XII - Katakan Padaku!

Akhirnya bisa update, astaga apa2an janjiku buat update rajin ini, Esmeralda?! :") Typo is Art!

.

Dia menatap Ning yang kini menampakkan ekspresi bersalah.

Oh wanita sialan, kau tidak bersalah, kau SANGAT bersalah dan tidak tau diri dalam kasus ini!

Liu kemudian mendesis dengan suara tajam,

"Get the fuck outta here, dumbass."

Suasana mendadak tegang setelah mendengar desisan tajam dari mulut lelaki berstatus budak tersebut. Ning yang sudah membatu sedari tadi menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kaku. "A—aku tidak bermaksud—" ucapnya terbata-bata. Liu langsung menghampirinya dan menarik kerah baju wanita tersebut.

Plak!

Sebuah tamparan keras dilayangkan Liu pada Ning. Wanita tersebut membelakkan matanya tidak percaya. Lelaki yang terlihat lembut dan baik ini adalah orang pertama yang memukulnya? Jangan bercanda! Liu bukan orang yang kasar, bukan?

"Cepatlah mati." Ucap Liu kesal dengan nada pelan namun tajam.

Ning tanpa sadar menangis. "Ma—maafkan aku. Aku—aku tidak bermaksud begitu. Aku hanya ingin minta maaf." lirihnya pelan dengan air mata yang mengalir deras. Seolah tidak terpengaruh, Liu masih menatap tajam wanita tersebut. "Apa dengan maafmu kau bisa mengembalikan Zian pada kami? Tidak 'kan?!" bentaknya.

Karel yang berada didekat Liu langsung memegangi pundak si budak. Dia tidak ingin Liu terlihat buruk didepan wanita ini, meskipun si wanita memang brengsek. "Liu, tenanglah." Ucap Karel menepuk-nepuk bahu lelaki manis berdarah cina yang lebih tua setahun darinya itu.

"Hiks.. hikss... maafkan aku.. maafkan aku..." Ning terduduk di sofa dan menngis sejadi-jadinya ketika Liu melepaskan cengkraman tangannya dari kerah si wanita. Dia menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua belah tangan, tapi rasanya Liu masih sangat kesal.

Hei Liu, kemana perginya semua rasa simpati dan sikap lemah lembutmu pada semua orang? Apakah Zian sebegitu berartinya untukmu sampai-sampai kau sangat takut kehilangannya?

Ah... semua orang dirumah juga tau betapa Liu sangat menghormati sekaligus mengagumi Zian lebih dari siapapun. Wajar bukan jika Liu yang baik hati bisa berubah jadi Liu tak berhati karena seseorang menyakiti Zian nya?

"Aku hanya ingin mengajak kak Feng untuk pulang... Hanya itu.... hiks.." ujar Ning gemetar disela tangisnya. Liu menggigit bibir bawahnya kesal, "Kau mau mengambil Zian dari kami? Dengan cara membuatnya terluka?!" dia masih gemas luar biasa. Jika saja dia benar-benar tidak punya hati, mungkin sedari tadi sudah dia jambak wanita ini.

Tapi sayang Liu sadar diri. Dia seorang laki-laki. Dan laki-laki tidak boleh bersikap kasar pada wanita. Meskipun tadi dia kelepasan menampar wajah Ning. Sudahlah, lagi pula jika di ranjang posisinya seperti wanita, iya kan?

Ah, lupakan. Itu tidak penting.

Justin berjalan menghampiri Liu dan menepuk-nepuk kepalanya dengan pelan. "Liu, tenanglah. Ambil napas lalu keluarkan perlahan." Ucapnya dengan senyuman lalu membawa Liu untuk duduk disofa dengan dia duduk disebelahnya.

Begitu juga dengan Fabio yang langsung melingkarkan tangannya di leher Liu. "Tenanglah, Liu. Zian baik-baik saja." Dia tersenyum lembut dengan mata sayunya mencoba menenangkan si budak. Tapi sorot matanya berubah tajam ketika menatap ke arah Ning. Bibirnya berucap tanpa suara ketika matanya dan mata Ning bertemu.

'Matilah, bitch.'

Itulah kira-kira yang bisa di tangkap oleh Ning ketika melihat gerakan bibir Fabio. Lelaki berwajah menawan itu nampak benar-benar membenci Ning karena sudah membuat Liu menangis.

Meski jika di pikir-pikir lagi, jalang sesungguhnya dirumah ini adalah Liu, bukan Ning. Ada-ada saja umpatan yang mereka gunakan.

"Maafkan aku... Aku—hanya ingin membenarkan kesalahpahaman pada kak Feng." Ning kembali bersuara dengan lemah. Wanita itu nampaknya sudah mulai lebih tenang meski air matanya terus turun. Begitu pula dengan Liu yang sudah bernapas dengan teratur dan menjadi lebih tenang dari sebelumnya. Terimakasih kepada arahan dari Justin untuk bernapas dan pelukan Fabio yang menenangkan.

Mencoba untuk bersabar, Liu mengambil napasnya dalam lalu menatap Ning dengan serius. "Apa maumu sebenarnya?" tanyanya dengan nada yang datar.

Semua mata langsung menatap tepat ke arah Ning, tak terkecuali Félix yang sedari tadi sudah gatal ingin mengangkat revolvernya lalu melubangi kepala wanita sialan itu.

"Ini—ini masalah keluarga kami, tidak mungkin aku menceritakannya pada orang asing."

Sebuah ucapan lancang keluar dari mulut Ning. Semua pelayan refleks membelalakkan matanya. Mungkin di kepala mereka kompak berteriak, "Apa-apaan wanita sialan ini?!" tak terkecuali dengan Liu yang langsung menggebrak meja dengan keras.

"Keluarga Zian adalah kami! Bukan dirimu, sialan!" kesalnya dengan mata yang tanpa sadar mengeluarkan air mata.

Tubuhnya gemetar. Bagaimana—bagaimana mungkin dia tidak marah ketika wanita sialan ini menganggapnya orang asing? Hei! Dia adalah adik Zian 'kan? Dia adalah keluarga Zian, bukan? Tolong katakan iya.

"Tapi—tapi ini masalah keluarga..." suara Ning lagi sangat pelan.

Ctak

Mata Liu terbelalak saat mendengar suara revolver terangkat dan siap menembak. Itu Félix!

Liu segera meloncat berdiri didepan Ning. "Tunggu, Félix!" ujarnya histeris. Lelaki bertitel kapten di kelompok itu hanya menatap datar dengan jari telunjuk yang siap menarik pelatuk kapan saja.

"Minggir, Liu. Aku akan menghabisi si brengsek itu." desisnya dengan suara datar.

Meneguk ludahnya kasar, diam-diam Liu juga gemetar. Sayang sekali, Liu tidak mungkin berani mengorbankan nyawanya hanya untuk seorang wanita yang tidak jelas asal usulnya, ini bukan sebuah drama atau cerita menyentuh hati. Liu masih ingin hidup lama! Tapi masalahnya adalah dari tadi dia bergerak refleks dan menjadikan nyawanya sebagai taruhan.

Segera saja Karel, Fabio dan Justin berdiri didepan Liu denga ekspresi serius. "Jangan macam-macam dengan Liu, Félix." Suara Fabio dengan suara datar. Kedua pelayan lainnya hanya diam dan menatap Félix serius, mereka tentu tidak akan membiarkan sesuatu terjadi pada budak manis pemberian permaisuri tercinta mereka.

Sedangkan Ning sudah gemetar ketakutan, apakah senjata berbahaya seperti itu sudah biasa digunakan dirumah ini?! Oh rumah ini isinya benar-benar orang gila!

"Orang itu sudah membuat Liu menangis, aku akan membunuhnya." Sahut Félix dengan suara yang dingin dan wajah tanpa ekspresinya. Untuk sejenak Liu merasa oleng karena merasa di bela oleh si kapten—TIDAK!! LIU KAU TIDAK BOLEH OLENG!

Meneguk ludahnya kasar, Liu mencoba membuka mulut, "A—aku tidak apa-apa, Félix. Mu—mungkin ini akan lebih baik jika kita selesaikan secara kekeluargaan kan?" dia mengucapkan kalimat yang cukup panjang itu dengan beberapa kali tarikan napas, jelas sekali bahwa semua yang keluar saat ini adalah refleks yang hakiki.

Félix nampak tidak bergeming, "Liu menangis artinya membuat Zian sedih. Dan aku harus membunuh orang itu." tanpa di duga Liu melihat sebuah senyuman mengerikan terpatri di wajah Félix. TUHAN! Tolong Liu! Dia bingung mau ketakutan atau oleng melihat senyuman Félix disaat seperti ini.

Ya meskipun agak sedikit kecewa karena Félix lagi-lagi melakukan hal ini demi Zian, bukan demi Liu. Tapi mau bagaimana lagi, Félix memang begitu kan?

"Félix... Aku mohon. Turunkan senjatamu dan kita berbicara baik-baik. Oke?" Liu mencoba untuk bersikap tenang padahal jauh dari lubuk hatinya dia mengutuk habis-habisan dengan gerak reflek sok pahlawan yang mempertaruhkan nyawa demi seorang wanita antah berantah ini.

"Félix, jika kau tidak bisa menurunkan senjatamu lebih baik kau mengejar Zian." Suara Justin kali ini terdengar. Liu diam-diam bernapas lega, ayo para 'pelayan' tolong bantu Liu karena dia sama sekali tidak paham bagaimana cara menghadapi Félix.

Semua yang ada dikepala Liu tentang Félix adalah sesuatu yang tidak jelas, sungguh.

Terdiam sejenak namun akhirnya Félix menurunkan senjatanya lalu menyimpannya lagi. Liu menghela napas lega dan langsung berbalik menatap Ning yang nampak membatu di tempat. Lelaki manis berdarah cina itu lalu duduk disamping Ning dan menatapnya tajam,

"Kau bisa berterimakasih padaku nanti." Ucapnya dengan nada yang masih kesal. Maksudnya, wanita ini penyebab Zian pergi dan penyebab Liu jadi mempertaruhkan nyawa. Sial!

"Ma—maafkan aku." Ujar Ning dalam. Para pelayan sudah duduk di sofa yang berseberangan, kecuali Félix yang lebih memilih untuk tetap berdiri dan menatap dingin ke arah Ning yang ada disamping Liu.

Rasanya hari ini adalah situasi aling menyebalkan yang pernah Liu rasakan sejak berada di rumah ini. Maksudnya dia benar-benar merasa kesal saat ini, ingin rasanya kedua tangan ini menampar manis wajah wanita yang nampak sangat tersakiti ini.

Baiklah Liu, tenangkan dirimu, ambil napas yang panjang dan keluarkan pelan-pelan. Liu, kau tidak boleh emosi, ingat, bisa hidup saja sudah suatu keajaiban, budak sepertimu harus selalu bersikap manis dan lugu agar disukai semua orang.

Melirik sekilas pada Ning, "Aku tidak akan marah lagi jika kau mau bercerita apa alasanmu ingin bertemu atau membawa Zian pergi." Suaranya dengan nada yang mencoba pelan.

Nampak Ning menundukkan kepalanya sangat dalam. "I—ini—"

"Berhenti mengatakan ini bukan urusan kami." Terdengar suara dingin Fabio sebelum Ning berhasil menyelesaikan kalimatnya. Langsung saja Ning menutup mulutnya, sepertinya apa yang akan dia katakan sudah tertebak oleh Fabio.

Kesal. Ini benar-benar mengesalkan. Seorang wanita yang tiba-tiba datang lalu menghancurkan seorang temanmu tapi tidak mau membuka mulutnya sama sekali? Harus kita apakan wanita ini?

"Akan lebih cepat jika kita menyerahkan mayatnya pada Zian."

Oh Karel, usulan yang bagus! Félix akan dengan senang hati melakukannya untukmu.

Wajah Ning semakin memucat. "Ba—baiklah... Aku akan menceritakan alasan kenapa aku mencari kakak Feng." Suaranya lirih. Nampaknya dia sudah pasrah, yah daripada nyawanya melayang hanya untuk melindungi hal-hal konyol bukan?

Liu langsung tersenyum. "Bagus. Aku akan mendengarkannya." Kini dia berubah menjadi lembut.

"A—aku harus memulainya dari mana?" Ning bertanya takut-takut dengan mata yang merah.

Semuanya terdiam untuk sejenak. Benar juga, dari mana mereka harus mengetahui hal ini? Ah, apakah mengetahui kisah seseorang termasuk mengusik privasinya? Para pelayan takut jika Zian makin marah karena diganggu kehidupan pribadinya.

"Aku ingin tau semuanya. Kenapa Zian tidak punya keluarga, kenapa Zian tidak mau bertemu denganmu, dan kenapa kau mengusik Zian saat ini."

Para pelayan kompak saling tatap, kecuali Félix yang masih tetap memasang wajah datar seperti biasa. Liu cukup berani juga untuk menanyakan hal seprivasi itu. Nampaknya si budak sudah siap menerima segala resiko apabila Zian semakin kesal.

Ya kalian semua salah! Liu benar-benar tidak memikirkan resiko sama sekali, dia hanya mengeluarkan apa yang ada dikepalanya dengan jujur. Memang itulah yang ingin dia ketahui dari Zian, si wakil kapten yang selalu ceria dan berisik.

Nampak Ning terdiam sejenak, dia menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Aku—aku adalah keluarganya. Dia punya keluarga. Ada ayah, ada ibu, dan adik perempuan."

***

Sementara itu Zian berlari meninggalkan rumah dengan perasaannya yang campur aduk. Di sisi lain dia merasa dia sangat egois dan kekanakan, untuk apa marah pada rekan-rekannya hanya karena hal ini? Oh—benar, ini hanyalah hal sepele, Zian. Kenapa kau harus sebegitu kesalnya?

Hari nampak mulai gelap karena awan yang seolah siap menumpahkan hujan, namun hal itu tidak menghalangi para penduduk untuk terus beraktivitas. Zian adalah salah satunya—tidak, Zian hanyalah salah satu yang entah kenapa bisa ikut terseret di antara ratusan orang ini. Zian hanya sedang mencari tempat yang nyaman, dia sadar seharusnya dia pergi ke rumah 'orang tuanya' lalu menangis disama sampai puas, namun dia sudah bukan anak kecil.

Bugh!

Zian menabrak seseorang hingga orang tersebut terjatuh. Untuk sejenak lelaki berambut hitam itu kaget, "Ma—maafkan aku." Ujarnya terbata. Hei, kata 'maaf' itu cukup jarang dia ucapkan selama ini, karena kata 'orang tua' tercintanya, kata 'maaf' hanya berlaku untuk orang-orang yang salah, dan apapun yang dia lakukan tidak pernah salah!

"Dasar orang aneh!" orang tersebut bangkit lalu berjalan melewati Zian dengan tatapan sinis.

Aneh... ah ya, Zian bahkan berlari dengan keadaan yang cukup kacau. Lihat, memakai alas kaki saja dia tidak sempat. Tersenyum miris, Zian hanya diam menanggapi tatapan-tatapan sinis yang menatapnya. Mungkin orang-orang berpikir dia gelandangan atau seorang kekasih yang dicampakkan wanitanya.

Sial! Zian bukan orang yang seperti itu!

Mencoba untuk tidak peduli dengan orang-orang, Zian kini mulai berjalan lagi dengan arah tujuan yang tidak menentu harus kemana. Lelaki berdarah china itu nampak sesekali menengok ke kiri dan kanan berharap dia bisa menemukan sebuah tempat yang pas untuk bersinggah sementara hari sudah makin gelap tertutup awan.

Tak lama kemudian Zian menapakan kakinya pada taman kota, sebuah air mancur besar dan kursi panjang disana membuat Zian tersenyum hambar. Sepertinya dia bisa duduk disana tanpa harus membayar atau di usir.

Dia duduk pada kursi panjang tersebut lalu memeluk lututnya.

Stau kata untuk Zian hari ini.

Menyedihkan.

Tapi tidak masalah, rasanya Zian sudah pernah merasakan hal yang seperti ini.

Iya kan, Zian?

"Aku membenci semuanya..."

.

TBC

.

AKHIRNYA BISA UPDATE ASTAGA!! Padahal mau update sebelum pergi pramuka kemaren, eh ternyata gak sempet. /pundung/ Maafkan aku T_T Ya allah... semoga ku bisa sering update kayak dulu, mager, pergilah! Aku membencimu ~T_T~

Masih adalah yg nungguin kisah gajelas ini? Hiks.. i love you buat yg masih nunggu T^T

Oke, setelah ini inysaallah spin off Zian jadi keknya agak rajinan dikit :") DOAKAN AKU! Btw, muka sama tanganku luka krna terik matahari :") Ah siyal, masih perih, hiks.. Hampi gabisa gerak dri ranjang, baru hari ini bisa megang laptop puas2 :")

Udah ah, tunggu spin offnya >< SEE YA~ >,<

Minggu
Kalsel, 27 Januari 2019
Love,
B A B Y O NE

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top