XXXXII - Loser [Side]
Typo adalah seni, seni adalah ledakan ヾ(•ω•')o
Ps: Ini flashback terakhir justin
.
Namanya Irina Mackenzie, status saat ini adalah baru saja berpacaran dengan lelaki yang lebih muda darinya. Jika kalian menebak itu adalah Justin muda, maka itu sangat tepat. Seperti kata anak zaman sekarang, umur hanyalah angka, yang penting sama-sama suka.
Pekerjaan? Masih sebagai mahasiswi kedokteran biasa. Orang yang ramah dan ceria, yang jelas mampu membuat Justin gugup hanya untuk kencan pertama.
Tentu saja, setelah selesai diejek habis-habisan oleh Romeo dan Zian di rumah.
"Maaf aku hanya membawamu kesini." Justin menggaruk pipinya padahal tak gatal. Dia memilih tempat sebuah kafe yang cukup bagus di kota itu. Ini pun melalui berbagai macam pencarian dan pertimbangan.
Maklum, ini pertama kalinya orang gunung mau kencan. Kata Zian.
"Tidak masalah, sejujurnya aku lebih suka tempat seperti ini. Terasa ramai dan menyenangkan." Sang wanita tersenyum, memberikan rasa percaya diri yang lebih kepada Justin.
"Huft... Syukurlah. Aku sedikit khawatir kau kurang nyaman. Ini semua adalah saran Zian," Justin menggerutu dan disambut tawa oleh Irina. Justin memang sering menceritakan Zian dan yang lainnya sebagai teman serumah atau teman kontrakan?
Dia tidak mungkin membeberkan sebenarnya mereka ini apa kepada orang biasa, bukan? Mustahil untuk Justin mengatakan bahwa mereka adalah calon pembunuh dimasa depan. Lucu sekali, dia takut Irina akan langsung menampar wajahnya lalu pergi karena takut.
"Oh ya? Bagaimana keadaan Zian? Kau bilang dia berkelahi lagi dengan Félix ya?" Irina tertawa kecil, "Mereka terdengar menyenangkan, aku sangat ingin bertemu mereka," lanjut Irina lagi seraya mengaduk frappe dihadapannya.
Justin menggelengkan kepala, "Jangan, aku yakin kepalamu akan sakit mendengar teriakan mereka sepanjang waktu." Padahal dia sering memuji betapa asiknya hidup bersama teman, dasar pengkhianat!
Kedua insan itu tampak mulai berbincang normal selayaknya pasangan kekasih. Saling bercanda, malu-malu, lalu tertawa. Terlarut dalam kisah masing-masing membuat keduanya semakin dekat satu sama lain, bahkan Justin merasa bahwa dia seperti benar-benar hidup sebagai manusia yang normal. Tidak ada sebuah kecacatan.
Untuk sesaat, dia melupakan tentang dirinya yang berasal dari keluarga bandit dan sekarang sedang di besarkan oleh orang dunia bawah. Miris sekali.
"Justin?"
Sebuah suara menyadarkannya, suara wanita yang amat familiar. Justin menoleh, mendapati wanita cantik sedang berdiri disampingnya. "Ah, Nyonya!" seketika wajahnya agak kaku, dia tidak menyangka akan bertemu dengan Younghye ditempat seperti ini!
Apa yang harus dia lakukan?! Apakah Nyonya ini akan memarahinya karena menjalin hubungan dengan wanita? Tunggu, yang lebih penting, Justin harus mengenalkan Younghye ini sebagai apa? Ibu kos?
Seketika kepalanya pusing.
"Apa ini temanmu? Atau kekasihmu?" Younghye menepuk kedua tangannya satu kali lalu tersenyum cerah melihat ke arah Irina. Sedangkan dilihat hanya tersenyum sopan kepada Younghye.
Justin tampak kikuk, layaknya remaja yang ketahuan orang tua membawa wanita ke rumah. Yah, Justin saat muda memang sangat ekspresif dan juga lucu. "Eng... Kami—teman.. mungkin?" jawab Justin ragu-ragu, bukan karena ragu dengan hubungan tapi ragu dengan reaksi Younghye.
"Berarti pacar, 'kan?" ujar Younghye dengan nada menggoda, anak muda memang menyenangkan. "Aku ucapkan selamat, meski aku ingin melihatmu menjadi gay, tapi ya sudahlah. Oh iya salam kenal, aku adalah ibu kosnya Justin."
Pria yang kuliah semester tua itu langsung tersedak air mendengar kata ibu kos terlontar dari Younghye.
"Salam kenal, Nyonya. Ku harap dia anak yang baik." Irina terlihat percaya, Justin agak bersyukur. Meski ini sangat konyol. "Mau bergabung, Nyonya? Meja ini akan ramai jika Anda ikut."
Refleks saja Justin melirik Irina, tapi wanita itu tampak tidak peduli. Dan yang lebih tidak tahu diri lagi adalah Younghye yang langsung duduk tanpa basa basi lagi. Hei, Anda merusak momen sepasang kekasih yang sedang kencan, tahu!
"Omong-omong Justin, aku haus." Younghye seenaknya hendak meminum kopi milik lelaki tersebut, namun buru-buru ditarik oleh pemiliknya.
Younghye menyipitkan mata, anak didiknya pelit sekali. "Aku akan memesankan untukmu, Nyonya." Justin bersungguh-sungguh, dia tidak ingin terjadi ciuman tak langsung yang mungkin akan mengancam keselamatan nyawanya dari amukan suami wanita ini.
"Ah kalau bisa aku mau matcha latte yang ada di seberang sana." Definisi beban yang tidak tahu diri, tapi Justin hanya manut. Dia tidak mau bermasalah dulu dengan 'ibu kos' ini.
Jadi setelah berpamitan sebentar dengan Irina, dia segera melesat pergi mencari matcha latte sesuai perintah yang mulia ratu.
Tersisalah dua wanita itu dalam satu meja, Younghye tampak tersenyum miring. "Dunia sangat sempit, siapa sangka kau berkencan dengan 'adikmu'."
Irina langsung tertawa, "Oh ayolah, jangan kaku begitu. Salah siapa yang membuat kami tak saling kenal, ibu?" Irina balas menggoda Younghye dan wanita berambut merah itu menghela napas.
"Aku yakin kau tahu tentangnya, dasar licik."
"Bukankah dulu Anda sendiri yang bilang kalau urusan pekerjaan dan percintaan itu berbeda?"
"Aku mau Justin jadi gay."
"Hei!"
"Aku mau tim yang baru dibentuk oleh Yuan ini isinya lelaki gay!"
"Ah, aku masih tidak habis pikir kenapa tuan Yuan begitu terobsesi dengan wanita aneh seperti anda."
"Dia lebih aneh, bisa-bisanya menyukaiku."
Irina hanya menghela napas, dia tidak akan bisa menang berbicara melawan seorang Younghye yang dimasa depan akan mendominasi dunia bawah bersama suaminya ini.
Justin hanya tidak tahu, bahwa Irina bukan wanita normal yang dia kenal. Mereka bahkan bekerja di bawah perintah orang yang sama.
Irina adalah seorang agen ganda. Lebih tepatnya dia orang yang berkhianat dengan organisasinya dan memilih menjadi agen ganda untuk Younghye.
Jika ditanya kenapa dia memilih pasangan suami istri antik ini, maka jawaban pastinya hanya satu. Dia senang dengan tujuan besar yang ingin mereka capai. Mengatur dunia yang bersih dan dunia yang kotor, yang diisi manusia normal dan yang diisi para pembunuh, menjadikannya sebagai dunia yang balance dan tidak merugikan lebih banyak orang dengan dendam serta penipuan.
Maksudnya, Irina ingin tahu apakah seorang kriminal bisa mewujudkan impian sebesar itu dimasa depan. Masa di mana para kriminal setidaknya bekerja sama dan tidak saling menikam satu sama lain, memiliki peluang bisnis lebih besar dan bisa saling menguntungkan pada pemerintah dengan cara yang berbeda.
Irina... Hanya ingin melihat dunia yang tampak menyenangkan itu.
"Kalian terlihat sangat akrab, wanita memang seperti itu ya?" lamunan Irina buyar kala melihat Justin datang dan Younghye sudah menghabiskan separuh minumannya.
Wanita yang menyimpan rahasia itu tersenyum kecil, "Ah Justin, selamat datang."
***
Waktu berlalu dengan cukup cepat, bahkan ini saatnya Justin untuk menyelesaikan seluruh pendidikannya sebagai calon dokter. Dia seharusnya sudah bisa menjadi dokter dimasa mendatang, tentunya didampingi dengan Irina di sampingnya.
Kedua insan itu tengah berbahagia hari ini, terutama Justin. Dia bahkan tak henti-hentinya tersenyum sambil menyetir, Irina hanya menggeleng-gelengkan kepala, bocah ini kadang tak bisa ditebak.
Sejujurnya Justin juga sedikit gugup, dia ingin menyampaikan sesuatu kepada Irina. Namun tidak tahu kapan harus menyampaikannya.
"Kau ingin bicara sesuatu? Gelagatmu seperti orang yang ingin ke kamar mandi." Sampai pada akhirnya Irina gemas dan menegur Justin terlebih dahulu.
Lelaki itu semakin canggung, namun dia akhirnya berusaha menyampaikan sesuatu. "Irina... Apa—apa kau mau menikah denganku? Tapi—semacam kawin lari, mungkin?"
Tanpa disadari Justin, Irina tersenyum miring.
'Sepertinya anda membesarkan satu telur yang cacat, Nyonya.' Meski itu tak diucapkan Irina secara langsung. Lelaki di sampingnya ini, jauh lebih pengecut dari yang dia kira.
"Kenapa harus kawin lari? Apa kau semacam terikat kontrak dengan rentenir lalu melarikan diri?" sebuah pertanyaan yang cukup telak untuk Justin, setidaknya itu sangat mirip.
"Tidak... Tapi mirip dengan hal itu."
"Bahkan kau saja tidak bisa bertanggung jawab atas hutangmu, bagaimana mungkin kau bisa bertanggung jawab sebagai kepala keluarga untukku?"
Telak, lagi. Justin tertohok dengan kata-kata Irina. Seolah wanita itu tahu apa yang dihindari oleh Justin. Yah, kenyataannya dia memang tahu semua tentang Justin. Tapi maaf, Irina lebih tertarik melihat masa depan besar yang di janjikan Younghye padanya daripada kabur dan hidup normal membangun keluarga kecil.
Baru saja Justin ingin menjawab Irina, tiba-tiba suara tembakan terdengar dari belakang. Dia langsung menoleh dan Irina segera berteriak, "Justin! Berhenti!"
Tunggu, Justin masih belum matang untuk ini! Dia bahkan baru menguasai ilmu kedokteran dan hackernya, perkelahian yang dia bisa sekelas balita kalau kata Zian.
Lalu kenapa tiba-tiba dia sudah diserang secepat ini?! Bahkan saat bersama Irina!
Tidak, Justin. Kau salah sangka, target sebenarnya mereka justru Irina.
"Ah sial, rupanya sudah ketahuan." Irina tertawa kecil. Dia langsung keluar dari mobil, "Justin cepat lari!" teriaknya sekali lagi namun semua terlambat ketika mobil yang dibawanya ditembak oleh sniper di atas gedung.
Warga sipil yang ada di sekitar situ langsung berlarian. Dunia semakin hari semakin suram, dan mereka tidak mau terlibat perkelahian dengan sekelompok kriminal yang berselisih.
"Irina, aku—akan melindungi." Justin muda keluar dari mobilnya dan menarik Irina untuk menjauh, namun pegangannya dihempas begitu saja oleh wanita tersebut. Justin bahkan kaget saat Irina mengeluarkan sebuah pistol, yang dia tahu Irina adalah mahasiswa kedokteran sepertinya... 'kan?
"Aku tahu dari Lady bahwa kau bahkan belum bisa berkelahi." Irina terlihat mengejek. "Ini urusanku, jangan khawatir, aku akan menceritakan semuanya padamu!"
Justin hanya bisa membatu, Irina yang sangat dia percaya ternyata selama ini menyembunyikan sesuatu darinya? Bahkan... Younghye Yuan juga? Apa hanya dia satu-satunya orang yang bodoh disini?
Dan lihatlah sekarang apa yang bisa dia perbuat? Dia hanya meringkuk bersembunyi sambil melihat aksi Irina yang dikejar oleh orang-orang asing. Bahkan Justin bisa mendengar apa yang mereka katakan. Mereka seperti berbicara tentang pengkhianat dan semacamnya.
Apakah Irina seorang pengkhianat? Dia tidak tahu, yang dia tahu adalah Irina kekasihnya.
Sial, apa yang bisa dia lakukan saat ini? Dia hanya sebuah beban untuk Irina.
Justin mengepalkan tangannya kuat. Tidak! Dia tidak boleh sepengecut ini! Jika dia ingin mendengar kisah Irina, dia harus memastikan bahwa Irina selamat!
Dia berlari mendekati Irina, berusaha untuk menjadi partner wanita veteran itu. Irina sudah lecet di beberapa bagian tubuhnya namun itu bukan hal besar. "Hei dokter, kenapa kau malah kemari? Aku tidak butuh bantuan orang medis." Irina mengejek Justin, namun dia tetap mempercayakan punggungnya pada lelaki yang hanya bermodalkan tangan kosong itu.
"Aku mungkin tidak terlalu hebat, tapi aku akan melindungi punggungmu, Irina."
Irina tersenyum tipis, oh sepertinya sang calon permaisuri tidak membesarkan telur cacat, dia hanya perlu waktu sedikit lebih lama untuk sempurna.
"Tenang saja, mungkin tak lama lagi bala bantuan akan datang," Irina berbisik sambil terus waspada. Musuh bisa menembaknya di mana saja, ini bukan tempat yang aman, lari justru akan semakin memberikan celah untuk dikejar dan ditembak. Waspada diposisi ini lebih baik, menghadapi sebagian dari mereka dan tetap waspada pada mereka yang bersembunyi.
Dor!
Tembakan dilayangkan lebih dulu lagi oleh musuh, Irina berhasil menghindarinya. Maju ke depan dengan gesit bahkan tanpa membuat sebuah suara, tiba-tiba dia sudah berhasil mematahkan leher salah seorang musuh
nya.
Justin bahkan hampir tak bisa mengikuti pergerakan rumit itu, mungkin itu adalah hasil latihan bertahun-tahun sebagai seorang agen rahasia.
Justin sedikit terhuyung saat menghindari sebuah peluru yang secara tiba-tiba dilayangkan menuju kepalanya, untung dia sudah berlatih refleks untuk menghindari amukan Zian. Lelaki itu hanya bisa bertahan untuk saat ini, tapi jika ada yang mendekat dia akan mencoba menghabisi mereka.
Berbeda dengan Irina yang sudah sangat lihai, menghabisi beberapa musuh yang sebenarnya adalah mantan rekannya dimasa lalu.
Tiba-tiba saja suara helikopter terdengar, Justin mendongakkan kepalanya dan melihat orang yang familiar berdiri di sana sambil memegang sebuah gatling gun. Dia kenal sekali dengan bocah pemarah itu!
Dan seketika beberapa musuh langsung kabur teratur, tampaknya mereka juga menyadari kehadiran Yuan atau Younghye meski hanya membawa anak-anak yang belum menetas. Ya hanya Zian dan Félix yang sudah bisa di terjunkan langsung saat ini.
"Irina! Zian dan yang lainnya sudah datang!" Justin meneriaki Irina yang tengah berusaha mengejar para musuh, setidaknya dia ingin menggali informasi mereka.
Namun sayangnya Justin menjadi tidak fokus lagi, pertahanannya terbuka bahkan dia menurunkan semua kewaspadaannya ke titik paling rendah.
Hingga tanpa Justin sadari sebuah mobil meluncur dengan cepat tepat ke arahnya, setidaknya kerugian ini tidak hanya untuk satu pihak, bukan?
"JUSTIN! AWAS!"
Irina berlari sekuat tenaga, Justin kaget dan membatu dengan apa yang terjadi, kepalanya mendadak sulit mencerna semua ini dalam waktu singkat. "Dasar bodoh," ujar Irina pelan, sebuah suara yang didengar Justin namun pandangannya pada Irina menjauh.
Dia terlempar. Lebih tepatnya dia di dorong dengan kasar oleh Irina, dan...
BUGH!
Suara mobil menghantam seseorang terdengar sangat keras. Tubuh Irina terlempar lalu terhempas pada sebuah tiang.
"I—IRINA!" Justin hampir tidak merasakan kakinya berpijak di tanah lagi. Dia tidak peduli dengan suara tembakan yang sudah dilancarkan oleh Zian dari atas sana pada seluruh sniper di atas gedung.
Tidak... Justin tidak boleh kehilangan Irina.
Dia memeluk tubuh wanita itu, membaringkannya dengan sangat hati-hati meskipun panik. "Aku—aku akan menyelamatkanmu!" tangannya gemetar, bahkan untuk sebuah pertolongan pertama pun dia hampir melupakannya.
"Irina? Irina?" dia mengajak Irina berbicara sambil berusaha menghentikan pendarahan dikepala wanita itu. Dia harus membawa Irina ke rumah sakit, iyakan?
Setidaknya, Irina harus sadar. Mungkin sekarang dia pingsan?
Oh hei dia tidak mungkin mati kan? Setahu Justin, pasti akan ada adegan dramatis sebelum kematian seseorang seperti ini. Tapi dia tidak menemukan adegan dramatis berisi wasiat atau kata maaf dan terima kasih dari Irina, jadi—itu pasti adalah karena Irina tidak mati. Dia hanya pingsan, 'kan?
"Irina, kau dengar aku? Astaga.. jantungmu lemah sekali." Justin berulang kali mengecek nadi dan jantung wanita itu. Dia yakin, bahwa jantung itu hanya melemah...
Dia tidak mau mengakui,
Bahwa dia sendiri sudah tak yakin dengan detak jantung tersebut...
"Irina? Aku akan membawamu ke rumah sakit—"
Seseorang menepuk pundak Justin. Dia menoleh dan mendapati seorang wanita berambut merah di sana, memejamkan mata dan menggelengkan kepala padanya.
Seolah berkata...
'Dia sudah tidak ada.'
.
TBC
.
Fyuh... Kelar juga Spin Off Justin
KALIAN PASTI KANGEN LIU KAN?! /heh
Next chap bakal balik lagi ke waktu dimana ada Liu, mwehehe...
Telat mulu dah apdet, kmren gara2 sakit :")
Btw disini ada yg pernah pake jasa joki skripsi? Komen jika pernah krna mau ku wawancarai /heh
Oke deh segini aja dulu bacotannya :") SEE U NEXT CHAPTER! I LUV U ALL 💞💞
Jaga kesehatan, cuci tangan dan pake masker tiap bepergian ya~ Stay safe~ 💖
Selasa [21:25]
Kalsel, 24 Agustus 2021
Love,
B A B Y O N E
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top