XXVI -Sebuah Kejutan
Ada yang punya contoh transkip nilai SD/apapun itu + RPP SD 1 lembar? Aku mao minta T^T
Typo is my ninja way~ Ehe~
.
"Liu, mau beli sesuatu? Aku akan mentraktirmu."
Wajah Liu dibuat merona hanya karena perlakuan Fabio yang lembut kepadanya. Menggenggam tangan saat berjalan dan tak membiarkan Liu jauh darinya merupakan salah satu hal yang mampu membuat jantung Liu berdegup tak karuan.
Jika dibandingkan dengan jalan-jalan bersama Karel, tentu saja Liu lebih memilih jalan dengan Fabio. Jalan-jalan dengan Karel lebih dipenuhi dengan kejahilannya, meski itu juga cukup manis.
"Ah tidak, untuk saat ini mungkin belum. Ada yang mau kau cari?" Liu menoleh ke arah lelaki dengan mata biru bak pangeran dari negeri dongeng ini. Dilihat dari bagaimana pun, mustahil untuk Liu tidak salfok dengan pemandangan seperti itu.
Fabio nampak berpikir sejenak, "Sebenarnya aku hanya ingin jalan bersamamu, jadi tidak tau mau beli apa." Jawabnya seraya terkekeh.
'Ah shit, senyuman Fabi adalah segalanya' batin Liu yang tersihir oleh lelaki disampingnya.
"Hmm... Tapi akan aneh rasanya jika hanya berkeliling. Ayo kita makan kue!" ujar Liu semangat. Fabio yang menyaksikannya hanya tersenyum, Liu benar-benar lucu dan manis.
Yah sebenarnya kedua orang ini sama-sama mengagumi sisi manis masing-masing. Tapi jika dilihat-lihat memang Liu dan Fabio sangat mendekati pasangan idaman pada umumnya, yang satu penurut dan ceria dan satunya lembut serta perhatian. Tentu saja jika seandainya mereka bukan pasangan gay.
Orang berlalu lalang tanpa henti padahal hari sudah malam. Tapi namanya kota seolah tak pernah mengalami malam hari, terangnya lampu-lampu menerangi bumi, tak kalah cerah dengan siang hari.
Yang diantara orang berlalu lalang itu juga ada terselip Fabio dan Liu.
Dan mungkin juga ada beberapa orang yang mereka kenal lagi sedang berjalan di waktu yang sama namun tempat yang sedikit berbeda.
"Aku tidak tau apa yang mereka coba incar. Lagi pula ini sudah aneh, bukankah seharusnya hanya sedikit yang tau tentang wajah asli kita? Orang-orang pemerintahan, dan mungkin orang-orang penting di sekitar Kaisar. Lalu kenapa akhir-akhir ini aku menemui banyak sekali orang yang seolah sudah mengetahuinya. Aku yakin kaisar tidak akan membeberkan hal-hal pribadi terkait pelayannya bukan? Itu sudah terbukti selama ini."
Seorang lelaki berambut hitam nampak mengoceh—atau mungkin mengomel sambil mengikat paha temannya yang dipenuhi darah. Mereka sepertinya baru saja terlibat perkelahian yang ekstrim.
"Terimakasih, Zian." Ujar lelaki satunya dengan ekspresi yang datar. Ya, mereka adalah Zian dan Félix, dan disamping mereka ada sebuah mayat berlumuran darah dengan kondisi leher yang sepertinya patah.
Mendengar ucapan terimakasih sang lawan bicara, bukannya merasa senang Zian justru merasa jengkel, "Hei! Kau mendengarkan ucapanku 'kan, Kapten?" rasanya Zian frustasi berbicara sendiri sedari tadi dan hanya direspon terima kasih.
Kepada siapa pun yang berminat, Zian berniat untuk melelang kaptennya.
Bukannya memberikan respon yang diinginkan oleh Zian, Félix malah berdiri kemudian memandang ke sekitarnya, "Zian, kau pulang duluan saja." Sang wakil kapten mengerutkan alisnya, "Kau meremehkanku?!" balasnya sengit.
Dua orang ini nampaknya memiliki tingkat kecocokan yang sangat rendah.
Meski begitu, jika Liu melihat ini dia pasti akan menyebut mereka lucu.
"Bukan." Sahut Félix cepat. "Aku takut kau terluka."
Zian merinding mendengar pernyataan selanjutnya.
Sejak kapan kaptennya ini jadi sangat perhatian terhadap keselamatan bawahannya? Jika dia yang mengucapkan hal itu kepada Karel, Fabio atau Justin mungkin masih masuk akal, tapi ini, Félix?! Nampaknya Tuhan sedang mencoba mempermainkan Zian.
"Félix, itu menjijikkan. Kau yang harus diam karena terluka, darahmu berceceran dimana-mana, jika keluar pasti akan menarik perhatian." Zian menunjuk-nunjuk celana lelaki itu yang memang sudah dipenuhi darah.
Sebenarnya, mereka ini saling peduli dengan cara masing-masing.
"Tidak akan ada yang peduli, ini hal wajar bukan? Lebih baik turuti perintahku." Ujarnya lagi seolah menggunakan posisinya selaku kapten untuk memerintah Zian yang keras kepala ini.
Mendecih pelan, "Saat begini kau bertindak seperti kapten, aku memang tidak menyukaimu." Dengusnya lalu berjalan meninggalkan Félix begitu saja.
Dang!
Suara tong sampah di tendang bergema di gang gelap dan jelek itu, siapa lagi pelakunya jika bukan Zian yang nampak melampiaskan kekesalannya.
Sedangkan Félix yang ditinggalkan hanya menatap punggung lelaki itu sampai menghilang, sebuah senyuman tipis tercipta di bibirnya. Sebuah senyuman dari Félix.
"Aku harus menyelesaikan sesuatu yang agak berbahaya, Zian." Dia berucap sangat pelan.
Lelaki dengan pembawaan yang sebenarnya tenang itu kemudian berjalan sendirian semakin jauh menyusuri gang gelap tersebut seolah memiliki tujuan tersendiri.
Kembali lagi pada pasangan yang tengah berbahagia lainnya.
Nampaknya kedua sejoli itu sudah menemukan sebuah kafe sederhana untuk melengkapi acara malam minggu mereka—entah lah, Liu tidak berani berharap tentu saja.
Tapi jika diizinkan untuk memilih kehidupannya sendiri, Liu ingin terlahir sebagai pasangan Fabio.
Bercanda.
Liu 'kan maruk, pasti dia mau jadi pasangan semuanya.
"Fabi, bukankah ini semua terlalu manis?" Liu mengedip kan matanya beberapa kali saat melihat pelayan membawakan mereka semua makanan dan minuman yang terlihat begitu manis dimata Liu. Seingatnya Fabio seorang pencinta makanan manis.
Fabio malah menatap Liu sejenak lalu balik bertanya, "Apa kau tidak suka?" ujarnya.
Lelaki yang lebih muda berpikir sejenak, apa Fabio mengira dia yang suka makanan manis? Yah Liu memang suka kue atau camilan manis yang dibuatkan Zian tapi bukan berarti dia pecinta makanan manis sampai-sampai harus memesan banyak makanan manis saat malam minggu.
Tapi jika Liu menjawab dengan jawaban yang tidak sesuai ekspektasi Fabio, dia takut lelaki italia tersebut sedih.
'Senyuman itu harus ku lindungi!' batinnya dengan sungguh lebay.
"Ah.. Ya aku cukup suka, aku kaget Fabi bisa mengetahuinya." Liu memberikan cengiran khas pada sang lawan bicara. Dan tak berselang lama dia melihat Fabio kembali tersenyum kecil dengan wajahnya yang selalu nampak sayu itu.
Liu benar-benar menyukai senyuman Fabio.
"Tapi kenapa harus semuanya makanan manis? Kau juga menyukainya?" tanya Liu seraya menyantap waffle di hadapannya. "Tidak terlalu." Jawab Fabio.
Jadi dia benar-benar memesan semua makanan manis ini untuk Liu? Yang benar saja! Rasanya gigi Liu sudah nyut-nyutan tapi dia tetap melanjutkan acara makannya ini.
"Aku dengar, diriku yang lain menyebabkan banyak masalah pada Liu." Ujarnya dengan suara yang tidak terlalu nyaring. Liu hanya mendengarkan, mungkin Fabio sedang membahas sosok Romeo yang selalu mengajaknya baku hantam setiap muncul itu.
"Jadi, aku ingin minta maaf. Mungkin agak aneh." Dia lanjut bergumam. Liu menatap lekat wajah Fabio yang nampak canggung menyampaikan maaf tersebut.
'Tuhan, dia manis sekali.' kali ini Liu kembali oleng.
Jika Zian seperti seorang kakak yang cerewet, maka Fabio seperti pacar yang pemalu. Rasanya seperti Liu ingin melindunginya!
Tidak tidak Liu, jangan bercanda, punya pengalaman berkelahi saja tidak punya.
Pengalaman berkelahinya hanya ketika dia jambak-jambakkan sesama budak di pasar gelap sebelum dibeli oleh sang permaisuri.
"Tidak masalah, aku masih hidup bukan? Itu bukan salahmu." Sahut Liu dengan senyuman yang lebar. "Jangan cemaskan aku, selama aku masih hidup, berarti aku baik-baik saja." Sambungnya lagi.
Meski Liu berpikir dia harus berhati-hati jika Romeo muncul lagi. Mungkin kabur adalah pilihan yang paling tepat, tentunya lelaki itu akan lebih senang jika Liu mati, iya 'kan? Selama ini dia nampak mengampuni nyawa Liu karena tertahan sesuatu, mungkin takut dengan Zian.
Fabio meraih tangan Liu dan meletakkan tangan budak manis itu ke pipinya, "Liu, aku benar-benar menyukaimu." Ujarnya lembut. Wajah Liu terasa panas mendadak, berapa kali pun dia mendengar pernyataan ini tapi tetap saja selalu sanggup membuatnya malu.
Saking fokusnya terhadap satu sama lain, mereka mungkin hampir tak menyadari bahwa banyak orang yang masuk ke dalam kafe tersebut namun tidak ada yang terlihat lagi, seolah mereka masuk ke sisi lain kafe ini.
Tapi satu hal yang sebenarnya mengganggu Liu sejak tadi, dia merasa malam ini terasa kurang baik. Namun dia berusaha berpikir bahwa itu hanya rasa parno nya sendiri.
"Liu, ada apa?" Fabio nampaknya merasakan bahwa Liu sedari tadi mulai gelisah. Dia seolah tak bisa tenang, keadaan dirasa semakin senyap, ini adalah malam yang indah namun terasa mencekam bagi Liu. Seolah di tempat lain pada waktu yang sama sedang terjadi sesuatu yang menegangkan.
Tunggu, sejak kapan Liu bisa berpikir serius begini?
"Tidak apa-apa." Jawabnya dengan cengiran kecil pada Fabio.
'Aku hanya terlalu khawatir, mungkin was-was karena bersama Fabio.' Mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
Akan tetapi dewi fortuna nampak tidak berpihak pada prasangka baik Liu.
DHUAR!!
Ledakan tiba-tiba terjadi begitu saja tanpa sebuah aba-aba. Kacaunya lagi, ledakan tersebut berasal dari bawah tanah, tepat di bawah kafe yang mereka tempati.
Baik Liu mau pun Fabio otomatis terpental dengan badan masing-masing menghantam kaca jendela kafe tersebut. Liu hampir hilang kesadaran, namun Fabio nampaknya masih mempertahankan kesadarannya dan memeluk Liu erat untuk melindungi budak cina itu dari benda-benda yang beterbangan akibat ledakan.
Langsung saja keadaan berubah menjadi kekacauan, orang-orang yang tadinya berlalu lalang segera lari kalang kabut tanpa mempedulikan korban yang terkena dampak dari ledakan tersebut. Tak sedikit yang tertindih benda-benda yang terlempar dari kafe dan bangunan-bangunan disekitarnya, karena memang ledakan itu cukup besar.
Tapi beruntungnya posisi Liu dan Fabio hanya terkena dampak ledakan, bukan berada di inti ledakan. Tentu saja, ledakan sebenarnya terjadi dibawah tanah.
Fabio tersungkur di tengah jalan dengan posisi memeluk Liu, dia segera duduk dan mencemaskan keadaan orang yang dipelukannya. "Liu? Kau terluka?" lelaki italia tersebut menatap wajah Liu.
Ekspresinya berubah ketika melihat wajah Liu terluka, nampaknya pecahan kaca menggores wajah manis budak tersebut, belum lagi tubuhnya kotor karena debu yang disebabkan ledakan tersebut. Liu membuka matanya perlahan, rasanya sekujur tubuhnya gemetar tapi dia melihat ekspresi ketakutan Fabio dan hal itu memicu Liu untuk bersikap bahwa dia baik-baik saja.
"Tenang... Aku hanya kaget." Liu mencoba duduk sendiri. "Yang lebih penting, ayo kita menyelamatkan diri." Ujarnya, melirik keadaan sekitar, ini sudah sangat kacau, api pun berkobar melahap bangunan yang nampak sangat lezat baginya.
Liu tidak bisa berlama-lama di sini, mengabaikan dahinya yang perih dia berusaha berdiri, terlebih lagi Fabio juga mengalami hal yang sama yaitu pendarahan pada bagian dahinya.
"Fabio, ayo pergi!" desaknya pada lelaki itali yang masih duduk dan mematung di tempat itu. "Li—liu... Kaki ku lemas..." ujarnya lirih seraya menatap kobaran api yang kian membesar.
Sialnya malam ini berangin, membuat si jago merah semakin menunjukkan taringnya seolah dia lah sang penguasa.
Mendengar pengakuan Fabio, Liu tidak bisa berkata apa-apa. Lelaki manis itu memutar otak sejenak, apa yang harus dia lakukan disaat seperti ini? Agak mustahil jika harus menggendong Fabio yang mana memiliki badan lebih besar darinya.
'Tapi jika tidak dicoba, aku tidak akan tau!' dia melakukan perkelahian batin dengan dirinya sendiri.
Sayangnya sebelum itu benar-benar dilakukan oleh Liu, terjadi sebuah ledakan baru.
Dhuar!
Liu segera memeluk Fabio karena suara ledakan tersebut, beruntung karena ledakan itu berjarak tidak terlalu dekat dengan mereka. Meski pun begitu, tetap saja partikel-partikel kecil beterbangan ke arah mereka begitu saja.
Liu merasakan beberapa batu seperti menghujani punggungnya.
"Liu... jangan pergi..." Fabio memeluknya erat dan mencengkram baju anak tersebut dengan kuat.
Budak cina ini semakin pusing, bagaimana dia bisa mengangkat Fabio jika lelaki ini bahkan tidak mengizinkannya untuk bergerak.
Lagi pula, dia tidak tau Fabio memiliki semacam ketakutan seperti ini! Dia takut ledakan? Api? Atau apa?! Zian tidak pernah mengatakannya dan Fabio juga tidak pernah bercerita.
"Fabi, jika disini kita bisa mati!" Liu geram dan setengah membentak.
Sekarang bahkan kobaran api sudah mengelilingi mereka, beberapa orang mencoba memadamkan api tapi nampaknya mereka masih waspada dengan ledakan susulan.
Sebenarnya seberapa gila tempat ini?!
Duar!
Kali ini ledakan lain terdengar lagi, Liu melihat sebagian jalanan runtuh kebawah, menandakan disana terdapat ruangan yang cukup besar—sumber ledakan.
Liu tidak ingin mati disini!
Bugh!
Dia melihat seseorang terpelanting tak jauh dari posisinya. Liu bergidik ngeri, apa ini adalah mayat yang nyasar akibat ledakan?
Namun matanya membelalak kala orang tersebut bangkit—hei, Liu kenal dengan perawakan itu! Meski dengan wajahnya yang di tutupi sebagian topeng, Liu merasa yakin dengan badan gagah dan rambut hitam legam itu!
"Félix?!" dia setengah memekik. Pria yang bangkit dengan penampilan jauh dari kata bagus tersebut menoleh seolah ikut kaget mendengar namanya disebut. Mata Félix lalu tertuju pada orang yang tengah memeluk Liu. "Liu, bawa dia pergi." Félix memberi perintah kala melihat kondisi Fabio.
'Bagaimana caranya aku membawa orang ini kapten?!!' rasanya Liu mulai mirip seperti Zian. Merasa jengkel dengan perintah seenaknya Félix.
"Tunggu sebentar." sambung Félix lagi lalu dia nampak melompat diantara kobaran api. Liu samar-samar dapat mendengar suara senjata beradu dan beberapa tembakan peluru.
Kaki Liu gemetar, bagaimana jika ada peluru yang akan mengenainya?
Dia benar-benar harus pergi dari sini!
"Liu..." suara Fabio kembali terdengar.
Argh! Liu gemas! Dia harus mengangkat pria ini apa pun yang terjadi!
Sedangkan di sisi lain dimana api berkobar tak kalah panasnya, sebuah pertarungan panas juga terjadi. Seorang laki-laki nampak mengayunkan pedang besarnya dengan lincah, menghantamkan benda tajam itu pada beberapa lawannya.
"Mengacaukan pertemuan organisasi lain, bukankah itu sangat melanggar kebijakan yang selama ini di besar-besarkan oleh Tuan mu, hei anjing Hades." Ujar salah seorang di antara mereka.
Napas Félix memburu, badannya tidak dalam kondisi bagus sama sekali, pada kakinya bersarang peluru dan sekujur tubuhnya hampir tertutup oleh darah. Tapi Félix tidak akan menyerah begitu saja, setelah mengacaukan pertemuan orang dan memicu beberapa ledakan demi memperbesar kerugian pada musuhnya tentu saja Félix mendapat banyak perlawanan.
Bahkan dia tidak yakin masih bisa selamat setelah ini.
Akan tetapi, jika tidak dicoba siapa yang tau bukan?
"Kebijakan itu adalah urusan Tuanku, menghancurkan kalian adalah urusanku. Akan ku tanggung hukumannya."
Dan pertarungan pun tak terelakkan.
Sedangkan Liu saat ini,
"Baiklah, Fabi, pegang yang erat oke? Aku akan menerobos api ini dan melindungimu sampai ke tempat yang aman!" ujarnya nampak optimis membawa Fabio di punggungnya. Meski pun berat, tapi dia harus mengerahkan seluruh tenaganya saat ini.
Liu bukan orang yang tidak peduli dengan keselamatannya demi orang lain.
Jika disuruh menyelamatkan nyawa sendiri atau nyawa Fabio.
Tentu saja,
Pilihannya adalah, menyelamatkan kedua nyawa itu karena dua-duanya tak ada yang pantas untuk dikorbankan!
Liu mulai berjalan dan mencari jalan keluar diantara reruntuhan, ini bukan hal mudah karena jika dia menginjakkan kaki ditempat yang salah maka ada resiko dia dan Fabio terjatuh ke dalam lubang yang Liu tidak tau sebesar apa.
"Tenang lah Liu, semua pasti akan baik-baik saja." Dia mencoba menyemangati dirinya sendiri. Liu bahkan sudah tidak sadar bahwa kakinya melepuh karena menginjak api-api kecil yang menghalangi jalannya. Sedangkan Fabio benar-benar tidak bisa diandalkan, dia nampaknya memang memiliki semacam ketakutan terhadap api, atau ledakan? Liu tidak tau. Dia akan meminta penjelasan setelah ini.
Bugh!
Liu terjerembab jatuh ketika kakinya tersandung oleh sebuah tiang yang sudah rubuh. "Fabi? Kau baik-baik saja?" dia berusaha bangkit dan meraih tubuh Fabio yang tergeletak tanpa tenaga.
Namun tanpa Liu sadari.
Sebuah kayu yang masih terbakar sedang bersiap untuk jatuh ke kepalanya.
Seolah merasakan bahaya, Liu refleks menoleh dan mendapati papan kayu yang biasa menggantung di depan toko sudah siap menjatuhinya.
'Tuhan, aku masih mau hidup!' pekik Liu meski tanpa suara. Lelaki manis itu sudah bersiap menyilangkan kedua tangan nya ke atas. Setidaknya, dia tidak ingin benda panas itu menindih kepalanya atau tubuh Fabio. Meski Liu sendiri gemetar hebat.
Namun beberapa detik setelah itu dia tidak merasakan adanya sesuatu yang menjatuhinya. Lelaki manis tersebut mencoba membuka mata perlahan dan seketika dia terbelalak kaget kala mendapati dua orang pria sedang menahan papan berapi itu.
"Hei kapten, keadaanmu memprihatinkan sekali." ujar salah satu diantaranya seraya tersenyum sinis.
"Kau lebih memprihatinkan, Romeo." Balas Félix seraya menyingkirkan kayu tersebut dengan satu lengannya.
Liu gemetar melihat hal tersebut, dan yang sangat mengejutkan adalah Romeo datang disaat seperti ini!
Mendadak Liu takut.
Takut jika Romeo memanfaatkan situasi dan melemparkannya ke api agar dia terbunuh? Lalu dia melapor pada Zian dan yang lainnya kalau Liu mati karena ledakan. Dia pasti bisa bekerja sama dengan Félix karena Félix juga nampak tidak menyukai Liu!
Baiklah, pikiran Liu sangat liar.
Tapi Liu melihat Romeo hanya meliriknya sekilas. Lalu melirik pria yang dipenuhi darah disampingnya seraya berkata,
"Nampaknya aku harus membantumu, kapten."
.
TBC
.
Akhirnya ak bisa upload disela kegiatan UTS yang sungguh minta dihujat :)
Aku harus bisa lebih rajin up T^T
Btw, work Bastard Villain akan aku tarik sementara untuk melakukan revisi dan mungkin ceritanya bakal ada perubahan, setelah vakum sekian lama aku akan mulai menggarap kisah itu lagi tapi dengan pengemasan(?) /apasih anjir/ yang berbeda.
Intinya, bakal aku padetin mungkin dan jdi lebih sedikit + alurnya agak berubah.
Udah itu aja, sampai jumpa next chapter T^T
Aku besok presentasi, doain ya gaes :<
See u~
OHIYA SELAMAT ULANG TAHUN SUAMI AKOH KAEYA .g //plak
Udah nih, beneran mau nugas T^T
Senin [18.25]
Kalsel, 30 November 2020
Love,
B A B Y O N E
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top