya nama. Nama yang ia ucapkan ketika membaca selembaran yang tergenggam ditangannya beberapa saat yang lalu.
"...tunggu? Mengapa aku berteriak? Dan tadi itu... Suara siapa? Jangan-jangan–"
(Name) memasang kuda-kuda, melirik awas kesana kemari, menatap tajam ruangan utama museum yang berinterior eropa yang khas. Akan ia lindungi museum ini walau taruhannya adalah gaji!
Ia tak berani berkata satu lagi, (Name) masih ingin hidup. Banyak hal yang ingin ia lakukan.
Gadis itu masih menatap awas, kini kepalanya menoleh kekiri dan kekanan. Bersiap jika sesuatu akan merangsek maju menyerangnya, untungnya ia punya sedikit ilmu beladiri. Pencuri kelas ikan teri bisa ia bekuk atau pukuli dahulu sebelum menyerahkannya ke kantor polisi.
"Kakak memanggilku? "
(Name) memekik nyaring, menoleh panik kesana kemari mencari asal suara yang baru saja seperti memanggilnya. Namun nihil, wujud dari sesuatu yang baru saja memanggilnya tak tertangkap mata.
Apa mungkin... Hantu?
Bulu kuduk (Name) berdiri serentak, suara hatinya menampik pikiran yang baru saja melewati angannya.
Tapi kalau benar bagaimana?
"Aku disini! "
(Name) tersentak, suaranya dari atas?
Kepala (Name) mendongak dan kini maniknya mendelik lebar. Raut wajahnya antara tak percaya dan terkejut. Tepat diatas leher fosil T-rex yang berdiri gagah diruangan utama duduklah seorang pemuda berambut merah yang sedang melambai ceria kearahnya.
Pemuda itu lalu melompat turun dan anehnya tak meluncur bebas dengan cepat, ia turun dengan gerakan perlahan. Kaki kanan pemuda itu memijak mantap kelantai museum. Wujud pemuda itu semakin terlihat jelas, rambut merah dengan manik senada. Topi putih dengan aksen garis merah juga sedikit bagian atasnya berwarna hitam menutupi sebagian rambut merahnya.
Baju yang dikenakannya juga terlihat mewah dan penuh dengan bentuk yang mungkin akan sangat panjang jika dijabarkan atau dijelaskan tapi yang jelas, siapa pemuda ini?
"Halo? "
(Name) memicingkan mata, menatap tajam pemuda yang sekarang sedikit mundur dari posisi berdirinya. Ia tak akan memberi ampun jika pemuda ini adalah seseorang yang akan mengacau atau bahkan mencuri di museum ini, walau memang wajahnya terlihat imut dan tampan diwaktu bersamaan.
"Jawab dengan jujur, siapa kau? "
Pemuda itu terlihat kebingungan, kedua tangannya saling bertautan didepan dada lalu tak lama kemudian cengiran polos ia pasang.
"Mungkin ini terdengar tak masuk akal, tapi aku adalah salah satu penghuni yang kakak panggil dari dalam batu bintang yang kakak bawa itu. "
(Name) mengangkat sebelah alisnya, menatap ekspresi pemuda berambut merah yang seperti tidak sedang berbohong. Ia lalu mengangkat batu bintang itu sejajar dengan wajahnya, mengapitnya diantara jari telunjuk dan ibu jari. Batu bintang dengan tujuh sisi itu masih berpedar indah dengan dikelilingi sinar tujuh warna.
"Jadi... Kau sesuatu yang kupanggil dari sini? "
Pemuda itu mengangguk semangat, mata merahnya berbinar. Tersenyum lebar dengan aura ceria.
"Benar! Aku Nanase Riku, salah satu penghuni yang kakak panggil. Salam kenal dan nama kakak? "
(Name) memasukkan batu bintang itu kedalam saku seragamnya, ia mengulurkan tangan kearah pemuda berambut merah bernama Riku itu. Sedikit memberi senyuman, tak sopan juga jika ia terus memasang wajah tak bersahabat.
"(Fullname). Aku penjaga malam disini, salam kenal. "
Riku melangkah maju, menggenggam tangan (Name) dengan kedua tangan laku mengayunkannya keatas bawah dengan bersemangat. Manik yang senada rambut merahnya memantulkan kebahagiaan yang nyata.
"Senang bisa melihat Kak (Name)! Aku sangat kesepian disini! "
(Name) tersentak. Batinnya bertanya dalam bisu, bagaimana bisa pemuda didepannya mengatakan jika ia kesepian namun dengan nada dan wajah penuh keceriaan?
Terlihat begitu polos dan murni, batin (Name)
"Jadi Riku... Kau ada disini setiap hari? "
Anggukan semangat dilakukan oleh Riku sebagai jawaban, pemuda itu merentangkan kedua tangan lalu tersenyum lebar. Menguarkan aura kecerian yang membuat orang yang melihatnya saja ikut merasakan kebahagiaan.
"Aku ada disini. Selalu ada! Senang akhirnya Kak (Name) bisa kuajak berbicara seperti ini! "
(Name) terpesona sepersekian detik, senyuman tipis terbit dibibirnya. Pemuda dihadapannya ini memang tipe penuh keceriaan, tak peduli walau sedang dirudung masalah ia akan tetap tersenyum lebar.
"Begitu. Kau bisa berkeliling keruangan lain? "
"Tidak... Aku hanya bisa tetap disini, walaupun aku sangat ingin tapi hal itu tak akan bisa kulakukan... "
(Name) merasa tak enak karena pertanyaan yang baru saja terucap olehnya seperti membuat Riku merasa sedih, terlihat dari tatapan mulai meredup dengan kepala menunduk. Senyum masih terlihat namun (Name) bisa merasakan jika senyuman itu adalah senyuman getir.
"Ngomong-ngomong ruangan ini indah sekali... "
Celutukan (Name) seketika membuat Riku yang menunduk mengadahkan kepala dan menatap penuh binar kearah (Name).
"Benarkah?! "
"Benar. Ruangan ini sangat indah, semua orang yang memasuki museum pasti berdecak kagum dengan keindahan ruangan ini. "
Riku melebarkan senyum kembali, badannya bergoyang kekiri dan kekanan. Mengekspresikan kebahagiaannya saat ini.
"Sebagai hadiah karena Kak (Name) telah memuji ruangan ini akan kuajak Kak (Name) berkeliling! "
Kikikan geli terdengar pelan dari (Name), Riku terlalu lucu dan menggemaskan. Anggukan pelan diberikan sebagai tanda persetujuan, melihat anggukan dari (Name) seketika itu juga Riku memasangkan sebelah tangannya untuk menekuk disamping badan dan sebelah tangan menunjuk sesuatu.
"Jadi! Ini namanya Megalodon! "
Hening seketika menutupi ruangan, Riku dengan wajah berseri berteriak semangat dengan tangan menunjuk fosil T-rex.
"P-pfft–"
"Ka-kak (Name)?! "
(Name) menutupi mulutnya dengan kedua telapak tangan, tak kuasa menahan rasa geli yang menyerang tiba-tiba dibagian perutnya. Wajahnya ia palingkan, menghindari tatapan Riku yang kini mengembungkan sebelah pipinya.
"Ma-maaf... "
"Ayolah!!! Jangan tertawa!!! "
(Name) bergumam lirih meminta maaf, berusaha mengendalikan tawanya. Ia Sedikit kesusahan karena tawanya tak kunjung berhenti, hingga sebuah miniatur T-rex terlulur padanya.
"Kuberikan ini saja, sepertinya aku tak memiliki bakat untuk membuka tur. "
(Name) menerima miniatur itu lalu memandanginya singkat, setelahnya segera menyimpan miniatur itu kesakunya. Takut hilang, tak lupa ia mengucap terima kasih pada Riku yang mengucutkan bibir kesal.
Tak sengaja (Name) melihat kearah jendela, sinar mentari mulai menyising dari ufuk timur sedikit demi sedikit. Secepat itukah malam ini berlalu?
Sinar mentari perlahan namun pasti mulai menubruk (Name) dari jendela besar yang berada disampingnya, Riku telah menghilangkan wajah kesal dan gembungan sebelah pipi.
Kini ia tersenyum lebar nan hangat, berlari kearah (Name) sekuat tenaga dan memberi pelukan hangat.
"Terima kasih, kau mendengar panggilanku! Terima kasih, Kak (Name)! "
Hangatnya pelukan itu bak cahaya mentari pagi, (Name) membatin dengan perasaan meletup-letup.
Ia bahagia, entah karena tugas malamnya telah usai atau karena pelukan dari pemuda manis dan bersemangat bernama Riku.
Saat (Name) ingin membalas pelukan hangat yang tak pernah ia rasakan dalam hidupnya, pelukan yang membungkusnya lenyap.
(Name) termenung dengan kedua tangan terangkat ingin merengkuh. Ekspresinya menggambarkan kebingungan namun tatapan matanya kosong.
"Aku... Ingin membalas pelukan siapa? "
Satu tetes air mata meluncur dari maniknya, dengan tangan yang kini bergetar pelan ia rogoh sakunya. Batu bintang yang berwarna putih dan sebuah miniatur T-rex berada ditelapak tangan (Name) yang terbuka.
(Name) mengedarkan pandangan kesekeliling, ruang utama museum sudah diterangi oleh sinar mentari pagi yang terasa hangat. Semuanya tertata rapi seperti biasanya, barang-barang yang dipajang tetap ditempatnya begitu juga dengan T-rex yang berdiri gagah ditempatnya.
Semuanya masih sama, tak ada yang hilang atau menghilang.
Lalu mengapa sekarang ia menangis bak anak kecil yang kehilangan sesuatu yang paling berharga?
Apa yang hilang?
___
[Hello calling ; Nanase. Riku]
'Fin'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top