XI - Sebuah Kesalahan Serius

Akhirnya aku bisa update T^T Rabu dan Kamis aku UAS, setelah UAS Insyaallah bisa up dengan jadwal normal lagi >< Doakan aku ya >< TYPO IS ART '^'

.

"Tolong... Tolong jangan pernah berkata seperti itu." lirih Liu yang tengah terisak.

"Jika kau tidak pernah hidup, bagaimana mungkin aku bisa sampai sejauh ini?" Liu kembali berujar dan mencengkram bahu Zian dengan sangat kuat. Namun rasa sakit dari cengkraman Liu itu tidak lebih sakit dari apa yang dirasakan Zian di hatinya.

"Aku adalah orang yang paling membutuhkanmu didunia ini." tambah Liu dan seketika Zian merasa napasnya sangat sesak. Siapa sangka seseorang yang baru datang ke kehidupannya itu kini malah berkata bahwa dia adalah orang yang sangat membutuhkan Zian?

Ah sial. Zian malah merasa bahwa dirinya benar-benar lemah saat ini.

"Kau membuatku terlihat sangat buruk, Liu." Gumamnya dengan suara yang serak, Zian bahkan tidak tau lagi harus merespon apa yang kata-kata Liu. Rasanya semua seperti terguncang, hatinya dan juga pertahanannya.

Lelaki yang lebih tua itu kemudian memeluk Liu dengan sangat erat. "Jangan melepaskanku, Liu." Bisiknya sangat lirih. Liu yang kini sudah mulai berhenti menangis hanya bisa mengusap rambut Zian dengan lembut, " Aku adalah orang yang membutuhkanmu, bagaimana mungkin aku bisa lepas darimu, Zian?" balasnya seraya terus membelai penuh kasih sayang pada lawan bicaranya.

Kadang usia seseorang memang tidak bisa menentukan apakah orang itu sudah benar-benar dewasa atau tidak, pengalaman hidup dan rasa syukur adalah salah satu kunci untuk menuju proses kedewasaan itu sendiri. Dan Liu adalah salah satu orang yang sedang berproses, dia berharap bisa lebih berguna dan bisa menolong orang-orang disekitarnya.

"Zian, semua orang memerlukanmu. Bukan hanya aku... Justin, Karel, Fabio, dan Félix, mereka semua sangat membutuhkanmu, Zian." Si manis kembali berujar sambil mengusap sayang kepala lelaki berdarah cina dipelukannya.

Zian hanya diam. Nampaknya dia masih menyimpan kesal pada keempat rekannya yang seenak jidat mencampuri urusannya itu. Rasanya Zian ingin mengabaikan mereka selamanya saja. Mengesalkan.

"Mereka menunggumu, Zian. Mereka rindu masakanmu, kau tidak kasihan melihat kami yang selalu makan masakan cepat saji?" terkekeh pelan, Liu kembali bersuara dan membuat Zian menghela napas. "Aku masih sebal." Gumamnya agak manja. Liu menepuk-nepuk kepala Zian dengan pelan, "Baiklah, selesaikan sebalmu hari ini. Lalu keluarlah dari kamar besok, bagaimana?" senyuman lembut tak henti-henti menghias wajah manisnya.

Dan entah kenapa Liu merasa geli dengan situasi saat ini, biasanya Zian yang selalu memberinya perhatian dan perlakuan hangat namun kali ini dia yang berusaha untuk membujuk Zian. Yah semoga lelaki dengan jabatan vice captain ini cepat baik moodnya. Liu sudah rindu dengan Zian yang biasanya memasak dengannya didapur dan mengomeli semua pelayan setiap hari.

Oh hei maksudnya siapa yang tidak rindu dengan masakan rumah? Liu merasa perutnya agak bermasalah karena selalu memakan masakan siap saji selama tiga harian ini, memasak sendiri pun percuma, dia dan Karel hanya akan menyajikan masalah yang luar biasa----mengerikan.

Terdengar helaan napas dari Zian, "Baiklah, aku akan mencoba untuk memaafkan mereka." ujarnya pelan.

Liu tersenyum senang. Sepertinya misinya berhasil dan dia hanya perlu bekerjasama dengan para pelayan lainnya agar Zian mau memaafkan mereka semua.

Senyuman kian tercetak dengan jelas di bibirnya, lalu dengan suara yang lembut dia kembali berucap, "Terimakasih, Zian."

***

"Justin, ayo kita dobrak pintunya."

"Hah?! Jangan bercanda! Kau mau Zian makin mengamuk?!" Justin sebal dengan apa yang diucapkan oleh rekan sialannya ini. Mendobrak pintu Zian katanya? Andai itu bukan pintu Zian, mungkin sudah dari awal Justin mendobraknya, tapi karena itu milik Zian, maka semua orang dirumah tentu saja segan.

Fabio duduk dengan gelisah sedari tadi, jelas sekali dia mengkhawatirkan budak manis berperawakan menawan yang sedang dijadikan tumbal untuk membujuk Zian dikamarnya. "Aku takut Liu dibunuh Zian." Ujarnya cemas namun dengan ekspresi yang sayu dan agak suram menurut Zian.

"Cepatlah sadar diri! Yang suka membunuh budak itu kau, Karel dan Félix! Aku dan Zian mana pernah melakukannya." Dan tiba-tiba Justin mendadak pusing, rekan seperti ini memang paling pandai membuat darahnya menjadi tinggi. Rasanya Justin perlu sesuatu yang manis-manis seperti Liu untuk dilihat jika harus beradu urat dengan Gloomyo ini.

"Kau tau kan, Félix saja babak belur oleh Zian, apalagi Liu yang benar-benar anak normal." Ujar Fabio lagi dengan wajah seolah tanpa dosa membuat Justin semakin bergidik ngeri membayangkan mungkin Liu sudah berubah menjadi bubur merah putih didalam sana.

Mencoba untuk menepis semua pemikirkan negatifnya, Justin menggelengkan kepala berulang kali. "Mustahil! Zian masih punya hati-mungkin." Dia berucap serius namun kata terakhirnya malah terdengar kurang meyakinkan.

Lalu Karel datang dengan membawa pizza yang baru saja diantarkan oleh kurir. "Hei hei tenang, jika Liu mati tidak mungkin Zian menyembunyikannya, dia pasti akan melempari semua bagian tubuhnya keluar dari ruangan, lalu kita akan melihat tubuh Liu yang sudah berubah menjadi dadu." Karel bersuara dengan santainya sambil mengambil sepotong pizza dan memakannya. Selanjutnya kita sudah bisa menebak apa yang akan terjadi, Karel mendapatkan pukulan dan sentilan oleh kedua rekan yang lebih tua darinya itu.

"Berisik." terdengar suara dingin didekat mereka. Seketika tiga lelaki yang sedang berkelahi itu pun langsung terdiam dan duduk manis bak anak kucing yang akan diberi makan. Mereka tidak mau melubangi kepala mereka dengan membuat Félix berucap dua kali.

Keadaan kembali menjadi tenang, terimakasih kepada Félix yang sudah membuat ketiga orang ini akur secara paksa. Mereka hanya duduk dilantai saling diam-diaman dan memakan pizzanya dengan rasa gelisah, sementara Félix duduk diatas kursi sambil ditemani secangkir kopi.

Tidak ada yang bersuara namun mereka bertiga paham bawah mereka mempunyai satu kegelisahan yang sama. Nyawa Liu! Mungkin ini adalah pertama kalinya mereka sangat peduli dengan nyawa seorang budak seks, biasanya mereka bahkan tidak peduli. Mungkin karena budak kali ini agak spesial? Entahlah, siapa tau 'kan?

Kemudian terdengar langkah kecil tak jauh dari mereka, refleks ketiga pasang mata segera menoleh ke sumber suara yang sangat pelan itu. Félix hanya melirik sekilas kemudian kembali dengan dokumen di tangannya.

"Ha-halo..." suara lembut itu setengah meringis menyapa keempat pelayan yang sedang berkumpul dalam satu ruangan. Liu saat ini hanya mengenakan kemeja milik Zian dengan sudut bibir berdarah dan cukup banyak luka gigitan di sekitar lehernya. Lelaki manis itu bahkan nampak gemetar hanya untuk berdiri.

"Liu!"

"Astaga apa yang terjadi?!"

"Ayo segera ke ruanganku, kita obati!"

Ketiga pelayan langsung melepaskan pizza di tangan mereka seolah keadaan Liu jauh lebih penting dari pada perut mereka yang keroncongan. Liu hanya meringis pelan melihat reaksi heboh Justin, Fabio dan Karel tersebut.

"Liu, dimana yang sakit?" tanya Fabio cemas dan berputar mengelilingi tubuh Liu untuk melihat bagian mana saya yang bermasalah. Sedangkan Karel sibuk membersikan sebagian darah yang masih keluar pada kulit Liu. Justin? Dia sudah teriak berulang kali pada dua pelayan untuk segera membawa Liu ke dalam ruangannya untuk di obati.

Merasa tak mendapat respon apapun, Justin langsung 'merebut' paksa Liu dan menggendongnya. Lelaki berdarah rusia itu segera membawa Liu menuju ruangannya dan disambut protes dari Karel dan Fabio namun keduanya hanya mengekor dan protes tanpa merebut Liu kembali.

"Aku-tidak apa-apa. Kalian tidak usah cemas." Liu meringis ketika dibaringkan diatas ranjang pasien. Justin langsung mengambil beberapa obatnya sedangkan Karel dan Fabio duduk manis didekat Liu sambil sesekali mencek keadaan budak manis tersebut.

"Apa Zian memaksamu melakukan seks? Dia bersikap kasar?" tanya Fabio cemas sambil memegangi dahi Liu, takut-takut si manis asal negeri bambu ini demam tinggi. "Wah dia benar-benar memukuli Liu." Ujar Karel seraya melihat beberapa bekas cambukan dan pukulan di tubuh putih milik Liu. Lelaki yang berstatus sebagai budak itu hanya menggeleng lemah, "Aku tidak apa-apa, Fabi, Karel." Dia mencoba menenangkan dua pelayan yang nampak heboh sedari tadi itu.

Lalu Justin datang dan langsung menyuntikkan obatnya di bahu Liu. Tak lupa pula dia memberikan salap untuk mengobati luka serta memar yang diderita oleh budak istimewanya ini.

Liu hanya menggigit bibir bawahnya pelan ketika merasakan salep tersebut seperti menambah sakit pada bagian lukanya. "Jangan di gigit, Liu." Tegur Justin yang segera mengusap bibir Liu yang terdapat darah pada bagian sudutnya.

"Karel, cepat beri pelajaran pada Zian." Suara Fabio dengan ekspresi sayunya.

"Hah?! Kau kira aku berani?! Kau saja sana!"

Entah kenapa Liu malah terkekeh melihat interaksi mereka berdua. Mereka berbicara seolah hendak membalaskan perbuatan Zian pada Liu namun tidak ada yang berani, apakah mereka sedang mencoba membuat Liu terhibur? Ada-ada saja.

"Berisik kalian berdua! Keluar sana, aku yang akan merawat Liu." Gemas Justin seraya menendang kaki dua rekannya. "Tidak adil. Kau hanya dokter dan aku adalah kerabat pasien." Karel melotot ke arah Justin seraya memeluk tubuh Liu dan membuat si budak meringis pelan. "Hm. Dan aku adalah kekasih pasien." Sahut Fabio masih dengan ekspresi sendu andalannya. Karel yang mendengar itu langsung melotot ke arah Fabio, "Kalau begitu aku suami pasien!"

Tunggu dulu, ada apa dengan perebutan tak masuk akal ini? Maksudnya sampai kapan pun Liu adalah budak, mana mungkin dia bisa jadi kekasih atau bahkan sampai menikah dengan salah satu dari para pelayan terhormat ini, yang benar saja.

"Kalian semua, tenanglah. Aku benar-benar baik." Liu bersuara pelan seraya mencoba melepaskan pelukan Karel yang sangat erat. "Karel, tubuhku sakit jika pelukanmu seperti ini." lirihnya setengah meringis. Dan mendengar hal tersebut refleks Karel melepaskan pelukannya. "Maafkan aku." Ujarnya dengan nada bersalah.

Justin tertawa gelak, "Lihat, Liu tidak mau kau peluk." Ujarnya seolah sangat senang dengan apa yang dikatakan Liu pada Karel. Tak mau kalah, Fabio ikut bersuara, "Kembali saja ke kamarmu sana, kau membuat Liu sesak napas."

Brak!

Terdengar suara pintu yang di pukul dengan keras. Keempat pasang mata itu refleks menoleh ke arah sumber suara.

"Bisakah kalian tidak berisik?"

Oh, si kapten datang dengan ekspresi datar dan menatap tajam ketiga rekannya yang sedari tadi heboh sendiri. Liu langsung meneguk ludahnya tanpa sadar melihat kedatangan Félix, apakah dia akan mendapat amukan Félix? Tuhan, tolong lindungi Liu dari Félix yang mengamuk, Liu masih ingin berumur panjang dan tidur di ranjang empuk lebih lama.

"Félix, tolong usir dua orang berisik ini dari kamarku." Keluh Justin saat melihat Félix yang berjalan ke arah mereka. Seketika kaki Justin diinjak keras bersamaan oleh Fabio dan Karel. Enak saja! Dia juga sama berisiknya dengan mereka berdua!

Félix tidak menanggapi ucapan Justin dan nampak fokus menatap Liu yang sudah agak gemetar sedari tadi. Sekali lagi, Liu meneguk ludahnya dengan kasar saat bertatap mata dengan Félix. Mata biru lelaki meksiko itu seolah siap untuk menyayat-nyayat tubuh Liu menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.

"Bagaimana keadaan Zian?" tanyanya dengan nada dingin dan ekspresi yang tajam.

"Hei, seharusnya kau bertanya bagaimana keadaan Liu." Protes Karel namun sekali lagi dia bernasib seperti Justin, tidak ditanggapi oleh Félix.

Ingin rasanya Liu tertawa geli, meskipun terlihat mengerikan ternyata dia masih bisa bertanya sepolos itu. Sungguh lucu jika Liu melihatnya dari sudut pandang saat ini.

Tersenyum kecil, Liu mencoba bersuara tenang didepan Félix, "Keadaannya tidak baik tapi tidak buruk." Jawabnya agak tidak jelas, namun dia bisa melihat ekspresi penasaran Félix yang diam-diam tertutup oleh ekspresi datar dan dingin nya itu.

"Dia bilang akan segera keluar dari kamarnya. Mungkin besok?" sambung Liu lagi dengan nada yang agak pelan di akhir. Félix terdiam sejenak, mungkin dia sedang berpikir tentang keadaan rekannya didalam sana. "Dia-bilang begitu?" tanya Félix hati-hati.

Karel, Fabio dan Justin mendadak merasa dikacangi setelah kedatangan Félix. Tapi apalah daya mereka tidak berani menentang di wajah dingin ini, bisa-bisa dahi mereka berlubang.

Meringis pelan, Liu mencoba tersenyum canggung, "Se-sebenarnya aku yang memintanya begitu, tapi dia bilang dia akan mempertimbangkannya. Jadi aku pikir ada kemungkinan dia akan keluar besok." Dia menjelaskan dengan hati-hati, semoga saja Félix bisa paham dan berpikir positif.

Justin mengangguk-angguk pelan mendengar kata-kata Liu, "Aku yakin Zian akan keluar besok, dia sudah berkata begitu pada Liu kan?" ujarnya seraya tersenyum pada si budak.

Justin, kau benar-benar berhati baik! Liu akan mengikutimu selalu!

Untuk sejenak, Félix terdiam. Liu panas dingin membayangkan kalimat apa yang akan keliar dari mulut Félix. Apakah dia akan di maki karena dianggap tidak becus dalam membujuk Zian? Ataukah mungkin Félix akan marah dan mengamuk karena Liu tidak bisa membuat Zian keluar secepatnya? Apapun itu, yang jelas Liu sudah pasrah menerimanya.

"Liu, wajahmu pucat." Suara Fabio agak cemas.

Tentu saja pucat! Bagaimana tidak pucat, Liu sudah memikirkan segala macam kemungkinan jika berhadapan dengan si pemilik aura negatif terbesar dirumah ini!

Namun tiba-tiba saja Liu merasakan sebuah tangan besar dan hangat mengusap kepalanya dengan lembut, "Terimakasih, Liu." Suara beratnya sukses membuat Liu tersihir. Alunan suara yang langsung terngiang di kepala Liu.

Oh shit! Liu, kuatkan imanmu!

"Ti-tidak masalah!" jawab Liu agak kaget bercampur gemetar. Kepalanya di usap lembut oleh seorang Zavelo Félix Guillén! Rasanya Liu ingin merayakan hari ini sebagai salah satu hari bersejarah dalam hidupnya!

Baiklah, itu berlebihan, Liu.

Fabio langsung menatap Liu tajam, "Kenapa kau nampak sangat senang ketika di usap-usap Félix?"

Tuhan, tolong jangan biarkan sisi posesifnya muncul di saat-saat membahagiakan seperti ini. Liu masih ingin diusap oleh Félix! Ini kesempatan yang langka!

Lalu Félix mengangkat tangannya dan berhenti mengusap kepala Liu. Ekspresinya masih tetap dingin dan datar seperti biasa. Nampaknya dia tidak tertarik berkompetisi dengan tiga orang idiot yang memperebutkan Liu ini.

Yah Liu kecewa.

"Baiklah jika besok dia keluar, sepertinya kita harus sama-sama minta maaf." Karel memecah keheningan yang sempat terjadi beberapa saat diantara mereka. Dan kagetnya Liu ketika melihat Karel yang kini sudah berbaring disampingnya. "Ayo Liu, aku akan memelukmu supaya lekas sembuh." Lalu sudah dipastikan Fabio adalah orang pertama yang memukul keras kepala Karel.

Justin nampak mengangguk setuju dengan apa yang disarankan oleh Karel. "Mungkin kita akan berkumpul didepan kamarnya dan menunggunya keluar, jadi saat dia keluar, kita langsung saja meminta maaf?" usulnya menyetujui kalimat yang sebelumnya dilontarkan oleh Karel.

"Entah kenapa aku berpikir itu terlalu merepotkan dan memalukan." Kali ini suara yang tidak setuju keluar dari bibir Fabio. Oh maksudnya mereka sudah berusia 20 tahun lebih-kecuali Karel, dan apakah hal sedramatis itu masih cocok dilakukan?

"Aku pikir itu bagus, Fabi. Pasti Zian akan senang." Ujar Liu dengan senyuman terukir di bibir tipisnya. Sepertinya dia setuju dengan ide milik Karel. Fabio terdiam sejenak sebelum kembali bersuara, "Baiklah."

Lihat, semudah itu membujuknya, Esmeralda!

"Aku juga setuju." Suara Félix yang tanpa di duga masih mendengarkan dengan baik percakapan mereka. Liu tanpa sadar tersenyum lebar, dia yakin orang yang paling khawatir dengan keadaan Zian saat ini adalah Félix, bukan yang lainnya.

"Baiklah, besok kita akan minta maaf bersama."

***

Hari ini semua pelayan ditambah Liu dan minus Zian sudah mandi pagi-pagi dan berpakaian rapi. Semuanya rapi dan sudah sarapan dengan makanan yang tentu saja mereka pesan dari luar. Liu adalah orang yang paling nampak semangat, ini adalah hari terakhir dia memakan fast food! Dia akan kembali makan masakan Zian dan membantu Zian memasak di dapur lagi.

Rasanya Liu benar-benar kangen berat dengan sosok kakak idamannya tersebut.

"Apa kita harus menunggunya seharian? Bagaimana jika dia keluar jam 11 malam?" Fabio adalah orang yang paling was-was dan malas melakukan semua yang diperintahkan oleh Karel. Dia terus berpikir negatif, mungkin inilah yang membuatnya selalu sayu dan nampak seperti mayat hidup setiap saat, pikiran negatifnya terlalu menjadi.

"Tidak masalah! Aku akan menunggunya dengan semangat!" sahut Liu seolah dia tidak peduli meskipun harus bersujud didepan kamar Zian, dia yakin Zian pasti akan keluar dari kamarnya hari ini entah jam berapa itu.

Seluruh luka dan memar di tubuhnya sudah sembuh karena perawatan intensif dari Justin, dokter rusia itu memang sangat bisa diandalkan. Kini Liu hanya perlu berdiri dengan tenang didepan pintu Zian dan ketika pintu terbuka, dia harus memastikan bahwa dirinya akan menjadi orang pertama yang memeluk Zian!

Sungguh keinginan yang kekanakan.

Berbeda dengan Liu yang menampakkan semangatnya secara jelas, Félix bersemangat dengan caranya sendiri. Dia berdiri disamping Liu dengan tenang dan penampilan yang baik. Kadang membuat Liu salah fokus dengan ketampanan kapten pelayan kaisar ini. Belum lagi jika Félix menoleh ke arahnya, rasanya Liu oleng untuk kesekian kalinya.

Tuhan! Ingatkan Liu bahwa Félix menyukai orang lain!

"Kalian berdua nampak seperti kakak-adik yang sedang menunggu dimaafkan oleh ibunya." Celutuk Karel yang mengunyah sepotong roti. Entah dimana dia mendapatkannya, mungkin dia baru saja keluar dan mencari toko roti.

Lalu Fabio segera memeluk Liu dari belakang, meletakkan dagunya diatas kepala Liu dan melingkarkan tangannya di leher lelaki cina tersebut. "Liu, aku bosan. Ayo jalan-jalan." Sayang sekali Fabio, Liu akan menolaknya kali ini karena dia sudah meyakinkan dirinya bahwa hari ini dia harus ada saat Zian membuka pintu.

"Maaf, Fabi. Aku akan menunggu Zian." Ujarnya dengan suara yang pelan. Terdengar suara Fabio menggerutu pelan. "Liu lebih sayang dengan Zian daripada denganku." dengan suara yang manja dan kali ini Liu benar-benar oleng.

Cukup Félix saja yang membuatnya oleng, Fabio jangan ikut menambah. Jantungnya sudah dalam keadaan yang tidak sehat, detakannya tidak bisa normal lagi.

Lalu Karel dan Justin ikut bergabung. Justin berdiri disamping Félix sedangkan Karel mencoba merebut Liu dari Fabio namun Fabio tidak akan menyerahkan budak manisnya semudah itu!

Liu seketika mendadak pusing. Jika tubuhnya dipegangi kuat oleh dua monster ini, bagaimana bisa dia memeluk Zian nanti? Mau bergerak saja rasanya susah.

"Liu milikku."

"Hah?! Dia milikku!"

"Milikku."

"Punyaku!"

Lihat, dua mulut saja sudah cukup membuat Liu pusing tujuh keliling. Ayolah Fabio, Karel, Liu hanya budak yang kebetulan tidak kalian bunuh, tidak usah seposesif dan segila itu. Liu tau jika kalian sudah mencoba berbagai jenis budak.

Kemudian tiba-tiba terdengar suara pintu yang dibuka. Seketika tubuh Liu menegang.

Zian membuka pintunya!

Pintu perlahan terbuka dan menampakkan sosok Zian didepan mereka semua. Lelaki berdarah cina itu sepertinya cukup kaget karena semua rekan ditambah budaknya berdiri dan berkumpul didepan pintunya.

"Kalian-" Zian membuang pandangannya ke arah lain. Sedangkan Liu sudah berontak ingin segera melepaskan diri dari dua pelayan yang memegangi tubuhnya ini. Dia harus memeluk Zian!

Kemudian Zian merasakan seseorang menepuk kepalanya, "Senang melihatmu baik-baik saja."

Oh, yang ini adalah suara Félix.

Tunggu-FÉLIX?!

Liu tanpa sadar menatap syok pada interaksi kapten dan wakil kapten pelayan Kaisar itu. Sejak kapan Félix jadi sedewasa ini didepan Zian? Bukankah biasanya dia hanya akan bersikap bodoh dan ceroboh?!

"Terima kasih." Jawab Zian dengan senyuman di bibirnya.

"Apa yang kalian lakukan?" ujar Zian menghela napas ketika melihat Karel dan Fabio sibuk tarik-menarik tubuh Liu. "Sedang memperebutkan Liu." Sahut keduanya dengan kompak.

"Lepaskan." Suara Zian datar dan seketika dua lelaki itu langsung melepaskan Liu. Refleks Liu langsung memeluk tubuh Zian, "Ziaaan~ Maafkan kami semua!" ujarnya seraya memeluk lelaki yang dia anggap kakak itu dengan pelukan yang sangat erat.

Meskipun Liu tidak menjadi orang yang pertama menyambut Zian-karena ditikung Félix, tapi Liu setidaknya berhasil memeluk Zian.

Terkekeh pelan, Zian menepuk-nepuk kepala Liu. "Aku yang seharusnya minta maaf karena mendiamkan kalian semua tanpa alasan jelas." Jawabnya dengan senyuman lembut. "Tidak, itu adalah salah kami juga." Celutuk Justin dan disambut anggukan Fabio serta Karel.

Ahh rasanya Liu sudah sangat rindu dengan pemandangan ini, padahal hanya beberapa hari tapi rasanya tanpa Zian semua terasa kurang. Lima pelayan memang diciptakan untuk bersama!

"Ayo bicara ke ruang tamu! Aku sudah memesan banyak makanan!" ujar Karel dengan riangnya seraya berjalan lebih dulu beberapa langkah. "Hei, aku sudah bilang beberapa kali, fast food itu tidak sehat!" protes Zian seraya melotot ke arah Karel. Karel yang mendapat protes hanya memberikan cengiran, "Ya habisnya Zian tidak ada untuk memasak."

Zian menghela napas, "Bagaimana bisa kalian hidup jika aku tidak ada?" gerutunya agak gemas.

Liu tersenyum senang. Zian yang cerewet memang sangat dia sukai!

Mereka semua lalu berjalan ke arah ruang tamu, meski sesekali terdengar Zian mengomel karena tau bahwa Karel menghabiskan bahan makanan di dapur untuk eksperimen memasaknya. Zian heran, bagaimana bisa lelaki seperti mereka tidak memiliki kemampuan dasar dalam memasak? Menggoreng telur saja mungkin akan gosong.

"Rasanya seperti aku membuat kalian ha-" ucapan Zian terhenti bersamaan dengan langkahnya ketika memasuki ruang tamu.

Para pelayan dan Liu langsung menatap heran. Namun mata Liu terbelalak saat melihat apa yang membuat Zian terhenti.

Seorang wanita sudah duduk di ruang tamu mereka! Sial, sepertinya tadi Karel lupa menutup pintu!

"Kakak..." ujarnya seraya berdiri saat melihat Zian.

Berbeda dengan si wanita yang nampak lega melihat Zian. Para pelayan sudah memasang wajah kaku dan susah di jelaskan, Liu menganga ria seolah sedang meloading semua kejadian yang terlalu mendadak ini.

Zian melirik mereka semua dengan tatapan yang tajam dan ekspresi yang dingin. "Kalian benar-benar-"

Rasanya Liu ingin berteriak, 'Tidak Zian! Kau salah paham!' tapi mulutnya tidak bisa berkata-kata. Aura yang dikeluarkan Zian terlalu mengerikan sampai-sampai membuatnya gemetar tanpa sadar.

Lalu Zian segera berlari meninggalkan mereka ke arah pintu dan menghilang disana.

"Zi-" Liu hendak mengejar namun tubuhnya ditahan oleh Félix. Lelaki berambut hitam itu nampak menatap datar ke arah pintu yang terbuka dengan lebar, menelan Zian hingga tidak terlihat lagi.

Liu mengepalkan tangannya kesal. Dia dan semua pelayan sudah meminta maaf dengan Zian tapi karena kesalahpahaman ini membuat Zian tidak mempercayai mereka lagi.

Sial! Liu gemetar menahan amarah. Seumur hidup mungkin ini adalah kali pertama Liu marah seperti ini.

Dia menatap Ning yang kini menampakkan ekspresi bersalah.

Oh wanita sialan, kau tidak bersalah, kau SANGAT bersalah dan tidak tau diri dalam kasus ini!

Liu kemudian mendesis dengan suara tajam,

"Get the fuck outta here, dumbass."

.

TBC

.

Liu! Jaga omonganmu nak! T^T HUWAAAAA~~ AKU KANGEN KALIAN SEMUAA! APA KALIAN MASIH ADA DISINI PARA PEMBACA TERSAYANGKU? Hikss.. maafkan aku T^T Tugas kuliah dan mager ini menyiksa. /selonjoran/ Tapi gapapa, setelah UAS aku bakalan rajin up, kenapa? Karna aku bakal di rumah aja * ^ *

Yasudah, sekian cuap2 malam ini. Intinya aku bakal rajin up lagi sehabis UAS, aku UAS tgl 26 dan 27, seram btw, 1 hari 7 matkul :)

DOAKAN AKU GAES~ SEE YA <3

Sabtu [21:35]
Kalsel, 22 Desember 2018
Love,
B A B Y O N E

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top