XXIV - Tubuhnya Masih Ingat
Typo is my ninja way :)
.
"Kenapa saat terbangun aku malah berada di posisi menjijikan ini bersama laki-laki?"
Liu langsung membatu di tempat kala mendengar suara berat yang nampak penuh kebencian ini. Dia mengingat suara familiar ini, meski pun hanya pernah bertemu dengannya satu kali. Jadi ternyata memang bukan mimpi, laki-laki ini.
"R—romeo...?" Liu nampak bersuara pelan, suara yang tidak akan terdengar oleh tim pengintip di balik tembok sana. Si pemilik nama Romeo hanya tersenyum jijik sambil mencengkram Liu makin kuat, "Aku tidak tau apa yang terjadi sebelumnya, tapi hei sampah, tak bisa kah kau tidak menempel pada tubuhku terus menerus. Kau menjijikkan." Bisiknya dengan nada penuh kebencian. "Ma—maafkan aku." Lirih Liu kaku.
Nampaknya Romeo cukup peka dengan suasana disekitarnya, sekilas melirik saja dia sudah bisa menemukan adanya tambahan dua manusia di rumah ini, siapa lagi jika bukan sang kaisar dan permaisuri tercintanya.
Romeo tidak mau muncul sekarang.
Jadi biarlah sementara dia akan tetap berpura-pura menjadi Fabio.
Tidak sulit menjadi Fabio, tentu saja.
Senyuman licik terpatri di wajah tampannya, lelaki berdarah itali tersebut menatap Liu yang ketakutan dengan ekspresi yang tak kalah menyeramkan. "Jika kau melapor, akan ku patahkan lehermu." Bisik Romeo dengan tangan yang bergerak ke leher Liu.
Si budak merasakan hal campur aduk, antara geli dan ketakutan menjadi satu. Napas Liu memburu dan jantungnya berpacu cepat. Tidak, ini bukan jatuh cinta. Ini murni perasaan takut dan was-was.
Nampaknya Romeo pun tidak jauh lebih baik dari Félix. Ya, jika selama ini Liu merasa bahwa Félix menyeramkan mungkin dia agak salah sangka karena ternyata masih ada satu orang yang juga tak kalah seramnya.
Tuhan, berikan Liu kekuatan untuk menghadapi lelaki ini.
Tapi memangnya apa masalahnya? Apa dia anti terhadap laki-laki? Atau hanya anti pada Liu?
Ah ini juga salah Liu karena dia lupa menanyakan secara detail tentang sosok galak ini. Seharusnya dia menanyakan tentang Romeo setelah mereka bertemu di bandara dulu. Tapi nyatanya Liu terlena setelah liburan singkat bersama Zian hingga melupakannya.
"Mm—R—romeo—" ucapannya terhenti saat mendapati mata Romeo menatap nyalang ke arahnya seolah siap untuk membunuh Liu kapan saja. Tangannya mencengkram tangan Liu semakin erat. "Siapa yang mengizinkanmu menyebut namaku, sialan?" bisiknya dengan suara rendah, mungkin dia berbisik karena tidak ingin ketahuan oleh para penguping di ujung sana.
Tunggu dulu, Liu malah panas dingin mendengar suara Romeo yang masuk ke telinganya itu.
Lelaki asal cina tersebut meneguk ludahnya kasar.
TUHAN! LIU PANAS DINGIN KARENA FABIO VERSI SERAM INI!
Entah harus menyebut Liu bucin atau memang dia masokis.
Romeo mengerutkan alisnya saat melihat wajah Liu hijau-kuning, "Apa kau ketakutan?" tanyanya sambil mencengkram rahang Liu. Wajah mereka sangat dekat sampai-sampai Liu bisa merasakan hangatnya napas lelaki itu.
Entah insting dari mana Liu malah mengangguk dan seketika membuat Romeo menarik sudut bibirnya sinis. Berbeda dengan Fabio yang tidak ingin Liu takut, nampaknya Romeo senang melihat lawan bicaranya ketakutan.
Wajah Liu memerah tanpa disadarinya, bukan karena dia demam, tapi sungguh itu semua karena senyuman Romeo.
Sudahlah... Liu ternyata tidak pantas untuk di khawatirkan :)
Lelaki berdarah itali tadi nampak melirik lagi ke arah lain, "Ikut denganku." ujarnya seraya berjalan santai seolah dia adalah Fabio yang tenang dan kalem. Tapi tangannya masih mencengkram erat tangan Liu sampai pergelangan lelaki yang hari ini tepat berusia 20 tahun itu kini berwarna merah.
Tak mau mengundang masalah lain, Liu pun mengikuti Romeo. Entah dia akan dibawa kemana. Tapi dari arahnya nampak bahwa Romeo akan membawa Liu ke kamar.
Ke kamar.
Ke kamar.
Artinya berduaan dengan Romeo?
Liu langsung menggelengkan kepalanya ribut.
'Sadarlah Liu, apa yang kau pikirkan.' Dia merutuki dirinya sendiri.
Memang Liu adalah cerminan anak muda zaman sekarang yang selalu berpikiran jauh ke depan urusan hal seperti ini.
Sementara itu pihak yang mengintip pun nampaknya malah asik berbincang satu sama lain. Mungkin inilah alasan kenapa Romeo merasa sudah aman untuk membawa Liu pergi.
"Tidak kah kalian merasa Fabi dan Liu sangat dekat?"
"Ya, Fabi sering mencuri Liu dariku." Karel menyahut ucapan sang kaisar dengan nada jengkel sambil mencengkram tembok. "Kalian berdua serakah sekali." Justin menggelengkan kepalanya seraya berdiri dengan benar, lelaki tersebut meregangkan tubuhnya karena sudah cukup lama mengintip.
Sedangkan Zian hanya terkekeh, "Liu memang sangat manis." Ujarnya dengan ekspresi bangga seolah Liu adalah putra yang dia besarkan sepenuh hati. Félix melirik sejenak, "Benarkah?"
"Benarkah apa? Hei kapten pertanyaanmu tidak jelas." Zian mendengus akibatnya. Sedangkan Younghye hanya menggeleng-gelengkan kepalanya lalu menyentil dahi Zian. "Jangan terlalu galak, nanti kau tidak akan menikah." Ujarnya dengan ekspresi serius.
Langsung saja Karel dan Justin tertawa paling nyaring, Yuan menutup mulutnya menahan tawa kala dia melihat ekspresi anak angkatnya yang ditegur oleh istrinya tersebut. "Aku tidak mau menikah juga." Ujar Zian kepada orang yang menjadi ibu angkatnya itu.
"HEI!" suami istri ini kompak meneriakkan hal yang sama dan melotot ke arah Zian.
"Tidak boleh begitu, aku juga mau mendapatkan cucu dari anak sulungku." Sambung Younghye sambil melakukan pose seolah dia sedang menggendong bayi. "Iya 'kan Yuan?" dia seolah meminta pembelaan dari suaminya."Tentu saja, meski pun kalian hanya tau bekerja dan berkelahi tapi aku harap suatu hari nanti kalian menikah dengan orang yang kalian cintai." Yuan nampak cukup bijak.
"Apa jika menikah kami akan diberhentikan?" Justin bertanya kali ini. Dan senyuman pun tercetak di bibir Yuan, senyuman yang nampak mengerikan di mata para pelayan, "Mana mungkin. Kalian akan mengabdi padaku sampai mati."
Justin bergidik ngeri mendengar titah tersebut. Mungkin jika urusan kekuatan, tuannya ini bukanlah yang terkuat di dunia bawah, tapi jika urusan karisma maka Justin berani mengatakan tidak ada yang bisa mengalahkan pasangan suami-istri ini.
"Sampai kalian mati atau sampai kami mati?" celutuk Karel dengan cengirannya. "Sampai kalian mati, bocah nakal." Gemas, Yuan pun menjewer telinga si bungsu dengan keras. "Aww aww sakit." Karel meringis sambil meminta pertolongan pada rekan tim dan permaisuri tersayangnya namun sayang semua rekannya malah mengacungkan jempol kepada sang kaisar.
"Potong saja telinganya." Ini adalah Justin. "Pedostin sialan." Jerit Karel.
Zian melirik ke arah Liu dan Fabio harusnya berada namun sayang dua insan itu sudah tidak terlihat. "Mereka sudah pergi, apa Fabi membawa Liu ke kamarnya?" Zian mengerutkan alisnya. "Kemana lagi memangnya jika bukan kesana? Aku yakin mereka sedang melakukan hal panas sekarang sebagai hadiah ulang tahun Liu." Younghye bertepuk tangan kegirangan.
Tentu saja tidak ada yang menyadari jika Liu tidak bersama Fabio melainkan Romeo.
Dan tidak ada yang tau apa yang mereka berdua lakukan di dalam kamar.
"Ah sayang sekali padahal aku juga ada sesuatu yang dibahas kesini." gumam Yuan seraya berjalan ke arah ruang tamu dan di ekori oleh istri tercintanya.
Dengan cekatan, Zian segera membersihkan meja di ruang tamu. Sungguh, dia terlihat seperti ibu-ibu. Sedangkan Félix, Karel dan Justin pun duduk di sofa setelah Yuan dan Younghye duduk terlebih dahulu.
"Tapi tidak masalah, kalian saja cukup. Kalian bisa menyampaikannya pada Fabi nanti." Yuan mengangkat satu kakinya menindih kaki yang lain, memberikan kesan angkuh meski dia saat ini hanya memakai pakaian kasual.
Younghye melirik Yuan sambil cemberut, "Kau bilang kita kemari hanya untuk Liu, ternyata ada niat tersembunyi lagi ya." dia menyipitkan mata. "Sekali dayung dua pulau terlewati, begitu sayang." Yuan memberikan senyuman lalu kecupan pada dahi istrinya.
Jiwa jomblo Karel meronta-ronta.
Kehadiran pasangan ini sungguh meresahkan.
"Aku juga mau segera menikah. Nikah kan aku dengan Liu sekarang juga, permaisuri."
Younghye tersedak teh yang baru saja dia dapatkan dari Zian kala mendengar permintaan pelayan paling muda itu. "Kau bahkan baru saja melewati umur legal. Lihatlah Justin, dia saja masih fokus dengan karirnya meski sudah berumur." Celoteh Younghye sambil menunjuk-nunjuk Justin.
"Anu... permaisuri, aku belum setua itu." ujar Justin pelan.
Umur 25 tahun itu masih muda 'kan? Tentu saja, tidak ada bantahan. Valid no debate.
"Proyek yang sedang ku kerjakan akhir-akhir ini, nampaknya ada beberapa pihak mulai bergerak untuk mengacaukannya." Yuan membuka pembicaraan dengan para pelayan. Félix selaku kapten tim ini menyimak setiap kata yang dikeluarkan oleh Yuan. "Aku tidak tau secara pasti tentang apa yang akan mereka lakukan, tapi dugaanku adalah mereka ingin mencari keburukan dari proyek ini." sambung Yuan lagi.
Memang selalu saja ada masalah yang terjadi antara manusia satu dengan manusia lainnya. Apalagi jika membahas tentang dunia bawah yang tentu tidak akan ada habisnya. Tempat dimana semua orang busuk berkumpul membentuk suatu komplotan atau pun menjadi rival yang saling menjatuhkan satu sama lain.
"Apa ada sesuatu yang mengancam?" tanya Félix dengan serius. Ketiga rekannya yang lain nampak hanya menyimak saja. "Tidak, ku rasa belum. Tapi aku harap kalian meningkatkan kewaspadaan mulai sekarang." Jawab sang tuan.
Karel nampak mengangkat tangan seolah ingin menyampaikan sesuatu, "Ya, Karel?" Yuan bertanya seolah mempersilakan anak paling muda itu untuk membuka suaranya. "Kalau begitu alangkah baiknya jika kita juga meningkatkan penjagaan terhadap kalian dan anggota keluarga kalian." Karel nampak serius sampai-sampai Yuan mengerutkan kening, ada apa dengan anak ini?
"Maka dari itu, apa aku boleh menjaga anak kalian?"
Refleks saja Zian menjewer pipi Karel yang tengah memberikan cengiran tak berdosa itu. "Slaine tidak perlu bocah sepertimu." Gemas Zian sambil terus menarik pipi Karel.
Yuan dan Younghye tertawa kecil. "Astaga sayang, apa Karel benar-benar ingin menikah segera? Aku tidak bisa menghalangi itu jika dia memang mau." Yuan tertawa gelak. "Tentu saja, izinkan aku jadi menantu kalian." Karel langsung semangat kala mendengar lampu hijau dari sang kaisar.
"Perlukah kita buat dia tidak sadarkan diri?" tanya Justin seraya mengeluarkan jarum suntiknya.
"Sebaliknya, apakah kau punya obat Sadar Diri? Atau obat Tau Diri. Nampaknya Karel perlu itu." cibir Zian dan disambut gelak tawa Younghye.
Nampak ruang tamu itu dipenuhi oleh tawa dan candaan. Yuan dan Younghye benar-benar pandai mengatur suasana, ada kalanya mereka serius dan ada kalanya mereka bisa santai layaknya anak dan orang tua.
Yah bagi pasangan ini, semua penghuni di rumah ini sudah layak untuk disebut anak mereka.
Sementara itu tanpa mereka sadari, dua orang lelaki tengah berada di kamar yang tertutup rapat.
Liu mengucurkan keringat dingin sedangkan Romeo nampak tersenyum—atau mungkin lebih tepat menyebutnya menyeringai. Lelaki itali itu menindih Liu sambil mencengkram lehernya.
Jangan berpikiran macam-macam. Ini bukan adegan tindih-tindihan yang panas dan erotis.
Liu benar-benar di tindih oleh Romeo layaknya seorang musuh.
"Aku sangat ingin membunuhmu, tapi melihat bagaimana dirimu bisa bertahan sejauh ini, pasti kau orang yang berharga bagi para gay menjijikan dirumah ini." cibir Romeo dengan nada yang sinis. Dia –Romeo, terus mencengkram leher Liu dengan satu tangannya, membuat lelaki berdarah cina itu kesusahan bernapas, belum lagi tubuh kecilnya di tindih oleh Romeo yang memiliki tubuh lebih besar darinya.
Napas Liu memburu, sesak rasanya. Belum lagi mendengar kalimat-kalimat jahat yang keluar dari mulut Romeo. Ugh.. Menyebalkan sekali.
Melihat keadaan budak di bawahnya yang nampak sekarat, Romeo melonggarkan cengkramannya. Namun kini dia beralih memasukkan jari telunjuk dan tengahnya ke mulut Liu. "Aku ingin sekali mencabut lidahmu yang menjijikan ini." ucapnya seraya menatap jijik ke arah Liu.
"Nghh...Ankhhh..." Liu merintih pelan sambil memicingkan matanya kuat saat kedua jari itu mengacak mulutnya tanpa sopan santun sedikit pun.
Tenanglah Liu, kau harus berpikir bagaimana caranya untuk keluar dari situasi ini hidup-hidup.
Beruntungnya di kamar ini tidak ada benda-benda tajam. Mungkin Zian sudah mengantisipasi hal ini, siapa tau Romeo datang disaat yang sangat tidak tepat. Dan benar saja seperti hari ini.
Liu tidak tau kenapa Romeo nampak sangat membencinya. Tapi sepertinya lelaki itu masih menghormati teman-teman dan tuannya, karena buktinya dia belum mengambil nyawa Liu.
'Félix, maaf karena aku mengira kau yang paling buruk.' Jerit Liu dalam hatinya.
Tentu saja Félix masih lah lebih baik. Meski pun seandainya Félix membenci Liu, tapi dia tidak menampakkan hal-hal seperti itu.
"Heee... Kau benar-benar seperti jalang." Cibir Romeo jijik saat melihat wajah Liu memerah kala dipaksa mengulum dua jarinya.
'Salah siapa sialan?!' lagi-lagi batin Liu menjerit namun sayang dia tidak mungkin mengeluarkan hal tersebut.
Ya, Liu masih ingin menikmati sinar matahari esok.
"Aku heran bagaimana bisa seseorang pria tertarik pada sesamanya, itu sangat menggelikan." Sekali lagi Romeo mencibir.
Mau bagaimana lagi, setiap orang punya ketertarikan yang berbeda. Menurut Liu ini bukanlah hal yang seharusnya membuat Romeo bingung. Liu sendiri pun awalnya tidak tertarik pada lelaki—atau mungkin dia memang tidak pernah tertarik pada siapapun.
Plak!
"Hei, perhatikan omongan ku sialan." Ujar Romeo setelah menampar wajah Liu dengan keras. Cukup keras hingga meninggalkan bekas merah pada pipinya. Liu meringis, dia salah apa? Lagi pula Romeo tau dari mana Liu menyimak atau tidak? Kurang ajar.
Liu tidak paham kenapa Romeo sepertinya sangat membenci laki-laki.
Tangan Romeo tadi kini kembali mencengkram leher Liu. "Akhh..." Liu tercekat. Dan Romeo nampak sangat senang melihat ekspresi tersiksa budak manis itu.
Bahkan kini Romeo sudah meletakkan satu lututnya diantara selangkangan Liu, menindih dengan berat tubuhnya hingga membuat Liu menjerit namun sayang jeritan itu diredam oleh cekikan pada leher yang semakin kuat.
Keadaan yang sungguh mengenaskan ini nampaknya membuat Liu berpikir mungkin dia akan mati sebentar lagi. Dia harap jika dia mati, tidak akan ada yang menangisinya—tapi bohong, tentu saja Liu ingin semua orang menangis karena kepergiannya karena itu berarti sebuah tanda bahwa dia pernah hidup dan mengisi hari mereka.
Munafik jika Liu tidak ingin ada yang sedih atas kematiannya, kucing mati saja ditangisi, tentu saja dia juga mau.
Mata Liu memicing kuat saat merasakan selangkangannya di tekan keras oleh lutut Romeo. Rasanya sungguh menyakitkan ketika organ vital itu di berikan tekanan yang kuat, rasanya seperti mungkin saja aset berharganya itu akan hancur.
"Bagaimana? Ini enak bukan?" Romeo menyeringai menatap wajah Liu yang kesakitan dibawahnya.
'Sialan, sini ku injak juga milikmu brengsek.' Sekali lagi, Liu hanya berani berteriak di dalam hatinya.
Cekikan terasa makin kuat, Liu makin kesusahan bernapas, bahkan wajahnya sudah berubah warna. Begitu pula dengan selangkangannya yang juga tak kalah menyiksa.
"A—akhh..." hanya rintihan yang dapat dia keluarkan sebelum akhirnya pandangan itu mulai mengabur.
Liu hanya berharap semoga dia masih bisa terbangun beberapa saat kemudian.
Dan lelaki manis itu benar-benar sudah tidak sadarkan diri.
Romeo yang melihatnya langsung menatap sebal, senyuman di bibirnya pudar dan diganti oleh decihan kesal.
Namun bukan hanya itu yang membuatnya kesal, dia melirik ke arah selangkangannya sendiri dan merasakan ada sesuatu yang sudah bereaksi disana sedari tadi. Langsung saja dia jijik pada dirinya sendiri.
"Nampaknya tubuh ini memberikan respon yang menjijikkan."
.
TBC
.
Ciee telat update :) Jadi gini gaes, kemaren mau update, tapi udah kemaleman dan tugas masih ada huhuhu :( Yaudah deh gajadi up. Mwehehe...
See you next chapter~
Komen kalian adalah semangatQ :)
Luv u all >~<
Selasa [18:20]
Kalsel, 10 November 2020
Love,
B A B Y O N E
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top