V - Adik Yang Maskulin, Karel!

Maafkan typonya.

.

"Liu?"

"Liiiiuuuu~"

Liu terlonjak kaget ketika mendengar suara yang cukup nyaring tepat di depan telinganya. Lelaki manis yang tertidur di sofa itu langsung mengucek-ngucek mata dan melihat siapa yang memanggil namanya dengan suara berat itu.

Kini dihadapan Liu nampak sosok lelaki yang memperhatikannya sambil tersenyum cerah. "Selamat pagi, Liu." Sapanya sekali lagi dan hal itu kembali membuat sosok terpanggil menoleh ke kiri dan kanan. Seingatnya dia tidur saat siang hari, apakah dia tertidur selama itu?

Mendadak wajah Liu memucat, apa saja yang dia lakukan selama ini?!

"Karel, jangan membuatnya bingung. Liu, selamat sore." Tegur Fabi yang kebetulan lewat di dekat sana. "Tch.. Fabi tidak bisa diajak bercanda." Karel mencibir sedangkan Liu menghela napas lega. Terima kasih, Fabi! Liu semakin menyukaimu!

Keadaan rumah itu nampak seperti biasanya, Zian yang berkutat di dapur, Karel yang kurang kerjaan, Fabi mondar mandir tidak karuan dan Justin yang sesekali keluar masuk ruangannya. Oh jangan lupakan Félix yang duduk anteng dengan secangkir kopi dan sebuah koran—kadang Liu berpikir lelaki yang satu ini seperti berada di dunia yang berbeda.

"Zian, ku dengar ada festival besar di wahana bermain XXX." Karel berteriak dan Liu yakin di dengar oleh Zian. Tak lama kemudian muncul sosok Zian sambil melepas apron warna merah nya. "Lalu? Kau mau minta uang padaku? Maaf, kita punya penghasilan masing-masing." Seolah bisa menebak pikiran Karel, Zian mencerocos tanpa rasa bersalah sedikit pun hingga mengundang raut kesal oleh lawan bicara.

Karel mendecih, dia gagal minta uang dengan Zian.

"Festival?" suara Liu memecah keheningan yang terjadi sejenak itu. Karel otomatis menatap Liu yang kini sudah duduk manis di sofa. Ah iya Karel lupa jika Liu menghabiskan hidupnya dengan luntang lantung kemudian terkurung di sangkar besi.

"Ya, festival nya diadakan di wahana bermain, dan disana kau bisa melihat atau naik berbagai macam permainan. Tapi aku lebih suka bianglala. Kau pernah melihatnya? Yang berputar seperti roda dan kita naik di kapsulnya." Karel menjelaskan sambil memeragakan bagaimana bianglala bergerak. Liu langsung ber'o ria. "Aku pernah melihatnya sewaktu kecil." Sahutnya gembira.

Kemudian Karel menatap wajah antusias Liu lalu tersenyum lebar, "Mau pergi bersamaku?" tawarnya seraya mengulurkan tangan pada Liu layaknya seorang pangeran.

"Apa aku boleh?" Liu bertanya—hei Liu itu merusak suasana dramatis yang sudah dibuat Karel susah payah!

"Tentu saja. Hei cepat pegang tanganku." Perintah Karel yang mendadak gemas dengan wajah anak anjing Liu itu.

Fabi memperhatikan bagaimana interaksi mereka berdua lalu tersenyum tipis, "Sekarang terlihat seperti Karel lebih tua dari Liu." Celutuknya pelan. Justin yang mendengar pun langsung menyetujui ucapan Fabi, "Aku tidak menyangkal."

Melihat Liu yang sangat antusias, Karel pun ikut senang. "Cepat mandi dan ganti bajumu." Perintahnya lalu berjalan meninggalkan Liu, dia juga akan melakukan hal yang sama.

Pergi ke festival ya? Liu menjadi bersemangat. Dia sangat ingin mencoba beberapa permainan disana—yah meski jika hanya boleh melihat saja dia juga tidak masalah.

Liu tau jika Karel adalah laki-laki yang baik, tapi dia tidak menyangka jika Karel mau mengajaknya jalan-jalan. Bahkan Zian belum pernah mengajaknya ke supermarket untuk berbelanja.

Saking semangatnya Liu, dia bahkan sudah siap lebih dulu sebelum Karel muncul. Anak itu mandi dan berpakaian dengan cepat, tidak ada waktu yang sia-sia dia habiskan di kamar mandi. Dia berdiri di dekat Zian dan sesekali membantu lelaki berisik untuk untuk menyiapkan sesuatu, tapi tenang saja Zian tidak akan meminta Liu untuk melakukan sesuatu yang membuat baju bersihnya kotor.

"Zian, aku akan pergi ke festival dengan Karel." Ujar Liu sambil mencuci piring kotor tempat bekas tempat daging mentah. "Aku sudah mendengarnya 5 kali, Liu." Sahut si lawan bicara yang sudah menumis bawang bombay.

Mood Liu benar-benar bagus hari ini. Dia bahkan tidak malu untuk tersenyum-senyum sendiri, membuat Zian gemas setengah mati.

"Apa disana ada beruang?" tanya Liu hingga Zian memaksa otaknya bekerja keras—apa Liu ingin ke kebun binatang?

"Beruang?" si koki balik bertanya dengan ekspresi 'Liu, tolong jelaskan dengan benar'.

Lelaki yang lebih muda itu menganggukkan kepalanya, "Beruang! Beruang besar yang berjalan dengan dua kaki, dia sering memegang balon dan bersama anak-anak."

Ah Liu betapa polosnya dirimu sampai tertipu oleh kostum beruang.

"Ada. Kau mau beruang warna apa?" Suara Karel tiba-tiba mengejutkan kedua lelaki yang ada di dapur itu.

"Karel, kau akan pergi sekarang?" tanya Zian lalu disambut anggukan oleh sang lawan bicara yang sudah menarik Liu agar mendekat padanya.

Lelaki berdarah cina yang menyandang titel wakil kapten itu kemudian mengambil smartphonenya lalu menununjukkan pada Karel, "Aku sudah mengirim pesan pada Kaisar, dia bilang semua kebutuhan Liu akan ditanggung oleh Kaisar dan Permaisuri." Karel bersiul kala melihat bukti transfer dari rekening Yoo Han Yuan ke rekening Karel Léglise, dengan angka yang terbilang cukup banyak untuk sekedar ke festival.

"Dengan uang itu aku bisa pergi ke luar negeri." Celutuk Karel dan Zian menghela napas, "Kalian bisa membeli dan bermain apa pun disana. Sisa uangnya untukmu saja, kata permaisuri. Mereka juga akan segera membuatkan rekening untuk Liu." Jelas Zian lagi. Karel mengangguk-anggukkan kepalanya paham, memang tidak ada Tuan yang lebih pengertian selain pasangan suami-istri gila itu.

Kemudian lelaki berdarah perancis itu mengulurkan lengannya ke samping—ke arah Liu. Yang diuluri bingung bereaksi apa, "Ayo kita pergi." Ujar Karel seraya tersenyum. Zian yang ada didepan Liu langsung membuat pose mengait dengan tangannya, mengisyaratkan pada Liu untuk meraih lengan kokoh tersebut.

Dengan canggung Liu langsung menuruti apa yang dimaksud oleh Zian, dia meraih lengan Karel dan memeganginya cukup erat. Wajahnya tanpa sadar memerah malu. Padahal dia lebih tua, tapi kenapa Karel sangat manly?! Liu jadi kesal—tapi dia suka.

Keduanya berjalan keluar dan menuruni tangga teras, tiba-tiba Liu teringat sesuatu. "Kita akan pergi pakai apa?" tanyanya dengan polos. Karel menunjuk sebuah sepeda di dekat mobil berwarna putih—sekedar informasi, itu mobil milik Zian.

"Tempatnya tidak terlalu jauh, jadi tidak usah pakai mobil. Kau mau?" tanya Karel dengan pelan, Liu menganggukan kepalanya bak anak anjing. "Aku mau!"

Lalu Karel pun berjalan menuju sepeda tersebut dan segera menaikinya. Beruntung Liu memilih pakaian yang santai—jeans panjang dan kaos putih lalu ditutupi hoodie berwarna biru, dia nampak cocok dengan Karel yang hanya memakai celana selutut dengan baju kaos putih garis-garis dan jaket jeans nya.

"Pegangan yang benar, Liu." Ujar Karel seraya melirik ke belakang dan mendapati Liu sudah berdiri dibelakang sambil berpegangan pada bahunya "Umh!" jawab yang lebih tua dengan senang lalu mengeratkan pegangan di bahu Karel.

Melihat hal itu membuat Karel tertawa gemas, "Yosh! Kita berangkat!"

Sepeda di kayuh dan perlahan angin menyapu wajah keduanya, Liu adalah yang paling bahagia karena bisa merasakan angin menerpa tubuhnya. Berbeda dengan Karel yang fokus dengan sepeda dan sesekali bersiul riang.

Ban bulat sepeda itu terus berputar di jalanan, sesekali membuat pengguna jalan lain memperhatikannya. Bukan ban atau sepedanya yang menarik, tapi dua orang yang menaikinya. Yang satu nampak sangat bahagia dan yang lainnya juga selalu menebar senyuman yang penuh energi.

"Liu, eratkan pegangan dan kakimu, kita akan melalui jalan yang menyenangkan!" ujar Karel dengan nyaring lalu mengayuh sepedanya lebih cepat, Liu bingung harus berpegang bagaimana lagi, dia sudah mencengkram bahu Karel cukup kuat, lalu dia masih harus mengeratkan pegangannya?

"Kau boleh memelukku, ini gratis." Suara Karel lagi dan sukses membuat Liu oleng.

Tenangkan dirimu Liu! Jika kau oleng sekarang maka mungkin kau akan mati dengan wajah tergilas aspal.

Lelaki manis itu kemudian melingkarkan tangannya pada leher Karel, mengeratkan tubuhnya pada Karel dan mengapit bahu lebar itu dengan bagian lengannya.

Karel tersenyum ketika merasa Liu sudah benar-benar menempel dengannya, "Bersiaplah Liu, kita akan terbang!"

Wajah Liu langsung memucat.

Karel mengayuh lebih cepat dan Liu bisa melihat ada turunan curam di depan mereka, ingin rasanya berteriak tapi nampaknya Liu menjadi kaku melihat kenyataan yang akan dihadapinya.

KAREL KAU BENAR-BENAR MEMBAHAYAKAN JANTUNG LIU!

Swussh!!

Sepeda itu melesat sangat cepat di jalan menurun tersebut, Liu hanya berharap Karel tidak menabrak sesuatu seperti batu besar, bola yang tiba-tiba muncul atau tiang listrik yang tak tau apa-apa.

Namun sepertinya aksi ekstrim Karel tidak berhenti sampai disini. Turunan curam itu mengarah pada sebuah persimpangan, lurus dan tikungan tajam. Wajah Liu sudah berubah hijau-kuning, dia sepertinya tau akan kemana sepeda ini melayang.

Dan benar saja ketika sepeda itu hampir mencapai persimpangan, Karel membanting stir sepedanya dengan kuat hingga terjadilah sebuah belokan super tajam yang membuat Liu merasa nyawanya keluar seketika. Kaki Liu gemetar hebat tapi Karel malah tertawa gelak menikmati angin yang menerbangkan rambut blondenya.

Karel tidak mengurangi kecepatannya sama sekali, dia malah mengayuh sepeda itu semakin kuat dan sialnya arah angin malah ikut mendorong mereka dari belakang, Liu merasa ini adalah akhir dari perjalanan hidupnya. Oh malang sekali.

Mata Liu menangkap sebuah tanjakan yang cukup tinggi. Tunggu dulu, Karel tidak berpikir untuk menaiki itu bukan? Ah tapi mustahil, mereka pasti akan menaikinya. Entah kenapa Liu sudah benar-benar bisa melihat bagaimana bentuk kematiannya.

"Liu! Kita akan terbang, jangan melonggarkan pelukanmu!" teriak Karel dengan bersemangat. Ah nyawa Liu sudah melayang sedari tadi.

Sragh

Lelaki yang ada dibelakang langsung membulatkan matanya seakan benda bulat itu akan meloncat keluar. Bagaimana Liu tidak kaget, mereka benar-benar meloncat dan ternyata tanjakan itu adalah sebuah jalan buntu—menuju dataran rendah dengan jalan yang sangat curam.

"AAAAA!!!" teriak Liu saat sepeda mereka benar-benar berada di udara, sedangkan Karel malah tertawa dan membiarkan mereka terbang—atau mungkin melompat lebih jauh di udara.

Tidak tidak tidak, Liu benar-benar akan mati saat ini.

Liu bersumpah tidak akan mau ikut dengan Karel lagi! Lebih baik dia memasak bersama Zian atau membantu Justin membereskan obat atau menyiram bunga dengan Fabi!

Namun hal yang lebih mengagetkan adalah Karel melepaskan sepeda nya. Liu semakin histeris dan mulai melilitkan kedua kakinya pada tubuh lelaki yang lebih muda darinya itu.

"Woohoo!" teriak Karel senang saat mereka mulai jatuh ke bawah. Tepat ke arah sebuah lapangan luas yang kosong.

"Aku tidak mau mati aku tidak mau mati aku tidak mau mati." Liu merapalkan kalimat itu berulang kali dan Karel dapat mendengarnya dengan jelas karena si budak manis itu berbicara disamping telinganya.

Kemudian Karel mengambil sesuatu di sakunya dengan cepat. Nampak seperti plastik atau apapun itu, Liu tidak bisa melihat dengan jelas. Disana terdapat sebuah tali kecil juga. Saat jarak mereka dengan tanah tersisa sekitar 5 meter, Karel langsung menarik tali tersebut dan tiba-tiba sebuah balon mengembang dibawah mereka.

Tubuh keduanya terjatuh diatas balon besar itu kemudian kembali melayang ke atas, Karel segera berguling di udara dan menjadikan hand stand sebagai gerakan pertama saat menyentuh tanah sebelum akhirnya Karel mengayunkan tungkai kakinya ke depan dengan tangan yang memberikan dorongan tambahan sampai posisi tubuhnya kini berdiri tegak.

"Menyenangkan bukan, Liu?" tanya Karel dengan senyuman energiknya pada seonggok manusia hampir tak bernyawa yang masih saja melekat di punggungnya.

"Aku mati aku mati aku mati aku mati." Liu menggumam dan mengundang tawa oleh yang lebih muda.

"Liu, kau sudah aman." Suara yang sengaja dikeluarkan lebih keras itu sukses membawa Liu kembali ke dunia nyata. Lelaki manis itu langsung melompat turun dari punggung Karel dan meraup napas sebanyak-banyaknya.

Sedangkan si pemilik rambut blonde sudah mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.

"Ah, kalian ambilkan sepedaku ditempat biasa dan bawa pulang ke rumah, minta upahnya pada Justin atau Zian." Ujar Karel berbicara pada orang di telepon itu. Kemudian dia berbalik lagi ke arah Liu yang terduduk diatas rumput lapangan.

Lelaki berdarah prancis itu tersenyum—atau lebih tepatnya memberikan cengiran, pada Liu seraya mengulurkan tangannya, "Maafkan aku, kau mau?"

Karel tolong jangan katakan itu atau Liu akan oleng untuk kesekian kalinya. Bagaimana mungkin Liu tidak bisa memaafkan kelakuan sembrono lelaki ini kalau dia meminta maaf dengan cara seperti itu?

Melupakan kejadian sebelumnya yang hampir merenggut kesehatan jantung, Liu menyambut uluran tangan Karel lalu berdiri.

"Tempatnya ada didekat sana, kita bisa jalan kaki. Sepedaku akan dibawa oleh beberapa berandalan disini untuk pulang." Jelas Karel seraya menunjukkan jalan pada Liu. "Lalu kita pulang bagaimana?" yang lebih tua bertanya. "Naik taksi, kurasa. Aku selalu melakukan itu, kau tau tidak mungkin mengayuh sepeda di jalan menanjak, aku malas." Karel menggeleng-gelengkan kepalanya seraya menghela napas panjang.

Keduanya terus berjalan sambil sesekali mengobrol ringan, tak jarang Liu melihat Karel tersenyum atau tertawa saat berbicara. Dan demi Tuhan kenapa anak energik ini sangat menyilaukan?! Liu merasa seperti anak kecil jika di dekat Karel, hei sepertinya anak itu –Karel, dewasa sebelum waktunya.

Tangan Karel menunjuk ke arah sebuah gerbang besar, "Itu tempatnya. Ayo kita masuk."

***

Hari sudah hampir senja dan pengunjung semakin banyak berdatangan ke festival yang diadakan di wahana bermain ini. Ada yang datang untuk bermain, dan ada juga yang mengincar jualan-jualan atau stand menarik disini.

"Karel, lihat itu beruang! Oh ada kelinci! Ada katak juga! Ada kucing!" Liu histeris saat melihat beberapa 'hewan' itu berfoto dengan anak-anak kecil. Karel meliriknya kemudian terpikir sesuatu, "Liu, kau tau tentang mereka?" dia berbisik dengan nada serius.

"Eh? Mereka kenapa?" Liu membalas pertanyaan Karel dengan rasa penasaran. "Mereka sangat benci anak nakal. Jadi kau tidak boleh dekat-dekat dengan mereka." Lelaki prancis itu menggerakkan telunjuknya seolah mengatakan 'tidak boleh'.

Sedangkan si lawan bicara mengedip-ngedipkan mata, "Tapi aku bukan anak nakal. Lagi pula, aku sudah 19 tahun." Jawab Liu dengan nada sebal. Sekali lagi, Karel menggeleng-gelengkan kepalanya,

"Apa menurutmu menjadi budak seks itu bukan sebuah kenakalan? Mereka benci anak nakal, tapi mereka lebih benci dengan orang dewasa yang nakal."

Liu terdiam. Benar juga, dia sudah berkutat dalam dosa ini untuk bertahan hidup.

Pikiran Liu untuk sejenak melayang ke arah lain. Dia tau jika menjadi seorang budak seks bukanlah perbuatan yang baik, tapi dia tidak bisa menghindari hal itu. Lagi pula, dia bisa hidup dengan layak dengan 'pekerjaan' ini, sebuah pekerjaan yang tidak susah namun juga tidak mudah.

Liu dilema, apa dia tidak akan bisa mendekati beruang berkaki dua itu selamanya?

"...u?"

"...iuuu?"

"Liuuu?"

Lamunan Liu buyar kala suara maskulin Karel berulang kali memanggil namanya.

"A—ah maafkan aku!" pintanya tegas seraya membungkuk 90 derajat di depan Karel.

"Sudahlah, mau naik roller coaster bersamaku?" tawar Karel seraya menunjuk sebuah roller coaster berlintasan ekstrim, Liu melihatnya dengan seksama. Melihat bagaimana para penumpang disana berteriak sekuat tenaga rasanya cukup menantang.

Lelaki yang lebih tua menganggukkan kepalanya lalu tersenyum,

"Umh! Aku mau."

"Baiklah tapi sebelum itu ayo kita beli beberapa makanan, naik bianglala dan mencoba beberapa permainan di stand dulu."

"Yeay!"

***

"Huhuhuhu~"

"Hei hei jangan menangis, orang-orang mengira aku menyakitimu."

Karel tersenyum canggung pada orang berlalu lalang yang menatapnya seolah dia orang jahat.

Ini semua tentu saja karena Liu menangis disampingnya setelah naik roller coaster, nampaknya anak itu ketakutan sampai-sampai menangis selama permainan dan masih belum selesai sampai sekarang tangisannya.

"Aku akan membelikanmu es krim, tapi berhenti menangis, bagaimana?" tawar Karel seraya menengok wajah penuh air mata milik Liu. Kemudian suara tersedu itu mendadak hilang, Liu menganggukkan kepalanya patuh dan Karel menghela napas.

'Betapa mudahnya membujuk lelaki ini', batinnya setengah lega.

Tidak mau membuang waktu, Karel langsung menghampiri stand penjual es krim dan membeli makanan dingin tersebut lalu segera kembali pada Liu—Karel takut jika Liu menghilang atau diculik jika terlalu lama ditinggalkan.

"Hanya satu?" tanya Liu seraya menerima es krim yang dibelikan Karel. "Kau mau dua?" tanya yang lebih muda spontan. "Bukan, maksudnya kau tidak mau?" Liu menawarkan es krim ditangannya dan disambut gelengan oleh Liu.

"Aku tidak tertarik."

Selanjutnya mereka diam-diaman, Liu hanya fokus dengan es krim ditangannya dan Karel diam-diam mengambil sebilah rokok lalu mulai menghisapnya. Liu menyadari hal itu langsung menatap kaget, "Karel! Kau merokok?!" ucapnya kaget.

Yang ditegur langsung menoleh santai, "Usiaku 18 tahun jika kau lupa." Menegaskan bahwa dia sudah cukup umur untuk stick cancer itu. "Tapi tetap saja itu masih muda." Gumam Liu pelan kemudian kembali fokus dengan es krimnya. Karel menggidikkan bahu, "Zian juga perokok. Meski bukan pecandu."

Liu menghentikan acara menjilat es krimnya, "Kau pecandu?" tanyanya tanpa menatap wajah Karel. "Aku sama seperti Zian." Sang lawan bicara menjawab dengan mantap.

"Tapi aku kecanduan denganmu."

Rasanya Liu oleng lagi!

Karel kemudian meraih wajah Liu dan tersenyum, "Kau benar-benar seperti anak kecil." Cibirnya pelan kemudian mendekat ke arah Liu seraya menjilati sisa es krim di bibir lelaki cina tersebut.

Liu membatu ditempat dan membiarkan Karel terus menjilati bibirnya meski es krim itu sudah benar-benar bersih.

Perlahan tangan Liu menepuk-nepuk bahu Karel, si pelaku menghentikan kegiatannya sebentar namun masih dalam jarak yang sangat dekat dengan wajah Liu. Telunjuk Liu kemudian mengarahkan pandangan Karel ke arah orang-orang yang memperhatikan mereka. Mungkin Liu malu diperhatikan seperti ini.

Karel terkekeh pelan kemudian mendekat ke telinga Liu, "Kenapa? Kau malu? Ciuman ditempat umum itu sudah biasa." Bisiknya deduktif dan wajah Liu panas mendadak.

Lelaki tersebut kemudian meraih bahu Liu dan menjilat telinga si budak seraya berbisik lagi, "Atau kau mau sesuatu yang lain?"

Holy fuck!

***

Slurpp~

Terdengar bunyi lidah seseorang beradu dengan kulit sang lawan. Sesekali juga terdengar rintihan dan lenguhan, namun hal itu hanya diabaikan oleh pengguna toilet umum yang lain. Hal seperti ini sudah bukan sebuah rahasia.

"Ka—karel... Nghh.. uhh..." lenguh Liu ketika Karel terus menciumi dan menjilat lehernya, lalu tangan lelaki itu juga menelusuri tubuh bagian depan Liu, menyusup masuk ke dalam kaos putih miliknya.

Kedua insan yang dilanda asmara seolah tidak tau dimana tempat dan waktu untuk melepas 'rindu' yang benar, apalagi Karel yang paling semangat menyusuri tubuh mulus milik Liu.

Beberapa kissmark dan bitemark terdahulu masih belum luntur sepenuhnya dari leher Liu dan sekarang Karel menimpanya dengan ciuman dan gigitan yang lebih kuat, menyebabkan tanda itu mulai muncul lagi. Melupakan kenyataan bahwa orang-orang diluar mungkin bisa mendengar kegiatan mereka jika menajamkan telinga, Karel lebih memilih 'bodo amat'.

Liu dipaksa untuk berlutut dan dituntut untuk memuaskan kelamin sang lawan main dibawah sana. Tanpa perlu bertanya, Liu dengan cekatan membuka rasleting celana Karel dan menurunkannya sedikit ke bawah. Lelaki manis itu mulai menjilati benda panjang yang mengeras itu sambil sesekali menggigit bagiannya.

Air liur Liu bahkan sudah nampak membuat penis Karel mengkilat dibawah lampu toilet tersebut. Oh jangan lupakan wajah horny budak manis kita yang sukses membuat Karel ngaceng maksimal.

"Hm.. slurpp.. hnckkck.." kecipak saliva terdengar jelas mengalun seiring dengan lidah Liu yang terus bergelut manja dengan penis sang top.

Karel di usia awal 18 tahun harus mengakui bahwa dirinya sangat menikmati kegiatan kali ini. Liu bukan sekedar budak yang histeris atau berontak kemudian berujung mati seperti budak-budak sebelumnya, Liu itu istimewa.

"Ah—stop Liu." Pinta Karel seraya menarik rambut lelaki manis itu dan membuatnya berdiri tegak kembali. Karel melihat bibir Liu dibanjiri oleh salivanya sendiri setelah melakukan oral tadi. Langsung saja Karel menciumi dengan membabi buta namun sang lawan main juga tidak keberatan sama sekali dan malah menggeliat erotis dalam pelukan posesif lelaki berdarah perancis tersebut.

Disela ciuman mereka, Karel memutar tubuh Liu agar menghadap ke arah dinding, membuat si budak terhimpit pada tembok dingin pemisah antar ruang tersebut. Ciuman mereka dilepaskan, Liu mengusap bibir basahnya dengan punggung tangan dan sekali lagi Karel merasa penisnya berkedut semangat melihat aksi provokasi tersebut.

Karel mulai menurunkan celana Liu dan memposisikan penisnya didepan lubang lelaki manis tersebut. Liu sedikit menungging membuka jalan untuk 'senjata' tersebut merasukinya. Sekarang tidak perlu ditanyakan bagaimana pahamnya Liu tentang kegiatan panas ini.

Kepala penis itu masuk perlahan ke dalam lubang milik Liu dan membuat si 'korban' melenguh panjang. Sedangkan sang pendominasi kini memegangi pinggul Liu hingga penisnya benar-benar masuk sempurna ke dalam sana. Karel menggigit bibirnya menikmati anus Liu yang terasa menjepit kuat penis ereksinya.

Perlahan Karel menggerakkan penisnya maju mundur sedangkan Liu sudah benar-benar memejamkan matanya dari tadi.

"Siapa orang yang paling sering bercinta denganmu, Liu?" tanya Karel disela kegiatannya. Lelaki perancis itu masih bergerak dengan pelan, membiasakan penisnya dalam lubang ketat tersebut.

"Fa—Fabi dan Justin.." jawab sang lawan setengah mendesah.

Dan orang yang paling jarang tentu saja dirinya dan Félix—oh lupakan Félix, mungkin lelaki itu baru pernah satu kali menyentuh Liu dan itu saat hari pertama kedatangan si budak. Sedangkan Zian, Karel sangat yakin wakil kapten itu terlalu sibuk dengan urusannya yang lain, belum lagi ditambah urusan Félix yang kadang tidak beres dan mau tidak mau diambil alih oleh Zian, itu baru masalah pekerjaan, masalah pribadi seperti tersesat dijalan, dipalak preman sampai jenis masakan juga sering menjadi masalah Félix yang harus dituntaskan oleh Zian.

"Karel?" Liu memanggil lelaki yang tengah berpikir itu dengan suara seksi. Yang lebih muda langsung tersadar dan tersenyum, "Ada apa?" bisiknya seraya menempelkan tubuh bagian depannya pada punggung Liu, dan tangan Karel mulai turun untuk menjahili penis Liu yang sudah tegang akibat ulahnya.

"Kau boleh bergerak lebih dari ini." ujar Liu pelan saat Karel menciumi lehernya dengan lembut. Tiba-tiba saja sebuah seringaian tercipta di wajah Karel, "Aku boleh bermain kasar?" tanyanya lagi.

Liu menempelkan pipinya di dinding kemudian melirik ke arah Karel yang di belakang, "Jika dengan itu kau menyukaiku." Dia menjawab dengan wajah yang benar-benar merah.

Shit!

Karel ingin segera pulang ke rumah dan menghajar lelaki ini di ranjangnya.

"Aku sangat menyukaimu." Bisiknya kemudian menggerakkan pinggul lebih cepat.

"Oh—ahh.. yes.. more.. more.. ahh Ka—rel.." suara desahan Liu terdengar jelas di telinga Karel dan semakin membuat lelaki perancis ini tidak segan-segan untuk mengacak bagian dalam Liu lebih banyak dan tangannya juga semakin cepat mengocok penis Liu yang nampaknya hampir orgasme.

Liu menggeliat gelisah merasakann kedua organ vitalnya dipermainkan dengan lincah oleh sosok lelaki yang berada satu tahun dibawahnya, "Ah—aku sampai.." ringisnya pelan namun Karel nampak masih menaikkan temponya lebih cepat.

"Tahan sebentar lagi, Liu." Perintahnya dan si budak hanya bisa menurut, berusaha keras agar dia tidak keluar duluan sebelum Karel memberinya izin.

Kini Karel mengangkat satu kaki Liu ke atas dan memeganginya dengan kuat, membuat lelaki manis itu membuka selangkangannya lebar dan memberi ruang gerak lebih mudah untuk Karel. Tubuh Liu bergetar dan dia terus meracau meminta lebih dan meminta sentuhan lebih dalam, Karel suka semangat itu!

"Ka—karel.. aku sam—"

"Tahan sebentar lagi, Liu."

***

Sreeet

Liu menaikkan rasletingnya dan kemudian mengambil tisu untuk membersihkan sisa-sisa saliva di lehernya. Sedangkan Karel sudah selesai lebih dulu dan duduk memperhatikan tindakan lelaki manis yang berusia satu tahun diatasnya itu.

"Karel, kau keluar lama sekali." gerutu Liu pelan sambil terus membersihkan saliva sang dominan dari tubuhnya.

"Kau tidak menyukainya?" balas Karel menyeringai. Liu tersenyum menatap lelaki itu,

"Aku sangat menyukainya."

Oh shit! Kuatkan hatimu, Karel!

Pintu kemudian dibuka ketika Liu sudah benar-benar selesai, lelaki manis itu berjalan lebih dulu dan diiringi oleh Karel. Mereka tidak peduli dengan beberapa pasang mata yang sempat menatap cukup aneh ke arah mereka, apalagi Karel yang malah balas menatap mereka dengan tatapan 'Hah? Apa maumu brengsek?'

Lelaki perancis itu mengambil sebilah rokok dan hendak menyalakannya,

"Wah, apa itu Karel?"

Karel mendecih ketik ada suara yang menyapanya, "Tch... Ada apa, huh?" balasnya yang sudah mulai bergaya preman. Liu terkekeh geli melihat dominan nya bertingkah seperti ini, mungkin mood Karel kurang bagus sekarang—karena dia ingin bermain lebih lama dengan Liu.

Namun tiba-tiba wajah Karel berubah saat melihat yang menyapanya adalah sekelompok berandalan seumurannya, "Oh ternyata kalian. Apa sepedaku sudah kalian antar?" sapa Karel seraya menepuk bahu salah satu dari mereka cukup keras.

"Sudah, dan bukannya mendapat uang Zian malah mengangkat gatling gun nya pada kami." Cerita lelaki yang ditepuk Karel. Lawan bicara langsung tertawa gelak, "Aku akan bayar besok. Sekarang uangku khusus untuk malam ini." balas Karel dan disambut anggukan oleh berandalan-berandalan itu.

Liu memperhatikan interaksi Karel dengan mereka, dan ini malah nampak seperti Karel adalah bos yang suka menyuruh-nyuruh. Liu terkekeh pelan.

"Kalian ini pembunuh atau bagaimana? Memiliki pedang, pistol sampai gatling gun dan senjata lainnya didalam rumah." Gerutu salah satu berandalan dan Karel hanya tertawa canggung.

Lelaki perancis itu kemudian melirik ke arah Liu, "Ah Liu, aku ada urusan dengan mereka sebentar. Apa kau mau menunggu di gerbang? Kita akan pulang setelah ini."

Mendengar sebuah perintah dari 'master'nya, Liu mau tidak mau harus mengangguk patuh. Sebenarnya dia masih belum ingin pulang, apalagi dia belum sempat bersalaman dengan beruang—lupakan itu, Liu.

Liu pun langsung berjalan meninggalkan Karel dengan teman-teman berandalnya. Lelaki perancis itu memperhatikan Liu sampai benar-benar menjauh, dia kemudian menatap para berandal dihadapannya dengan ekspresi yang berbeda—lebih serius dan lebih mengintimidasi.

"Salah satu dari kalian, cepat ikuti dia. Dan sisanya ikuti aku."

***

Liu memperhatikan bagaimana orang-orang malam ini berinteraksi, sesekali dia melihat anak kecil tertawa bersama kedua orang tuanya dan kadang dia juga melihat sepasang kekasih bermesraan di sepanjang jalan. Mereka berpelukan dan sesekali berciuman, melihat hal itu Liu langsung tersipu malu. Padahal mereka yang berbuat, tapi Liu yang merasa malunya.

Ada sebuah jam besar yang berada diatas menara, Liu dapat membaca jam itu dan dia sadar bahwa dia sudah menunggu Karel selama hampir setengah jam. Kira-kira urusan apa yang dilakukan lelaki itu?

Jujur saja tapi Liu sedikit takut jika harus menunggu sendirian. Dia merasa orang-orang mulai memperhatikannya—dalam artian negatif. Berbeda jika saat dia bersama Karel, orang-orang tidak terlalu peduli.

Apakah karena dia anak nakal orang-orang jadi berlomba untuk menculiknya?—Liu, hentikan imajinasi liarmu.

Lelaki berdarah cina itu terus duduk di sebuah kursi sendirian, sesekali dia melirik ke kiri dan ke kanan takut ada sesuatu yang mengerikan.

Namun beberapa saat kemudian mata Liu menangkap sosok beruang—tentu saja orang dengan kostum beruang, sedang berjalan sambil membawa sebuah balon. Terlintas di benak Liu untuk mendekatinya, tapi dia takut dengan kata-kata Karel.

Bagaimana jika dia diculik karena beruang itu membencinya?!–cukup.

Beberapa anak kecil menghampiri beruang cokelat itu dan mengajaknya berfoto sesekali, lalu si beruang melambaikan tangan pada anak-anak tersebut dengan riangnya. Mata Liu benar-benar tidak lepas dari si beruang dengan satu balon itu.

Sampai pada akhirnya beruang tersebut berjalan ke arah Liu setelah ditinggalkan anak-anak kecil. Mungkin beruang tersebut menyadari bahwa sedari tadi dia ditatap oleh Liu dengan tatapan tajam.

Mendadak Liu jadi salah tingkah, apa dia harus kabur? Dia tidak ingin diculik tapi disisi lain dia ingin melihat beruang tersebut dari dekat.

Liu kemudian berdiri ketika melihat beruang itu benar-benar ada dihadapannya.

Mereka berdua diam-diaman.

Liu terlalu sibuk melihat beruang itu dari ujung rambut sampai ujung kaki sampai dia tidak sadar si beruang membuka tangannya lebar dan menangkapnya dengan kuat.

Mendadak Liu histeris dan berontak sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari cengkraman orang berkostum beruang tersebut. Liu setengah gemetar dan ketakutan disaat yang sama, dia hampir tidak bisa mengatur napasnya karena terlalu takut.

Sedangkan sang beruang benar-benar tidak mau melonggarkan pelukannya pada sang target. Liu pun tanpa sadar menangis saking takutnya.

"Huhu.. Maafkan aku! Aku memang anak nakal, tapi jangan culik aku!" ujarnya menangis pilu sambil terus mencoba untuk melepaskan diri dari si beruang.

"I—ini satu-satunya caraku bertahan hidup—aku memang anak nakal. Tapi aku tidak mau berpisah dengan mereka semua." Racau Liu lagi seolah mengakui segala kesalahannya didepan sang beruang penculik.

Tidak ada kelonggaran di pelukan tersebut, seolah si beruang benar-benar akan membawa Liu dan menculiknya ditengah orang banyak.

"Karel... Karel... Tolong aku." Tangisan Liu semakin nyaring membuat beberapa pengunjung memperhatikannya—tapi mereka sama sekali tidak ada niat untuk menolong.

"Aku memang anak nakal. Tapi jangan membawaku, aku ingin tinggal bersama Karel dan yang lainnya." Liu memohon seolah meminta ampunan.

Tiba-tiba beruang tersebut melepaskan pelukannya dari Liu. Lelaki manis kita masih menangis tersedu-sedu, hampir saja dia berlari sekuat tenaga jika si beruang tidak memegangi kepalanya sendiri.

Beruang itu kemudian melepaskan kepalanya dan Liu kaget kala melihat sosok didalamnya tersenyum lebar seolah tanpa dosa. Rambut blonde dan cengiran tanpa dosa itu benar-benar familiar!

"Ka—karel!" pekiknya histeris dan langsung menubruk Karel yang masih mengenakan kostum beruang cokelat itu. "Hei hei, sudah jangan menangis." Bujuk Karel tanpa bisa menyembunyikan senyumannya, dia terus mengusap kepala Liu yang menangis memeluknya.

"Ini, balon untukmu." Karel menyerahkan satu-satunya balon yang dia bawa.

Liu langsung meleleh melihat perlakuan romantis—sekaligus menjengkelkan dari salah satu pelayan kaisar ini.

Lelaki manis itu segera mengambil balon ditangan Karel, sebuah balon putih dengan tulisan 'I Love You'.

"Kau—menyebalkan!" teriak Liu kesal dengan air mata yang masih mengucur di wajahnya.

Karel tertawa gelak kemudian membuka tangannya lebar-lebar—tentu dia masih mengenakan kostum beruang, hanya saja kepala beruang itu sudah tergeletak di bawah.

"Terimakasih, aku juga mencintaimu." Balas Karel yang sungguh tidak nyambung dengan kata-kata Liu sebelumnya.

Tanpa perlu bertanya lebih lanjut, Liu langsung memeluk Karel untuk kesekian kalinya.

***

"Zian, kopi ini kurang manis."

"Kau punya kaki dan tangan, ambil sendiri gulanya ke dapur. Aku sibuk, Félix. Jangan jadi anak manja terus menerus."

Kemudian Félix pun beringsut bangkit dan berjalan ke arah dapur dimana Zian berada untuk mencari gulanya. Sedangkan Fabi duduk di sofa bersama Justin hanya memperhatikan.

"Kalian terlihat seperti pasangan yang sudah lama menikah." Teriak Justin dan langsung mendapat sambaran oleh Zian, "Sebelum kedatangan budak seks, aku sering melihat kau dan Fabi mojok berdua!"

"Noizian sialan!" Justin menjadi gemas ingin mencakar wajah angkuh si penguasa rumah itu. Sedangkan Fabi hanya menghela napas melihat aksi semua temannya yang kurang beres, "Sudahlah Justin, jangan melawan Zian." Suaranya yang tetap sendu seperti biasa, "Berisik, gloomyo!" balas Justin dan panggilan terakhir tepat menusuk jantung Fabi. Hei dia tidak sesuram itu!

"Kami pulang." Terdengar suara pintu terbuka dan menampakkan sosok Karel dengan Liu di punggungnya yang sudah tertidur pulas. Fabi langsung menghampiri kedua sosok itu segera, "Perlu bantuan?" tawarnya dan langsung mendapat gelengan dari Karel.

"Liu akan tidur dikamarku malam ini. Aku lelah, katakan pada Zian aku langsung tidur." ujar Karel dan berjalan melewati Fabi begitu saja menuju kamarnya.

Dia tidak benar-benar lelah, hanya ingin segera menidurkan Liu saja. Ingat, menidurkan, bukan meniduri.

Tidak sia-sia Karel menyuruh para berandalan itu mencuri kostum beruang, Liu benar-benar menyukainya. Meski awalnya Karel agak was-was meninggalkan Liu sendirian, tapi dia sudah menyuruh salah satu berandal itu untuk mengikuti Liu dan melaporkan apa yang dilakukan oleh lelaki tersebut. Jika sampai ada yang berani menculik Liu duluan mungkin Karel akan melakukan pembunuhan disana.

Perlahan-lahan tubuh Liu diletakkannya diatas ranjang. Karel tersenyum tipis melihat wajah tenang itu tertidur nyenyak. Dia kemudian berjalan ke arah meja di sisi kamarnya, lelaki itu melihat ke arah komputer yang menyala.

Sebuah pesan tertera disana,

Apa misimu sudah selesai?

Ekspresi Karel berubah, matanya menajam dan napasnya menjadi berat. Tangannya kemudian mengepal kuat lalu tanpa pikir panjang dia langsung meninju tembok dihadapannya hingga dia dapat merasa cairan hangat mulai keluar dan menyatu dengan tembok tersebut.

"Fuck!"

.

TBC

.

Pengen punya kakak over kek Zian dan Fabi, temen emosian kayak Justin dan pacar kayak Karel :) Serius, Liu dirimu orang paling hoki dari semua karakter yg saia tulis :') Oh jangan lupa punya bokap macam Félix juga asik keknya xD

Yay sisa satu lagi dan kita masuk rute story >< Aku nulis ini ditemenin lagu Momoland – Baam, sumpah itu lagu enak banget, kena earworm dadakan aku hahaha xD

See you~

Sabtu [11:13]
Kalsel, 30 Juni 2018
Love,
B A B Y O N E

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top