XXXXVI - Demi Orang Lain
Enjoy reading ayank~ Typo is art, art is typo! 😎
.
Sejujurnya, Liu merasa tidak nyaman saat ini. Maksudnya, orang asing bernama Haku ini terlihat mencurigakan dan membuat Liu tidak nyaman.
Bukannya Liu pilih-pilih dalam berteman, memangnya dia pernah punya teman? Tentu saja tidak.
Tapi insting bertahan hidupnya mengatakan akan lebih baik untuk menjauhi manusia bernama Haku ini.
"Jadi, namamu Liu, ya?" lelaki berwajah cantik memulai pembicaraannya lebih dulu.
Malas mengakui, tapi Liu sadar saja jika Haku ini tergolong cantik untuk ukuran laki-laki, sangat cantik malah, mungkin?
"I—iya." Dia menjawab sedikit gugup, rasanya seperti sedang ditangkap basah karena melakukan gibah diam-diam.
"Sudah lama mengenal Karel?"
Oh apakah ini basa basi pertama? Tenang saja, Liu cukup pandai basa basi!
"Hm... lumayan, kurasa?"
"Kau menyukainya?"
"Iy—TIDAK!"
Basa basi macam apa ini?! Liu melotot refleks ke arah Haku yang memberikan pertanyaan random itu. Tidak sopan menanyakan urusan hati orang lain, tahu!
Haku tertawa kecil. Dia berhenti tepat di depan sebuah pintu, "Lucu sekali. Kau denial? Aku ingat dulu memiliki kenalan yang denial dan galak seperti itu." Haku sedikit bergeser seolah mempersilakan seorang tamu untuk masuk ke dalam ruangan, mendorong pintunya dan terdapat ruangan kosong di sana.
Maksudnya kosong tidak ada orang. Yang ada hanya ranjang, kursi, meja dan benda-benda mati lainnya
"Aku tidak denial." Liu menggerutu pelan.
Mana ada dia denial, Karel sudah seperti adiknya sendiri, humh pasti begitu.
"Dia akan bersungut-sungut seperti itu jika disebut denial." Haku terkekeh kecil, mempersilakan Liu untuk masuk terlebih dahulu ke dalam ruangan yang disiapkan khusus untuknya itu. Sudah seperti tamu istimewa saja. Lelaki cantik itu kemudian melanjutkan, "Dan aku rasa kau mengenalnya."
"Benarkah? Tapi aku tidak kenal banyak orang," balas Liu seraya masuk dengan hati-hati, menoleh kiri dan kanan. Siapa tahu ada jebakan atau kejutan di sampingnya, iya kan? Lebih baik berjaga-jaga terlebih dahulu.
"Namanya Romeo."
"Rom—Tunggu! HAKU—KAU?!" Liu segera berbalik dengan cepat, namun yang terakhir dia lihat hanyalah senyuman lebar milik Haku sebelum menutup pintunya dengan rapat.
"HEI BRENGSEK BUKA PINTUNYA!" Liu memukul-mukul pintu tersebut namun benda itu bahkan tidak bergoyang sama sekali. Sial, Liu ingin punya tenaga badak di saat seperti ini!
Liu menyadari sesuatu, dia akhirnya ingat dengan nama familiar ini. Bukankah Haku adalah orang yang terlibat dalam masa lalu Romeo? Ini berhasil menjawab semua pertanyaan Liu. Bahwa semua terjadi pada semua pelayan selalu berkaitan dengan organisasi tersebut.
Dan Karel... Bagaimana mungkin dia adalah bagian dari mereka?
Tidak, bukan itu. Firasat Liu mengatakan bahwa kemungkinan Karel pun tidak tahu ini akan terjadi pada Liu.
Bukannya merasa percaya diri atau bagaimana, tapi Liu yakin bahwa Karel tidak mungkin berniat mencelakainya.
"Ugh... bagaimana aku bisa keluar dari sini?" Liu menggerutu.
Liu menoleh ke kiri dan ke kanan, bahkan dia tidak menemukan jendela di kamar ini. Tidak mungkin Liu merobohkan tembok seperti pahlawan-pahlawan di televisi itu kan?
Lelaki manis dari China itu menghela napas, "Ya Tuhan, aku ingin menjadi Hulk."
Tidak, Liu jangan sepasrah itu!
"Baiklah, pertama-tama aku harus istirahat dulu." Liu berjalan mendekati ranjang dan mulai duduk di sana, semua letih yang dia dapatkan hari ini baru saja bisa dia rasakan. Menyebalkan sekali.
Ekspresi wajahnya dapat terbaca dengan mudah, ekspresi seseorang yang sedang berusaha berpikir saat ini. Meski tidak ada yang tahu apakah yang dia pikirkan cukup berbobot atau tidak.
Hal pertama yang dia pikirkan tentu saja alasan mengapa Karel sampai ada di sini, maksudnya tergabung dengan mereka. Apakah ada sesuatu yang disembunyikan Karel selama ini?
Tapi jika mengingat hal yang terjadi sebelum ini, para pelayan tampaknya memang menyimpan rahasia masing-masing. Lalu, apakah rahasia Karel adalah dia yang sebenarnya seorang pengkhianat?
Liu langsung menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba membuang pikiran ini, terlalu dini untuk menyebut Karel seorang pengkhianat bukan? Mungkin ini hanya kesalahpahaman saja?
"Haahh..." Liu menghempaskan tubuhnya ke ranjang, mata indahnya menatap langit-langit kamar yang polos, "Semoga Karel baik-baik saja."
***
Bugh!
Karel dilemparkan masuk ke dalam sebuah penjara berukuran sedang dengan kondisi tangan yang masih diborgol. "Brengsek! Setidaknya lepaskan dulu tanganku!" Karel berteriak pada orang-orang yang sudah mengunci kembali jeruji besi tersebut.
Mereka tampak mengacuhkannya dan memilih untuk kembali.
Sial, padahal baru saja sebelumnya mereka adalah orang-orang yang selalu membungkuk setiap Karel lewat. Karel mendengus sebal, orang rendahan memang seperti itu, ya? Apa mereka semua terlihat sangat senang ketika orang yang lebih tinggi dari mereka mengalami kehancuran?
Ya sepertinya itu memang sifat alami manusia untuk menyukai kehancuran seseorang yang berada di atasnya. Karel sedikit memahami itu, pasti ada rasa benci dan dengki karena memiliki nasib yang berbeda dengan orang lain, kan?
Namun ini bukan saat yang tepat untuk mengoreksi diri, Karel merasa cemas sekarang. Tentu saja mencemaskan Liu. Dia hanya berharap semoga Haku tidak tertarik untuk menyiksa Liu karena dia hanyalah anak yang terseret.
Lebih tepatnya, anak yang selalu terseret dalam serangkaian masalah yang ditimbulkan oleh semua pelayan.
Oh, apakah ini berarti sudah giliran dia menyeret Liu ke dalam masalah?
Malang sekali, padahal Liu bahkan sudah berusaha keras untuk tidak keluar rumah karena takut mendapatkan masalah lagi.
Tapi sekarang Karel adalah orang yang memaksanya untuk pergi, menculik lebih tepatnya.
Karel membenturkan kepalanya ke sel, "Seharusnya aku tidak membawa Liu, andai aku tahu akan jadi seperti ini, aku akan kabur sendiri dan menerima apa pun yang terjadi selanjutnya." Dia bergumam pelan sambil memejamkan mata.
Untuk saat ini, Karel tidak punya alasan untuk pasrah, setidaknya ada Liu yang harus dia pikirkan.
"Liu..." Karel hanya bisa menggumamkan nama Liu penuh penyesalan, di saat seperti ini dia berharap Zian dan yang lainnya segera menyusul lalu menyelamatkan Liu.
"Heee... Aku baru tahu bahwa kau bisa mencemaskan orang lain selain adik-adikmu, Tuan Karel."
Karel segera mengangkat kepalanya dan menemukan sosok yang sangat dia kenali berjalan mendekat. Lelaki berwajah cantik yang juga dikenal oleh rekannya, ah lebih tepatnya orang ini adalah orang yang sangat dibenci Romeo jika dia mengetahuinya.
"Haku sialan! Kemana kau membawa Liu?!" bentaknya dengan wajah yang marah. Sang lawan bicara tampak hanya tersenyum dengan wajah yang menurut Karel sangat menjengkelkan.
Haku berjongkok persis di depan Karel yang sedang menggeram itu, "Kemana ya?" jawabnya dengan nada yang tak kalah menjengkelkan dengan wajahnya.
"Jika kau macam-macam dengan Liu, kau akan segera mati!"
"Ya ampun, kau sangat menyayangi lelaki kecil itu? Hmm... Kau mengingatkanku pada seseorang yang sudah mati," ujarnya disertai kekehan kecil.
"Kau menjijikkan, bahkan seorang wanita saja tidak bersikap layaknya waria sepertimu," Karel mencibir sambil menatap jijik pada Haku yang menurutnya terlalu anggun untuk seorang laki-laki.
Lelaki yang berada di luar sel itu langsung mencengkram leher Karel, memasukkan tangannya diantara celah sel dengan refleks. "Dengar bocah, aku sudah berbaik hati untuk tidak membunuhmu saat ini juga jadi setidaknya jagalah mulutmu," desisnya dengan mata yang menatap tajam Karel.
Karel masih bisa tersenyum sinis meskipun lehernya sudah bersentuhan langsung dengan kuku-kuku panjang Haku, "Kau hanya bisa menggonggong seperti itu hanya saat kau memastikan bahwa aku tidak dalam posisi bisa melawanmu, sifat pengecut itu tidak berubah."
Haku menatap Karel cukup lama dengan tatapan kebencian, dia lalu menghela napas dan melepaskan leher Karel. "Hhh... Aku tidak boleh terbawa emosi hanya untuk orang sepertimu."
"Itu benar, jika kau terbawa emosi hanya dari apa yang aku katakan, maka itu sudah cukup menjadi alasan kenapa selama ini kau hanya menjadi bawahanku, Haku."
Sepertinya Karel memang tak pernah kehabisan kalimat untuk membuat jengkel lawan bicaranya. Satu-satunya orang yang membuat Karel berpikir dua kali untuk melawannya hanyalah Zian. Membuktikan bahwa kasta Zian jauh lebih tinggi dari lelaki bernama Haku ini.
"Apa kau tidak ingin bertanya tentang keluargamu? Aku sedang berbaik hati pada MANTAN atasanku."
"Aku—"
"Ah, atau kau boleh memilih satu saja. Kau ingin tahu tentang keluargamu atau tentang laki-laki yang kau bawa tadi? Siapa namanya ya, Liu?"
Karel diam sejenak.
"Aku tidak punya banyak waktu di sini."
"Liu. Beritahu aku tentang Liu. Dia baik-baik saja kan?"
"Sepertinya anak itu benar-benar penting bagimu ya, Karel? Ah, bahkan Romeo pun juga dekat dengannya, apa yang membuat kalian begitu menyukai anak itu?"
"Yang jelas dia tidak busuk sepertimu."
"Mulutmu benar-benar mencerminkan seseorang yang tak berpendidikan," cibir Haku. "Bocah itu baik-baik saja saat ini, seharusnya. Ruangannya ada di sebelah ruangan ini, dia cukup aman, ya untuk saat ini tentu saja. Mungkin pimpinan akan melakukan sesuatu padanya?"
"Sonia brengsek! Wanita tua itu—!"
"Hei hei tenanglah bung, dia tetap orang yang pernah kau layani seperti seekor anjing."
"Tutup mulutmu sialan."
Laki-laki dengan wajah yang lebih cantik itu tertawa puas, dia masih ingat bagaimana penurutnya Karel sebelum hari ini, dan sekarang dia mengata-ngatai wanita yang dia ikuti.
"Baiklah, aku akan menutup mulutku. Semoga harimu menyenangkan, Karel~"
Haku kemudian berjalan meninggalkan tempat tersebut dengan perasaan yang puas, puas melihat Karel yang kembali cemas memikirkan nasib anak yang dibawanya itu tentu saja.
"SIAL!" jerit Karel dan membenturkan kepalanya lagi ke jeruji besi tersebut. "Sonia brengsek, aku akan menendang wajah keriputmu jika macam-macam dengan Liu."
Karel memejamkan matanya, semua berjalan tidak pernah sesuai dengan yang dia harapkan. Ini menyebalkan. Apa Tuhan memang tidak pernah menyayanginya sejak awal?
Yah meski sejak awal sepertinya Karel tidak pantas untuk mendapat kasih sayangnya, dia mengkhianati orang yang memberinya kehidupan, kemudian dia juga mengkhianati orang yang lainnya. Sungguh manusia sampah.
Dia sangat egois, tapi dia tidak mampu untuk berdiri sendiri.
Miris.
"Aku memang sampah."
***
"Justin! Bangun sialan!"
"Zian, dia tidak sadarkan diri, jangan terlalu keras padanya."
"Justru yang seperti ini akan membuatnya cepat bangun." Zian tampak menampar bolak balik wajah Justin yang dia temukan tergeletak pingsan setelah dipukul sesuatu pada kamar Karel.
Tentu saja menghilangnya Karel dan Liu adalah alasan utama kenapa dia tidak membiarkan Justin pingsan lebih lama lagi, menyusahkan orang rumah saja!
Zian memang tidak pernah kenal ampun.
"Zian, mungkin kau akan membunuhnya."
"Aku tidak peduli!"
Félix kembali memilih untuk diam. Semoga saja pipi Justin tidak bengkak ketika bangun nanti karena tamparan-tamparan dari Zian.
Tak lama kemudian pria Rusia itu mendapatkan kembali kesadarannya. Justin merasa sepertinya dia akan mendapat kecacatan pada wajahnya jika tidak sadarkan juga. Bahkan Zian tak memberinya air ketika sadarkan diri, memang Zian adalah iblis yang menyamar, Justin yakin sekali tentang hal itu.
"Karel berkhianat."
Wajah Zian berubah merah padam, dia mengepalkan tangannya dengan keras. Félix yang mendengar pengakuan dari Justin segera memberikan respons "Lanjutkan laporanmu, Justin."
"Dia menjadi mata-mata ganda sepertinya, menjual informasi kita kepada organisasi yang selama ini bermasalah dengan kita." Justin melanjutkan sambil memegangi leher belakangnya yang sakit, pria itu kemudian melirik ke arah Zian yang terdiam dengan wajah yang menyeramkan.
"Apa organisasi itu adalah organisasi yang ku pikirkan?" Félix mengajukan pertanyaan kembali.
Justin terdiam sejenak, "Kemungkinan besar, ya. Mereka yang bermasalah dengan kita akhir-akhir ini dan itu karena Karel."
Sang wakil kapten memejamkan matanya, menarik napas lalu mengeluarkannya, mengulangi hal itu beberapa kali kemudian berkata, "Karel bangsat."
"Aku akan mencoba melacaknya, bersiap-siaplah. Tenangkan dirimu juga Zian." Justin segera berjalan kembali ke kamarnya.
Félix melirik Zian yang tampaknya dalam mood paling buruk. Siapa memangnya yang masih bisa tenang setelah semua yang dilakukan bersama, ternyata temanmu adalah musuh dalam selimut. Félix sendiri juga menyimpan dendam yang cukup besar untuk itu, karena mereka sudah macam-macam dengan Zian—ehem, maksudnya dengan kelompok yang dia pimpin.
"Kita akan segera menyusul mereka, jadi—jangan sampai terbawa emosimu." Félix bergumam sambil menepuk pelan bahu Zian dengan kaku, kemudian pergi keluar kamar meninggalkan lelaki China tersebut.
Sedangkan yang ditinggal kini mengerutkan alisnya, "Huh? Dasar pria yang kaku."
***
Liu menatap bosan seluruh sudut kamar tempat dia dikurung, tidakkah perlakuan ini terlalu baik untuk seorang musuh? Maksudnya, mereka penjahat bukan? Tapi mengurung Liu di sini rasanya terlalu baik, bahkan lebih baik daripada saat dia masih menjadi seorang budak.
Tunggu dulu, apa jangan-jangan mereka berniat untuk membuat Liu kehabisan oksigen di ruangan ini? Mata Liu segera mencari celah-celah udara, dan dia bernapas lega saat melihat hal itu masih ada.
Lalu, apakah dia diperlakukan baik karena dia adalah teman Karel? Setelah melihat banyak orang jahat, Liu jadi meragukan hal itu. Jadi, apa ya?
Tapi apa pun itu, Liu berharap Zian dan yang lainnya akan segera sadar dan menyelamatkan mereka. Yah seharusnya mereka sudah sadar bukan? Dia cukup lama menghabiskan waktu di perjalanan.
Tak lama setelah itu suara pintu terdengar, sepertinya akan ada orang yang masuk? Liu berharap itu adalah Karel.
"Ternyata seorang laki-laki? Aku tidak tahu jika Karel itu seorang gay."
Beberapa orang pria terlihat datang dari sana. Entah kenapa firasat Liu tidak enak. "Kalian—siapa?" Liu meningkatkan kewaspadaannya.
Mereka semua tersenyum penuh arti, oh tidak, ini bukan senyuman yang Liu harapkan.
"Kami adalah tuan barumu, jalang kecil."
Oh, shit.
***
Karel mengangkat kepalanya, seseorang datang mendekat dan berdiri dengan santai, bersandar pada jeruji besi tempat Karel terkurung. Sepertinya dia adalah bawahan yang bertugas untuk menjaga penjara Karel?
"Hei, bagaimana rasanya dihukum setelah menjadi pengkhianat."
Lihatlah, bahkan seorang cecunguk biasa pun kini meremehkannya.
"Rasanya sungguh menyenangkan, daripada terus menerus menjadi anjing bodoh seperti yang kalian lakukan. Bahkan aku yang sudah mencurahkan segalanya untuk organisasi saja dibuang seperti ini, lalu bagaimana denganmu yang bahkan Sonia mungkin tidak mengetahui kehadiranmu." Karel mengejek dengan wajah yang merendahkan.
"Kau—"
Karel tertawa puas melihat ekspresi marah milik cecunguk yang menjaga penjaranya tersebut. Membuat emosi seseorang tak terkendali juga sebuah keuntungan untuk Karel, mereka tidak akan bisa fokus, sehingga Karel bisa leluasa berusaha membuka borgol pada tangannya. Jangan sebut dia seorang mata-mata jika tidak punya solusi dalam kondisi terborgol seperti ini. Bahkan itu sudah hampir terlepas sepenuhnya.
"Huh, aku seharusnya tidak marah pada orang yang dibuang sepertimu. Bahkan temanmu juga akan segera diperas sampai habis."
Mata Karel menyalang, tentu saja itu karena mendengar kata 'temannya' yang mana itu pasti merujuk pada Liu. Karel melepaskan borgol tangannya dengan cepat dan langsung melompat ke arah orang yang sedang menjaga penjaranya. Lagi-lagi ini salah orang itu sendiri yang berdiri terlalu dekat dengan jeruji, sehingga Karel dapat dengan mudah menarik tubuh orang itu dan melingkarkan tangan pada lehernya.
"Brengsek! Katakan padaku apa yang akan terjadi pada Liu!"
"Si—al--!"
Karel mengeratkan tangannya, membuat orang itu seperti akan mati kapan saja karena mungkin tenggorokannya bisa saja hancur saat ini. "Liu, katakan padaku di mana dia!" Karel berteriak keras sedangkan sang lawan sudah tak sanggup memberi perlawanan lagi.
Lelaki muda tersebut merogok saku celana milik cecunguk itu, mencari keberadaan kunci yang mungkin saja di titipkan padanya. Dan seperti dugaan Karel, memang ada sebuah kunci di sana. Dia kembali membenturkan kepala orang itu hingga tak sadarkan diri dan bergegas membuka jeruji besinya dengan perasaan tak karuan. Dia harap Liu baik-baik saja, semoga tidak terlambat.
"PERGI! JANGAN MENDEKAT! JANGAN—AKU MOHON JANGAN!"
Suara jeritan seseorang terdengar dengan samar, namun Karel langsung tahu siapa pemilik suara itu. Wajah Karel memucat, amarahnya benar-benar sudah sampai di puncak. Dia harus segera menyelamatkan Liu!
"Brengsek! Akan aku bunuh kalian!"
.
TBC
.
Jangan lupa klik link di bio supaya aku bisa beli kuota :")
Halo semuanyaaaa~ Maaf banget baru update, ya allah kenapa dah aku ini T^T Aku udah lulus gaesss, baru aja wisuda tanggal 3 kemarin, yay! ( •̀ ω •́ )✧
Tapi sekarang aku lagi ngikutin tes seleksi ppg prajabatan, ada yang samaan? xD Doain ya semuanya, aku pengen banget ikut ppg T.T Senin besok tes tertulis, bismillah, wish me luck!
Kemarin tuh mau apdet ya, tapi ternyata ribeeeeet banget ngurus ina inu anu sampe selesai persyaratan wisuda :( Mana ada masalah keluarga tipis2 pula, huhuhu... Maaf banget telat apdet, tapi aku janjii pasti bakal tamatin Hello Bitches ini dan cerita2 lainnya karena nulis emang kayak kesenangan sendiri buat aku melepas lelah, hehe.
Sampai jumpa di chapter selanjutnya o(*°▽°*)o
Jumat [21:40]
Kalsel, 7 Oktober 2022Love,B A B Y O N E
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top