XXIX - Kebohongan Kecil
Typo is art. Komen kalian penyemangat ditengah UAS
.
Liu membuka mata perlahan, merasakan seseorang memeluknya dengan erat sampai-sampai dia susah bernapas. Wajah pertama yang dilihat Liu adalah wajah pria yang tadi malam menghabiskan waktu panas bersamanya dengan tak berperikeLiuan.
Ah itu Romeo!
Ingin rasanya Liu kabur dari anak ini, tadi malam sama sekali tidak menyenangkan, ditambah dengan bau rokok dan alkohol pada mulutnya. Liu menyayangkan hal itu, jika saja dilakukan dalam keadaan sadar pasti rasanya nikmat sekali.
Dasar Liu, tetap saja tidak ada kapoknya.
Budak berwajah manis itu segera beringsut melepaskan diri dari pelukan pria dihadapannya namun pelukan itu terlalu kuat. Liu menggerutu dalam hati, nanti saat terbangun maka dia yang akan ditendang oleh Romeo, partner tak ada akhlak.
"Liu...?"
Liu mengedip-ngedipkan matanya, suara lembut yang memanggil ini—
Pasti Fabio!
"Fabio?" ujar Liu terlihat sangat senang. "Ya?" sahut sang lawan bicara. Liu menghela napas lega, ternyata Fabio sudah kembali, dia bisa mendapatkan perlakuan lebih baik oleh pria yang lebih lembut itu. Setidaknya tidak akan ada adegan drama 'Kenapa kau ada disampingku dasar bocah lelaki gay menjijikkan'.
Entah kenapa Liu sudah bisa membayangkan sumpah serapah apa saja yang akan dilayangkan Romeo.
Fabio yang baru terbangun sepertinya sedikit kebingungan dengan keadaan mereka berdua saat ini, Liu adalah yang paling malu sekarang, tubuh mereka berdua dipenuhi bau cairan cinta, dan pinggang Liu rasanya sakit sekali.
Namun beruntung sekali Fabio bukanlah tipe yang kan mempertanyakan alasan mengapa mereka di posisi begini. Pria berdarah itali itu segera duduk dan menatap Liu yang masih dalam posisi tidur disampingnya. "Fabio, kenapa?" tanya Liu menatap pria itu.
"Ayo mandi, sepertinya bau kita tidak enak." Fabio tersenyum kemudian menyibakkan selimut yang menutupi Liu. Benar saja dia melihat tubuh Liu penuh tanda-tanda merah bahkan ada beberapa bagian yang lebam dan membiru. Liu sendiri bahkan tidak habis pikir bagaimana dia bisa tertidur dalam keadaan yang mengenaskan seperti itu.
Tanpa pikir panjang, Fabio segera mengangkat tubuh Liu, "Liu, maafkan aku." Ujarnya pelan seraya membawa Liu menuju kamar mandi, lelaki berdarah cina itu tersenyum kecil seolah tidak terjadi apa-apa.
"Tidak masalah, aku senang melakukannya bersama mu meski bukan dirimu."
***
"Liu, kau yakin baik-baik saja?" Fabio terlihat cemas melihat lelaki berusia 20 tahun itu turun dari mobil dengan tertatih-tatih, tentu saja bagaimana caranya berjalan dengan benar saat anus dan pinggangmu terasa nyeri. "Jangan khawatir Fabi, aku akan segera istirahat." Ujar Liu menenangkan. Pria itali itu tampak memasang wajah bersalahnya. Meski ini bukan benar-benar salah dia, tapi adalah salah Romeo. Dan tentunya salah Liu sendiri yang memiliki bermain-main dengan seekor singa.
Tak mau membiarkan Liu sendirian, dia pun akhirnya berjalan dan membantu memapah Liu. Niatnya ingin menggendong Liu akan tetapi Liu menolaknya, sepertinya dia juga cukup malu digendong saat ini.
Sementara itu didepan pintu rumah mereka sudah melihat pria berambut hitam sedang menunggu mereka di depan pintu, "Kalian setidaknya berkabarlah jika menginap, terutama kau Liu."
Baru datang sudah disemprot Zian, Liu kuat.
"Aku tidak tau, Liu juga tidak tau." Jawab Fabio seolah tak terima Liu-nya disalahkan.
Fabio bucin.
Zian terlihat masih menatap mereka berdua dengan tatapan seksama, "Lalu apa yang terjadi dengan Liu ini?" tanyanya melihat keadaan Liu yang berjalan tertatih. "Bukan aku." Jawab Fabio cepat apalagi melihat ekspresi Zian yang mendelik ke arahnya.
"Ah Zian, ini hanya karena 'bermain' terlalu keras." Liu menjawab dengan agak kaku. Dia terlihat seperti sedang dipergoki selingkuh oleh kekasihnya saat ini—Liu, berhenti halu astaga.
Wajah Zian langsung berubah, dia kemudian mendekati Liu dan menyentil dahi anak itu. "Kenapa selalu begitu? Kau bukan masokis kan?" dia gemas dengan keadaan Liu yang hampir tak pernah benar jika berurusan dengan Romeo.
"Mana mungkin begitu." Liu setengah menggerutu. Tuduhan macam apa itu—padahal jika diingat-ingat Liu memang cukup menikmati sebuah permainan kasar.
Menurut Liu itu sangat seksi dan menggairahkan.
Baiklah sampai sini kita tau bahwa otak Liu memang ada yang tidak beres.
Fabio terlihat memeluk Liu dari belakang dan menatap Zian, "Jangan memarahi Liu, dia tidak salah apaun."
Ah Fabio, kau hanya membuat kehaluan Liu semakin menuju level yang berbeda.
"Kau juga sama saja, setidaknya jaga lah Liu dengan baik." Kali ini Zian ikut menyemprot Fabio. Lelaki cina ini memang yang paling antik dirumah.
Entah perasaan Liu saja atau mereka memang semakin hari semakin terlihat akrab, yah Liu senang sekali melihatnya.
Meski sampai sekarang dia sendiri masih belum siap untuk mengakrabkan diri dengan Félix, pria meksiko itu agak sedikit menakutkan dan sulit untuk di dekati.
Tapi selain dari Félix, dia sudah bisa beradaptasi dengan mereka semua.
"Liu kau kenapa lagi?"
Liu memberikan cengiran pada pria rusia bertubuh tinggi dihadapannya, Justin melepaskan kacamata dan menatap Liu seolah menyidangnya. "Apa? Kau disiksanya?" Justin melirik ke arah Fabio yang masih setia berdiri didekat Liu. "Bukan aku!" Fabio menatap sengit Justin yang nampak menyalahkannya.
Pria rusia itu memang menatap Fabio seolah menghakimi, yah Liu tidak paham juga entah kenapa rasanya seperti Justin ini mencurigai semua orang di rumah. Ada-ada saja.
"Sudahlah kalau begitu tinggalkan saja Liu disini, Zian memerlukanmu." Justin melirik ke arah ruang tamu yang mana sepertinya Zian sedang memikirkan beberapa hal terkait misi. Seharusnya dia berdiskusi dengan Félix, sayangnya Félix masih dihukum. Yah meski itu hukuman yang diberikan juga oleh Zian bahwa Félix tidak boleh pulang ke rumah untuk sementara waktu.
Fabio sepertinya kurang setuju dengan perintah Justin, dia ingin terus menempeli Liu seperti parasit sepanjang waktu, tapi sayangnya dia juga harus segera menghampiri Zian. Liu bersyukur setidaknya Fabio masih tau akan pekerjaan dan posisinya.
Bisa gawat jika Fabio ingin keluar dari tim ini untuk membangun rumah tangga yang sederhana dan bahagia bersama Liu.
Liu, halu mu semakin hari semakin tinggi.
"Baiklah, Liu aku akan ke tempat Zian sekarang." Fabio menatap Liu meski dengan tatapan berat berpisah. Liu mengangguk, "Aku akan istirahat ditempat Justin." Sahutnya. Pria italia itu kemudian memeluk Liu dan mencium dahinya,
"Liu, aku menyukaimu."
Wajah Liu memerah. Oleng memang jalan ninjanya.
Seketika Liu merasa berdosa karena kadang bersama yang lain, apa dia terlihat seperti seorang istri yang selingkuh—cukup Liu. Stop sampai disini.
Sedangkan dokter yang melihat adegan itu hanya membuang napas nya malas. Drama macam apalagi ini.
Setelah Fabio pergi, Liu segera berbaring ke ranjang untuk di periksa oleh Justin, pria itu kemudian mendekati Liu dan membawa obat yang sudah dia racik. "Minum obat saja, sepertinya tidak ada bagian dari dirimu yang terluka parah." Ujarnya sedikit cuek. Liu meringis, sepertinya Justin juga jengkel terlalu sering mengobatinya.
Lelaki berwajah manis itu menurut dengan apa yang diperintahkan padanya, dia segera minum obat kemudian berbaring lagi. Justin menarik kursi dan duduk menghadap Liu. "Jadi, Romeo memukulimu?" tanyanya.
Liu meringis, kenapa Justin sekarang ikut-ikutan protektif, ah Liu jadi bingung memilih siapa. Baiklah, bahkan Liu sendiri pun ingin muntah dengan imajinasi halunya. Daripada protektif, Liu merasa ini mencurigakan, apa yang sebenarnya ingin Justin sampaikan dari percakapan mereka ini.
"Tidak—atau iya ya." Liu menggumam sendiri. Maksudnya dia begini karena Romeo mabuk lalu bercinta dengannya, tapi saat bercinta Romeo juga memukulinya. Bagaimana menjelaskan ini pada Justin.
Ah Liu kau terlihat seperti orang yang takut dihakimi pacarnya saja.
"Aku dan Romeo melakukan hal 'itu' saat dia mabuk, dan dia sangat kasar." sangat kasar sampai-sampai Liu semakin terangsang. Iya bodoh memang. Setelah itu pingsan.
Justin mengerutkan keningnya, "Romeo melakukan itu?" dia seolah tak percaya. "Tapi dia sedang mabuk." Sambungnya kemudian. Pria itu menghela napas. "Liu, kau dengan Romeo itu memiliki hubungan kurang baik, jika ingin bersamanya hindari hal-hal yang membuat dia marah. Meski normalnya dia akan selalu marah denganmu." Celoteh Justin seraya menyentil dahi Liu.
Rasanya wajah Liu kembali memerah, kadang dia deg-degan dengan sikap cuek tapi perhatian milik dokter rusia ini.
Mereka berdua kemudian terlibat dalam keheningan yang agak lama. Justin berdiri dan membuka jendela tak jauh dari tempat Liu berbaring, sepertinya agar Liu tidak merasa mabuk dengan bau obat-obatan di kamarnya.
Mata Liu menoleh ke samping, cuaca terlihat cerah dengan awan yang indah serta langit yang biru. Ah Liu baru menyadari disamping kamar Justin ada sebuah pohon, disana ada burung yang bertengger. Kemudian Liu melihat Justin mengambil sesuatu dari lacinya dan melemparkan keluar jendela.
"Justin, kau memberi makan burung-burung itu?" tanya Liu. "Ya, kenapa?" Justin menoleh.
Liu makin berpikir kalau pria ini sangat manis dan lembut. Tak kalah manis dari Fabio, hanya sedikit cuek saja.
Terlihat sepasang burung langsung terbang mendekati Justin, Liu terkekeh kecil melihat hal itu, sepertinya Justin sangat akrab dengan hewan kecil itu. Melihat sepasang hewan, seketika Liu teringat sesuatu.
Tentang dompet Fabio yang dia lihat kemarin malam.
"Apa aku boleh bertanya sesuatu, Justin?" ujarnya mulai membuka percakapan lagi. Justin terlihat sudah menyelesaikan acara memberi makan burungnya. Dia menatap Liu dan dan mengangguk sekilas, "Mau bertanya tentang obat-obatan?"
Bukan!
Liu mendengus, apa dia terlihat sangat pintar untuk memahami semua yang akan dijelaskan Justin tentang obat-obatan padanya?
"Tentang Fabio." Ujarnya. Justin hanya diam. "Aku melihat isi dompetnya tidak sengaja, lalu melihat gambar dua orang."
Seolah sudah paham dengan maksud dari pertanyaan Liu, Justin pun menghela napas lagi ntuk kesekian kalinya. Dia lalu naik ke ranjang Liu dan berbaring di samping lelaki manis itu. "Aku tidak terlalu tau tentang dia, tapi mungkin aku bisa memberitahukan padamu sesuatu." Justin melirik Liu dengan wajah mereka yang sangat dekat.
Sudah dipastikan Liu oleng lagi.
Clek
Pintu kamar terbuka. "Liu apa sudah selesai?" ah itu suara Fabio.
Baru saja Liu ingin menyahut, mendadak Justin mencium bibirnya dan kini tiba-tiba sudah ada diatas Liu. Sang budak kaget dengan perlakuan itu. Justin seolah menyuruhnya untuk menutup mulut.
Dan seperti dugaan, Fabio mendapati adegan keduanya diatas ranjang. Dia terdiam. Justin melepaskan ciumannya lalu menoleh pada Fabio,
"Maaf Fabi, ini giliranku." Ucapnya dengan santai.
'T—tunggu! Kenapa tidak bilang-bilang, Justin?!' ini adalah jeritan hati Liu yang polos.
Jika tau kalau begitu kan Liu akan bersiap-siap dulu dan siap memberikan yang terbaik.
Cukup Liu, cukup!
"Cih." Fabio mendecih lalu pergi keluar meninggalkan mereka dengan membanting pintu kamar Justin.
Liu mengedip-ngedipkan mata, "Anu.. Justin, jika kau menginginkannya aku masih bisa meladenimu."
Ctak!
Bukannya mendapat jawaban Liu malah mendapat hadiah jitakan pada dahinya. "Bodoh, mana mungkin aku melakukan itu pada Liu yang sedang kesakitan?" ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Inilah yang terkadang membuat Liu agak tidak enak dengan Justin, padahal dia budak Justin juga tapi sering datang kepada Justin dengan keadaan yang sudah kelelahan atau bahkan terluka. Bukannya menyenangkan Justin, Liu malah merasa bersalah karena dia selalu membebani pria rusia tersebut.
Dia kembali berbaring di samping Liu. "Lagi pula, aku sudah menyetujui akan menjawab pertanyaanmu." Dia tersenyum pada Liu.
Sial, jantung Liu lemah melihat senyuman Justin.
"Hmm.. Aku mulai dari mana ya."
***
Hujan diluar nampak terdengar cukup deras, orang-orang yang berlalu lalang dijalan mulai menarik diri dari jalanan dan mencari tempat untuk berteduh.
Awan terlihat masih enggan untuk menyingkir dari langit dan malah memanggil kawanan awan hitam lainnya untuk berlomba-lomba membasahi bumi dengan jutaan tetes air.
Dan diantara yang berlalu lalang disana ada Liu yang sedang bersama dengan seorang pria di dalam mobil.
Tenang, Liu tidak bersama om-om cabul.
Lelaki manis itu menatap ke luar memperhatikan bahwa jalan yang biasa di penuhi oleh pejalanan kaki mulai sepi.
"Apa kau kedinginan?" suara lembut menyapa pendengarannya. Liu menggeleng, "Tidak, aku hanya melihat suasana diluar." Jawabnya. "Jika kau kedinginan, aku bisa memelukmu." Ujar si penyetir lagi.
Liu terkekeh, "Fokus menyetir, Fabio." Dia berujar gemas dan disambut kekehan pula oleh Fabio.
"Aku mengantuk karena Liu sedari tadi diam. Apa pemandangan diluar lebih menarik?" terdengar nada merajuk disana.
Kadang Liu merasa dari pada menjadi budak atau pasangan, dia terlihat seperti babysitter untuk Fabio.
Bagaimana tidak, Fabio yang terus menerus menempel dengan Liu kecuali jika dia dipisahkan paksa oleh Zian atau oleh misi. Yah terkadang Karel juga suka menculiknya diam-diam dan membuat Fabio memasang ekspresi kemusuhan dengan pria paling muda dirumah itu.
"Baiklah, aku akan mengajakmu bicara." Liu tertawa kecil.
Mereka berdua kemudian terlibat pembicaraan random, apapun dibahas yang penting Liu sudah menunaikan tugasnya untuk menemani Fabio bicara.
Sampai pada sebuah pertanyaan yang agak sensitif, Liu memberanikan diri untuk bertanya pada Fabio.
"Hei Fabi, Romeo itu siapa?" dia bertanya pelan.
Diluar dugaan, reaksi Fabio nampak biasa saja.
"Dia saudara ku."
.
TBC
.
Astaga mau post ini penuh perjuangan dan kebetean, sumpah ya aku udah publish pas ku cek kepotong dan ilang :") Untung sempet aku unpub, bisa malu aku kalo cuma muncul separo-separo dan ancur :")
Wattpad aku salah apa T.T
Dahla, intinya maaf aku telat up, up malem-malem gini ada yang masih melek gak sih :") Ku trobos ajala, besok mau kerjain UAS hikd jadi takut gasempet up.
Daaaannn terimakasih buat semua pembaca yang nemenin sampe sekarang, kalian penyemangat bangett. Lalu makasih buat orang-orang yang kemarin ngasih kesan ttg cerita ini <3
AKU SAYANG KALIAN SEMUAA~! Bukan cuma mereka diatas, aku sayang semua yang nemenin aku dengan ocehan2 mereka di kolom komentar, mood banget <3 Dan buat sider, aku juga berterimakasih karena udh mau nyempatin diri mampir disini >~<
Gatau kenapa pen bilang makasih aja, padahal mah ending masih jauh :")
Dah aku UAS ya gaes, mungkin chap depan akan sama ngaretnya yah sehari dua hari deh, hehe.. Tapi aku janji up kok >~< Mingdep Spin Off nya Fabio yes
See you next chap~ Mwah mwaahh~
Minggu [23.00]
Kalsel, 27 Desember 2020
Love,
B A B Y O N E
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top