XIX - Aku (Bukan) Anjing Pelacak!
WOILAH BARU BISA APDET SETELAH DI BOMBARDIR TUGAS, PROKER, JADWAL NGAJAR, REVISI SURAT, DOSEN SELIN, ANAK MURID YG SELALU NGECHAT TIAP HARI, MAKALAH GAJELAS, PPT NGEHANG, DOSEN MELAHIRKAN, JADWAL DI GANTI, BELAJAR GAMBAR, UKM SENAM, KEBAKARAN HUTAN(?) .g.
Dah ah, langsung cus. Maap lama hiatusnya T^T Kalian lupa sama ceritanya? Gapapa, kita sama. Jadi ayo baca ulang bareng2 :) xD
TYPO ADALAH SENI DAN SENI ADALAH TYPO~
.
"Justin, apa aku boleh mati saja?"
"Apa yang kau ka—"
"HEI BOCAH KAU MAU MATI, HAH?!"
Teriakan kasar seseorang yang dari tadi beradu mulut dengan Justin membuat Liu merinding. Bagaimana tidak, dia nampaknya sama serius dengan Félix urusan nafsu untuk membunuh Liu.
Apa Liu seempuk itu untuk menjadi target pembunuhan? Yang benar saja.
"A—aku harus mulai dari mana?" suara Liu pelan dengan mata yang terus menjelajah ke seluruh bagian yang hanya di penuhi barang tersebut.
"Gunakan insting mu, mungkin?" jawab Justin dari ujung sana
Jangan bercanda! Memangnya Liu anjing terlatih?!
Beberapa saat sebelumnya, semua tidak sekacau ini.
Sebelumnya Liu berjalan dengan Fabi untuk mencari cara bagaimana menyusup ke bagian bagasi tanpa ketahuan oleh mata musuh yang nampaknya sangat waspada memperhatikan gerak-gerik semua orang.
"Liu, jangan sampai terpisah dariku, paham?" ujar Fabi dengan suara lemahnya. Lelaki yang selalu nampak seperti tidak memiliki gairah hidup itu menggeggam tangan Liu dengan erat dan membuatnya merasa aman.
Mereka pun terus berjalan hingga menemui sebuah titik dimana mereka bisa memastikan keadaan bagasi pesawat. Untuk saat ini masih tidak ada masalah yang mendatangi mereka. Meskipun Liu sudah panas dingin sedari tadi.
Tak jarang Liu menjadi kaget hanya karena ada orang yang lewat di dekatnya. Sungguh, keparnoannya sudah berada di level yang berbeda.
"Hei."
Rasanya seluruh tubuh Liu seperti tersengat listrik statis dari ujung kaki sampai ujung kepala ketika mendengar seseorang bersuara ke arah mereka. Dengan kaku, Liu menoleh kan kepalanya, dapat dilihat dengan jelas wajahnya sudah berubah menjadi hijau kuning.
Tanpa Liu sadari, Fabi sudah meraih tangannya dan membawa Liu berlari. "Tidak ada waktu untuk kaget." Ujarnya seraya berlari menyeret Liu menjauh.
"F—Fabi... Apa kita ketahuan?" tanya Liu sambil sesekali menoleh ke belakang lalu dia bergidik ketakutan melihat sedang dikejar oleh beberapa lelaki asing.
Tiba-tiba saja Fabi melepaskan tangan Liu dan berhenti dengan mendadak. Liu menjadi panik, apa Fabi akan berniat untuk menyerahkan diri?! Tunggu sebentar, itu mustahil. Lalu kenapa Fabi berhenti padahal dia sendiri yang menyuruh untuk berlari?
"Che!"
Hah? Sejak kapan? Sejak kapan Fabi bisa mendecih dengan ekspresi paling jengkel itu? Liu menatap Fabi dengan ekspresi kagetnya. Tak bisa Liu pungkiri, saat ini Fabi terlihat seperti orang lain.
Bugh!
Fabi menendang salah seorang diantara mereka hingga terpental jauh mengenai teman-temannya yang lain. Kini Liu seperti melihat permainan bowling secara langsung. Sekarang Fabi melirik Liu dengan tatapan yang—entah kenapa mengerikan.
"Kenapa aku harus bersama bocah tak berguna ini?" suaranya terdengar sangat jijik dengan keberadaan Liu.
Rasanya Liu seperti tertusuk beberapa panah imajiner di dadanya, dia tau bahwa dirinya memang tidak berguna, tapi Fabi menyebutnya secara gamblang begini rasanya sungguh—menyakitkan.
"Hei brengsek! Jangan berkata seperti itu pada Liu!" suara Justin terdengar jelas di telinga lelaki tinggi yang bersama Liu itu. "Tiba-tiba aku ada di situasi seperti ini, dan terjebak dengannya." Dia mendengus.
Justin yang ada di ujung sana juga kemudian bersuara kepada Liu, "Dia bukan Fabio-mu, jangan dengarkan kata-katanya. Dengarkan aku saja."
Apa?! Bukan Fabio?! Maksudnya apa?
Tiba-tiba saja kepala bodoh Liu menghasilkan sebuah tanda tanya sebesar kulkas.
Ctak
Terdengar bunyi pelatuk yang akan di tarik. Lelaki yang katanya bukan Fabio itu langsung menoleh lalu dia meloncat ke arah si pelaku yang hampir menembak, kakinya bergerak dengan lincah menendang tembok dan menerjang musuhnya hingga mereka jatuh.
"Liu, namanya Romeo. Penjelasannya nanti saja, cepat cari Zian." Ujar Justin menghancurkan lamunan Liu.
Belum sempat Liu membalas ucapan Justin, sosok Romeo yang masih satu tubuh dengan Fabio itu menghampirinya dengan cepat, "BOCAH BRENGSEK APA YANG KAU LAKUKAN CEPAT MASUK!!" teriaknya dengan murka lalu mendorong tubuh Liu kasar hingga masuk ke bagasi pesawat meski harus tersungkur.
Dan itulah yang terjadi sebelumnya.
Meski Liu masih menyimpan sebuah tanda tanya sebesar kulkas, dia harus menyelesaikan tugasnya dulu untuk mencari sosok Zian.
Namun berulang kali Liu berpikir, rasanya agak mustahil untuk mencari seorang manusia diantara tumpukan koper dan barang yang sangat banyak. Maksudnya, ini perjalanan lintas negara dan dengan banyak penumpang, belum lagi satu penumpang bisa membawa lebih dari 1 koper dan barang.
Dan Liu tidak punya kelebihan seperti anjing polisi yang dapat mengendus sesuatu yang aneh.
Argh! Seharusnya Liu belajar mengendus dari anjing saja.
Andai bisa.
Baiklah Liu, hentikan pemikiran konyolmu dan lebih baik cepat bergerak sebelum Romeo kembali memberikan makian sedap pada kelakuan tidak bergunamu.
"KAU TIDAK AKAN BISA MENEMUKANNYA JIKA HANYA DIAM SIALAN! ZIAN ORANG YANG BERHARGA UNTUKMU KAN?! CEPAT CARI!" kali ini Liu mendengar suara teriakan Romeo lagi. Agak menyeramkan bagi Liu jika menyadari fakta bahwa Romeo bisa menebak bahwa dia hanya sedang bingung dan merutuki diri sendiri.
Liu mengangguk meski dia tidak yakin Romeo bisa melihatnya atau tidak. Lelaki manis berdarah cina itu lalu menampar wajahnya sendiri hingga meninggalkan bekas merah disana.
"Yosh! Aku akan segera menemukan Zian!" dia nampak semangat mencari sosok yang selalu dekat dengannya itu.
Perlahan lelaki manis tersebut mendekati dan mengetuk beberapa buah koper yang terdekat dengannya, namun dia tidak merasakan adanya tanda-tanda manusia disana. Dia terus mengulanginya beberapa kali, melakukan hal yang sama.
Bukan lah hal yang mudah untuk Liu mencari seorang manusia diantara tumpukan barang—lagi pula tidak ada yang menjamin Zian ada disini bukan? Siapa tau ternyata Zian bersama orang-orang yang dikejar Félix dan Karel?
Mendadak rasa percaya diri Liu runtuh lagi.
Dasar anak labil.
"Liu, Félix dan Karel akan segera ke tempat kalian." Suara Justin nampaknya bisa menjadi penguat Liu disaat terpuruknya ini—Liu, kau lebay. "Apa mereka bersama Zian?" tanyanya dengan penuh pengharapan.
Terdengar helaan napas dari Justin di ujung sana. "Sayang sekali, tidak."
Dan sayang sekali, Liu juga menjadi semakin pesimis saat ini.
"Tapi aku harus menemukan Zian. Félix sudah berpesan padaku." Dia bergumam sendiri seolah menyemangati dirinya yang sedang pesimis ini.
Lelaki manis tersebut kembali berjalan menyusuri setiap barang dan sesekali meneriakkan nama Zian. Otak kecil Liu dipaksa berpikir keras, bagaimana bisa seorang Cheng Zian mereka susupkan ke dalam sebuah koper atau barang?
Seketika dia merasa tercerahkan. Dia hanya perlu memeriksa barang-barang yang besar, setidaknya barang yang muat dengan tubuh Zian. Meskipun dia masih was-was, siapa tau ternyata Zian dibawa lebih dulu dengan helikopter? Artinya apa yang sudah mereka lakukan ini sia-sia.
Beberapa buah barang sudah diperiksa oleh Liu, sampai akhirnya dia menemukan sebuah koper berwarna merah dengan kunci yang cukup rumit. Lelaki manis itu mengetuk-ngetuk isinya dan mendengarkan apa yang ada di dalam. Sejak beberapa saat yang lalu, Liu sudah benar-benar terlatih menjadi anjing pelacak.
Betapa beruntungnya lima pelayan kaisar memiliki budak yang dapat berfungsi menjadi anjing di satu waktu.
"J—justin, bagaimana cara membuka kopernya?" mendadak dia panik. Meskipun dia mencurigai koper ini tapi dia tidak bisa membukanya. Apa yang akan dia lakukan? Menghancurkan paksa? Lagi pula ada sandi yang harus dimasukkan disini—hei ini koper atau brankas uang?!
Tiba-tiba saja Liu merasakan seseorang menarik baju bagian belakangnya lalu menarik tubuhnya dengan kasar. "Minggir, brengsek."
Oh, itu Romeo.
"Jadi ini Zian?" dia bertanya dengan nada malas seraya melirik Liu yang sekali lagi terjatuh akibat di tarik kasar olehnya. Liu menganggukkan kepalanya mengiyakan pertanyaan Romeo.
"Jika isinya bukan Zian, akan ku cabuti kuku jarimu."
Tidak! Justin! Tolong Liu! Batin Liu menjerit. Seketika peluhnya turun sebesar biji jagung. Bagaimana ini? Jika isinya bukan Zian, maka tamatlah riwayat Liu. "Tenang saja, Romeo itu bisa membuka segala jenis kunci." Terdengar Justin tertawa di ujung sana.
Bukan itu Justin, sungguh. Liu tidak peduli dengan kemampuan antik Romeo, dia hanya tidak ingin kukunya sampai terlepas.
Klak!
Kunci koper tersebut terbuka, ternyata Romeo benar-benar bisa membuka kata sandi koper tersebut. Entah kombinasi apa yang dia lakukan, yang jelas dia berhasil. Liu segera menatap takut-takut koper tersebut saat Romeo membukanya.
Dan ternyata tidak salah! Koper tersebut benar-benar berisi seorang manusia, dan itu adalah Zian yang meringkuk disana seperti sebuah boneka. "Justin, katakan pada yang lainnya bahwa Zian sudah ditemukan dalam keadaan tidak sadar." Suara Romeo. Lelaki galak tersebut kemudian mengangkat tubuh Zian dengan kasar ke bahunya. "R—romeo, jangan kasar-kasar." cicit Liu pelan.
Lelaki yang ditegur segera menoleh malas kepada Liu, "Kalau begitu bawa sendiri." Dia melemparkan tubuh Zian dengan santainya kepada Liu.
Yang benar saja! Bahkan Liu lebih kecil dari Zian! Anak itu segera mencoba menangkap Zian, beruntungnya dia sempat melakukannya meski tubuhnya harus terhuyung beberapa langkah ke belakang. "Be—berat..." keluhnya.
Liu segera memindahkan posisi Zian agar ke punggungnya. Lelaki berdarah cina itu kemudian mengikuti Romeo yang berjalan lebih dulu.
"Romeo, apa kita sudah bisa kembali?" tanya Liu dengan suara pelan. Romeo mendecih malas, "Aku saja baru datang dan sudah di suguhi hal mengejutkan ini! Kau pikir sendiri apa masalah yang sedang kalian hadapi." Nyali Liu langsung mengecil setelah dapat bentakan dari Romeo.
Lagi pula Romeo tidak salah, dia memang baru saja datang dan tiba-tiba ditanyai Liu. Bertanya sana pada Justin! Jangan padanya!
Tak lama kemudian Liu melihat Félix datang dari kejauhan dengan penampilan yang cukup jauh dari kata 'bagus', lelaki itu sepertinya baru saja berkelahi atau bisa jadi Karel menabrakkan mobil mereka ke lampu lalu lintas.
"Zian—" dia nampak kaget sekaligus lega melihat ada sesosok manusia lainnya di punggung Liu, meski ekspresinya hampir tidak berubah. Hanya matanya yang agak sedikit membesar menurut Liu.
Liu nampaknya cukup jeli memperhatikan setiap inci perubahan ekspresi Félix, yang awalnya benar-benar kaku dan keras kini nampak seperti anak laki-laki yang polos.
Ya Tuhan, sampai mati pun Liu yakin dia tidak ada apa-apanya dibanding Félix urusan ketulusan untuk Zian. Entah apa yang sudah mereka lalui tapi yang pasti itu bukan sesuatu yang sederhana. Mendadak Liu berubah haluan rasanya menjadi fudanshi setiap kali dia melihat Félix. Ada-ada saja memang.
"Biar aku saja yang membawa Zian." Suara Félix setelahnya.
Baguslah, karena punggung Liu tidak kuat untuk membawa Zian sendirian seperti ini. Romeo itu benar-benar, menyebalkan!
Tanpa banyak bertanya segera saja Liu menyerahkan Zian kepada Félix, memang Félix nampak lebih cocok untuk menggendong seseorang. Lihatlah bahu dan punggungnya yang bidang itu, benar-benar sebuah maha karya Tuhan yang membuat Liu iri. Bagaimana bisa seorang lelaki terlihat sangat gagah seperti ini sedangkan dia tidak.
"Mana si pendek?" Romeo nampak menanyakan keberadaan Karel yang belum terlihat. Jangan sampai ternyata ada kabar Karel dibunuh oleh Félix karena menyetir ugal-ugalan.
Félix nampak diam.
Liu dan Romeo menunggu jawabannya namun Félix masih diam.
Kemudian dia malah berbalik dan jalan duluan.
Diam sejenak lalu si budak membuka suara, "Apa dia melupakan Karel?" gumam Liu dengan nada iba sekaligus tidak percaya.
"Kurasa begitu." Romeo nampak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Liu.
Karel yang malang.
"Apa semua sudah kalian habisi?" Justin nampak bertanya tiba-tiba dari ujung sana.
Liu melirik Romeo meminta bantuan, "Apa?" tanya Romeo dengan nada ketus.
Nampaknya bertanya dengan Romeo bukanlah hal yang tepat, Liu lebih memilih untuk menjawab sendiri pertanyaan Justin. "Na—nampaknya sudah semua." Gumam Liu pelan kepada Justin.
"Kalau begitu kalian hanya perlu pulang dan membawa Zian kembali. Sebelum ketahuan Kaisar kalau salah satu dari kita sempat diculik." Ujar Justin.
Liu segera mengangguk meski dia yakin Justin tidak akan bisa melihat anggukannya ini. Anak bodoh memang.
Dua laki-laki yang tertinggal itu lalu berjalan bersama dengan niat untuk pulang. Yah, karena semua musuh sudah dilumpuhkan jadi mereka harus pulang sebelum Kaisar mendengar kabar bahwa pelayannya bertambah satu anggota yaitu Liu.
Percayalah, saat ini bagi Liu terasa berat, berjalan beriringan dengan seseorang yang sedari tadi membentak dan memakimu, rasanya sungguh luar biasa.
Luar biasa gugup dan takut.
Namun tiba-tiba saja ketika Liu dan Romeo sudah berjalan agak jauh, terdengar bunyi sebuah tembakan yang keras.
DOR!
Semua orang di bandara tersebut nampak kaget dan syok di saat bersamaan. Mereka tidak pernah menyangka akan ada orang yang melakukan aksi seperti ini.
Sedangkan Liu, pandangannya mulai mengabur, dia melihat orang-orang agak panik dan beberapa mengerubunginya, kenapa? Pandangannya semakin gelap.
"Liu?! Liu! Apa kau bisa mendengar ku?! Apa yang terjadi!?! Liu!!" suara Justin terdengar semakin pelan.
"Aku baik-baik saja." Seharusnya itu yang Liu jawab, tapi dia mendadak hilang kesadaran. Apa yang terjadi?
Sementara itu ditempat lain seseorang sedang berbicara dengan orang yang lainnya.
"Tidak, itu terlalu ceroboh. Kalian gila." Ujar seseorang yang nampak beda dari rekannya tersebut.
"Tapi sudah kami konfirmasi pada semua anak buah yang ada di sekitar sini." Sahut orang yang lainnya dengan ekspresi yang agak cemas.
Orang pertama nampak gemas dengan apa yang dilakukan oleh rekan-rekannya, "Kalian semua bodoh! Bukannya makin bagus itu malah—"
DOR!
Terdengar suara tembakan nyaring sebelum orang tadi menyelesaikan kalimatnya.
"—Sial! Sudah terlambat!"
.
TBC
.
LAMA GAK UPDATE SEKALI UPDATE BACANYA GAK LAMA! IYAKAN IYAKAN?! Nangis aja udeh aku :") Haduh, padahal niatnya mau cepet up napa malah mendadak menghiatuskan diri? Ya itu, ternyata tugas baru gak semudah yang ku kira T^T Huhuhu... Ngajar ke SD juga ribet diawal, sekarang udah terbiasa jadi gapapa :") Mana disini kabut asap, duh sesek napas beberapa kali gara2 ngampus lupa pake masker T^T Padahal di bjm gak separah daerah hulu sungai T^T Tapi ttp aja bikin sesek napas /curhat/
Nah, udah deh curhatnya :") Doain ya gaes bisa kebut ini cerita. gemes deh akutuh T^T Masih ada gak sih yg baca? T.T
Yaudah lah, babay semuanya~ See ya~
Sabtu [22:15}
Kalsel, 5 Oktober 2019
Love,
B A B Y O N E
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top