IX - Aku Tidak Punya Keluarga!

Tolong maafkan Typonya T_T

.

Tidak ada hari yang lebih membingungkan bagi Liu selain hari ini. Dia melihat sosok asing tengah berlinang air mata duduk di hadapannya dengan Justin dan Fabi yang tengah mencoba untuk melindungi wanita itu.

Sedangkan di samping kanan Liu ada Zian dan Karel secara berurut. Nampak Zian hanya menatap si wanita asing dengan tatapan seolah tidak terjadi apa-apa. Mungkin ini kah yang disebut dengan saling tidak mengenal? Zian bersikeras mengatakan bahwa dia tidak tau siapa wanita dihadapannya dan pada akhirnya si wanita diajak masuk ke dalam rumah oleh Justin.

Tentu saja seorang dokter memiliki perasaan iba terhadap masalah seseorang meskipun itu adalah masalah pribadi. Beruntungnya Zian memilih untuk diam yang artinya setuju untuk menyelesaikan masalah aneh ini di dalam rumah.

Lalu disinilah mereka semua berada, duduk berhadapan dengan Félix sendirian yang tengah berdiri. Nampak dia menjadi pengamat dalam kejadian hari ini, tapi Liu yakin apapun yang terjadi si kapten pasti berada di pihak wakilnya.

"Félix, siapa wanita ini?" tanya Zian dengan wajah yang serius. Cukup serius untuk membuat Liu keringat dingin mendengar suaranya.

Pertama kalinya Liu melihat Zian sesuram ini. Dia belum pernah melihat sisi yang ini, dia hanya sering melihat sisi Zian yang manis dan cerewet. Tapi hari ini Liu melihat dengan jelas ada guratan kesal di wajah lelaki yang diakui oleh kaisar dan permaisuri sebagai puteranya itu.

"Aku tidak tau." Félix memberikan jawaban yang kurang memuaskan untuk Zian.

Lalu jika mereka tidak kenal dengan wanita ini, kenapa mereka mengizinkannya untuk masuk?! Apakah hanya dengan menjual nama seorang Zian bisa membuat semua orang dirumah ini percaya begitu saja?

"Kakak—kakak, apa kau melupakanku?"

Semua orang langsung mengerutkan keningnya ketika wanita itu berbicara dengan bahasa china. Namun berbeda dengan Liu dan Zian, mereka berdua bisa memahaminya dengan baik. Fabi terlihat melirik Liu seolah memintanya untuk menjadi penerjemah.

Namun sayangnya Liu tidak berpikir untuk menerjemahkan kata-kata itu sekarang adalah hal yang bagus. Dia takut Zian malah akan semakin meledak. Tidak tidak, dia tidak boleh mengatakan ini di depan Zian.

Masalah tentang keluarga adalah hal yang sangat sensitif. Apalagi untuk Zian yang sangat menghormati ikatan tersebut, jadi Liu memilih untuk menggelengkan kepalanya pelan dengan ekspresi memelas pada Fabi.

"Apa yang kau bicarakan?" Zian membalas namun tidak dengan bahasa cina. Dia berpura-pura tidak paham dengan apa yang dibicarakan wanita dihadapannya.

Ya lagi pula jika boleh berharap maka Zian ingin benar-benar melupakan bahasanya sendiri. Bahkan jika berbicara dengan Liu dia tidak menggunakan bahasa tersebut, rasanya terlalu aneh karena rekan-rekannya berasal dari negara yang berbeda.

"Aku adikmu, apa kau lupa?" si wanita mengulangi kalimatnya. Sedikit berbeda dengan kalimat sebelumnya namun memiliki arti yang sama. Kini setiap pelayan langsung saling tatap, sepertinya mereka juga baru pertama kali ini mendengar hal seperti Zian memiliki seorang adik perempuan.

Zian tidak merespon. Dia masih memasang ekspresi yang dingin seolah dia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan wanita ini. Meskipun rekan-rekannya yang lain berharap akan ada penjelasan lebih lanjut. Tidak diragukan lagi, mereka mengidap penyakit kepo.

Suasana hening, tidak ada yang bersuara lebih lanjut. Yang terdengar hanya tangisan kecil wanita yang diabaikan oleh Zian. Justin sesekali memberikan tisu pada wanita itu sedangkan Fabi duduk sedikit lebih jauh darinya dan lebih memilih untuk menempel dengan ujung sofa yang lain.

"Aku—namaku Ning. Kau ingat denganku kan, kak? Ini aku, Shu Ning." Wanita itu berdiri seraya meletakkan tangannya di dada seolah mengatakan bahwa dia adalah pemilik nama Shu Ning—nama yang baru saja dia sebutkan.

Tapi tetap saja hal itu tidak membuat Zian membuka mulutnya. Lelaki itu benar-benar menatapnya dengan tatapan tidak peduli—atau mungkin tatapan yang dingin.

Berbeda dengan Félix dan Justin yang langsung saling tatap, nampaknya mereka cukup kaget dengan drama dadakan ini. Rasanya Félix maupun Justin tidak pernah mendengar Zian menyebutkan nama Shu Ning bahkan saat dia tertidur.

Lain halnya lagi dengan Karel dan Fabi yang bersikap seperti Zian, mereka benar-benar tidak peduli. Apapun yang terjadi, apapun yang dilakukan Zian, Zian tetap adalah rekan mereka. Tidak peduli dengan masa lalunya.

"Kakak Feng!"

Mata Zian melebar karena geram. Dia refleks berdiri dan langsung mengangkat pistolnya ke arah dahi wanita yang bernama Ning tadi. Sedangkan Ning langsung kaget mendapati reaksi Zian, ini adalah kedua kalinya dia mendapati pistol didahinya.

"Zi—zi—zian!" Karel segera memegangi tangan Zian dan menariknya dengan kuat,

Dor!

Sebuah tembakan nyaring terdengar dan peluru panas itu beradu dengan tembok. Beruntungnya Karel berhasil menarik tangan Zian agar tidak menciptakan pembunuhan di rumah.

"Zian, tenanglah!" Justin dan Fabi juga langsung berdiri untuk menenangkan Zian sedangkan Ning seketika lemas dan terduduk kembali di sofa. Dia tidak menyangka orang yang dia panggil sebagai kakak adalah orang yang dengan mudah menarik pelatuk dihadapan manusia lainnya.

Sedangkan Liu langsung gemetar hebat, dia benar-benar merasakan aura membunuh dari Zian. Lelaki itu nampak seperti iblis sekarang. Apakah kemarahan seorang yang ceria memang semengerikan ini? Liu bahkan merasa tekanan milik Zian lebih mengerikan dari apa yang dia lihat dari Félix beberapa waktu lalu.

Jika saja Karel terlambat satu detik menarik tangan Zian maka dipastikan kepala Ning berlubang dan rung tamu mereka akan ternoda oleh darah segar. Dan sudah pasti akan ada seseorang yang pingsan disini—Liu.

"Kakak... Kenapa—apa yang kamu lakukan?" Ning berucap dengan lirih. Dia juga merasakan ketakutan hebat yang dirasakan oleh Liu. Zian kembali geram mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Ning, dia benci di panggil 'kakak, kakak dan kakak' terus menerus.

Fabi menyadari tatapan kebencian Zian, "Berhentilah berbicara omong kosong, bitch!" umpat Fabi kesal. Dia benci melihat rekannya menjadi kacau hanya karena kedatangan seorang wanita yang tiba-tiba merengek dan mengaku sebagai adiknya.

Ini benar-benar skenario murahan yang menjijikan.

Ning melihat wajah marah tidak hanya dari Zian tapi juga dari Fabi. Dan kini bahkan dia melihat bagaimana Karel menatapnya dengan mata melotot. Semua menyayangi Zian, dan semuanya ingin melindungi Zian.

Tak terkecuali dengan Liu yang kini mulai bernapas dengan teratur, dia memegangi tangan Zian seolah meminta lelaki yang katanya bermarga Cheng itu untuk duduk kembali.

"Ning, sebaiknya kau pulang." Liu memberanikan diri untuk berbicara meski dengan bahasa cina. Dia hanya berharap ini tidak mempermalukan wanita itu dihadapan pelayan lainnya.

Berbeda dengan pelayan lain yang sudah terang-terangan menujukkan kekesalan mereka terhadap Ning, Liu adalah satu-satunya orang yang masih menatap Ning dengan tatapan yang lembut. Bukannya dia tidak membela Zian, Liu hanya berusaha untuk bersikap baik meski dia sedikit kesal dengan wanita ini.

Namun sepertinya niat baik Liu tidak ditanggapi oleh Ning karena buktinya sampai saat ini dia masih gigih mencoba untuk meyakinkan Zian bahwa wanita yang ada dihadapannya ini adalah seorang yang dia panggil 'adik'.

"Aku kemari bukan untuk hal yang buruk. Kakak, ayo kita selesaikan masalah keluarga ini agar kau tidak hidup dalam kesalahpahaman." Ning bersuara dengan pelan namun Liu bisa melihat mata Zian semakin nampak marah. Bahkan terdengar gertakan dari giginya, dia seperti mendengar sesuatu yang tidak ingin didengarnya sama sekali.

Adalah hal yang mudah untuk mengatakan kalimat-kalimat penyemangat atau kalimat penenang, tapi berada di posisi Zian adalah hal yang sulit. Tidak ada orang yang tau tentang masalah yang dialaminya dan ini akan menjadi sebuah kesalahpahaman lucu.

Bahkan ini sudah terlihat aneh, seorang laki-laki mengusir dan membuat menangis seorang wanita. Rasanya Zian mendadak merasa seperti seorang bajingan. Kejahatan apapun boleh dilakukan jika perintah kaisar dan permaisuri, tapi diluar dari itu maka Zian adalah seseorang yang sangat menghargai kehidupan makhluk lemah—terutama wanita.

Tapi hari ini rasanya Zian sudah mengeluarkan semua sisi buruknya. Ah sial, dia tidak terlihat keren lagi di mata Liu. Bahkan dia benci dengan kenyataan bahwa saat ini dia juga kesal dengan para pelayan yang tidak mendukungnya untuk mengusir wanita bernama Ning ini.

"Merasa bersalah untuk apa? Aku bahkan tidak mengenalmu." Sekali lagi Zian menegaskan bahwa dia tidak mengenal Ning. Namun pernyataannya hanya akan membuat semua orang semakin yakin bahwa dia dan Zian memang memiliki semacam hubungan.

Lagipula dilihat dari manapun, menurut Liu keduanya memiliki semacam kemiripan. Seperti Zian dan Ning sama-sama memiliki rupa yang bagus dan juga mata mereka yang nampak cerah—meski sekarang matanya tidak seperti itu.

Kali ini Ning menampakkan wajah yang sangat kesal, rasanya dia ingin menyeret lelaki ini tapi itu tidak mungkin dilakukan.

"Jangan membuang masa lalumu, Shu Feng! Aku adalah adikmu, dan kau adalah kakakku. Aku tidak bermaksud buruk, aku mohon biarkan aku bicara berdua saja denganmu!" kalimat itu diucapkan dengan satu tarikan napas oleh Ning.

Tidak ada yang berani mengambil langkah untuk menengahi acara bentak membentak ini. Rasanya semua pelayan termasuk Liu juga bi]ngung siapa yang benar dalam kasus ini.

Zian menghela napasnya panjang lalu menatap Ning dengan tatapan dingin, "Slaine, Alice, Karel dan Liu adalah nama adik-adikku. Aku tidak ingat punya adik dengan nama Ning."

Sebuah ucapan yang cukup mengejutkan dari mulut Zian. Semuanya kaget tapi tidak sekaget Ning, dia tidak menyangka jika kakaknya benar-benar mengubur dalam ingatan tentang dirinya.

Apa Zian amnesia? Tidak. Itu mustahil jika melihat reaksinya saat ini.

"Lalu namaku Cheng Zian. Berhentilah mengoceh tidak jelas, kau benar-benar pengganggu." Cibirnya lagi dengan nada yang pedas.

Bahkan Liu yakin jika dia berada di posisi Ning, hatinya pasti hancur berkeping-keping. Ditolak oleh keluarga sendiri jauh lebih menyakitkan daripada ditolak kekasih—meski Liu tidak pernah merasakan keduanya.

"Ini bukan waktu yang bagus untuk berbicara, sepertinya kau harus pulang sekarang dan kembali nanti." Justin mencoba untuk memberikan solusi untuk Ning.

Lagipula membiarkan wanita ini berlama-lama dirumah mereka hanya akan membuat mood Zian semakin turun. Lalu ini juga mempengaruhi tekanan yang ada dirumah, bisa dibayangkan bagaimana Liu yang susah payah menyembunyikan ketakutanannya dari sosok Zian yang sekarang.

Zian lalu menatap Justin dengan tatapan tajam, "Apa kau mencoba untuk membela wanita asing ini, Justin?!" bentaknya dengan suara yang nyaring.

Bahkan Karel yang sudah lama bersama dengan Zian –serta pelayan lainnya, pun langsung kaget dengan bentakan itu. Apalagi Liu yang hanya orang baru dan hanya sering melihat tingkah menyenangkan Zian, nyawanya sudah benar-benar melayang saat ini.

"Aku tidak begitu! Hanya saja kupikir kau perlu mendinginkan kepalamu sebelum membahas lebih lanjut asal usul wanita ini." balas Justin dengan cepat karena dia tidak mau dicap sebagai seorang pahlawan tak tau situasi.

Mata Zian menajam menatap Ning yang tengah terdiam dan membatu ditempat melihat sosok yang tengah marah itu,

"Keluar atau aku akan benar-benar membunuhmu."

***

Orang bilang menyimpan amarah hanya akan memperparah masalah. Itu adalah sebuah kebenaran, namun bukan berarti kita dilarang untuk marah sepenuhnya. Kadang ada beberapa masalah yang malah lebih mudah dilihat melalui kemarahan seseorang.

Dan seseorang juga mungkin akan bisa dipahami jika dia meluapkan amarahnya. Karena sesungguhnya amarah itu sendiri adalah hal yang sangat alami, tidak bisa dibuat-buat dan juga tidak bisa di usir seenaknya.

Seperti kasus Zian yang sudah terlewat sekitar tiga hari yang lalu. Semua orang dirumah kompak menjadi objek kemarahan sosok Cheng Zian. Rumah menjadi lebih canggung karena tidak ada sosok yang sering berteriak dan memberi komando itu.

Untuk sementara, dapur diserahkan kepala Liu dan Karel yang—katanya, memiliki sedikit kemampuan dalam memasak.

"Lihat, sekarang Zian marah karena ucapanmu." Suara Fabi memecah keheningan seraya menepuk-nepuk punggung Justin. Lalu si dokter langgsung menatap rekannya dengan kesal, "Yang benar saja, itu karena kau dan Karel mengizinkan wanita itu masuk!"

Semua orang saling menyalahkan bahkan Liu pun menjadi pusing. Rasanya Liu juga merasa bersalah karena sudah sempat mengajak bicara Ning, mungkin itu membuat Zian merasa bahwa Liu dipihak wanita itu? Entahlah, yang jelas Liu bingung bagaimana menghadapi Zian.

Namun jika berbicara masalah dapur, maka yang paling kelimpungan adalah keempat pelayan ditambah Liu. Berbeda dengan Zian yang nampaknya memiliki kulkas pribadi, bahkan kata Karel tidak mustahil jika Zian keluar lewat jendela untuk membeli makanan sendiri.

Dalam tiga hari ini, mereka hanya bisa memakan masakan Karel dan Liu sebanyak dua kali. Sisanya mereka lebih memilih untuk memesan pizza dan sebagainya. Masakan yang dibuat Liu dan Karel itu sangat-sangat memprihatinkan. Terkadang penampilannya buruk tapi rasanya baik, tapi kadang penampilannya baik namun rasanya seperti lumpur.

"Siapa yang berani untuk menyapa Zian lebih dulu?" Karel bersuara sambil mengunyah pizza yang dipesan oleh Félix. Fabi langsung menepuk bahu Justin, "Aku pikir itu Justin, dia cukup dekat dengan Zian." Sedangkan yang ditepuk langsung mendelik tajam pada si pelaku.

"Bukankah Félix selalu menempel pada Zian?" Justin membalas seraya menatap lelaki berambut hitam legam dihadapannya. Félix yang tadinya hendak mengambil pizza langsung mengurungkan niatnya, dia menarik kembali tangannya lalu mengibas-ngibaskan tangan. "Aku—aku tidak tau bagaimana cara mengatasi seseorang yang marah." Balasnya dengan ekspresi datar.

Liu mendadak gemas dengan Félix. Dia nampak mengerikan tapi sebenarnya cukup lugu.

"Aku menyarankan Liu. Dia juga dekat dengan Zian, dan Zian menganggapnya sebagai adik. Berbeda denganku yang sering dimarahinya, Liu nampak seperti adik kesayangan." Karel menyarankan seraya menunjuk ke arah Liu. Yang tertunjuk langsung melebarkan matanya, "A—aku?!" pekiknya kaget.

Tidak tidak tidak. Liu takut sebentar lagi akan merasakan hawa-hawa membunuh disekitarnya.

Namun setelah beberapa detik dia tidak merasakan aura-aura suram itu. Liu melirik ke arah sumber pemasok aura negatif, nampak sosok itu dengan tenang mengunyah pizza nya. "Apa kalian setuju?" tanya Karel seraya menatap para pelayan lainnya.

"Sepertinya ide yang bagus." Balas Justin sambil mengangguk-anggukkan kepala.

Fabi langsung beringsut mendekati Liu dan memeluknya erat, "Tidak, nanti Liu kenapa-napa." Itu dia, sifat posesifnya mulai muncul. Dan menurut Karel sifat Fabi yang ini cukup menyebalkan.

"Fabi, Liu tidak akan kenapa-napa." Semua mata refleks menoleh ke sumber suara.

Apa? Apa Félix menyetujuinya secara tidak langsung? Wah, ini suatu pencapaian yang luar biasa bagi Liu. Apakah sepertinya Félix sudah mempercayai Liu?

"Jadi semuanya setuju, Liu yang akan masuk ke kamar Zian." Final Karel lalu disambut anggukan setuju oleh semua pelayan.

Sebenarnya Liu juga takut dengan apa yang akan terjadi kepadanya. Apakah dia juga akan kena semprot oleh Zian? Yah tapi mau bagaimana lagi, toh Liu juga tidak punya hak untuk menolak.

Yosh! Semangat, Liu!

Kini diwaktu yang sudah ditentukan, semua pelayan beserta Liu berdiri didepan pintu kamar Zian dengan Félix yang membawa sebuah kunci cadangan. "Kenapa kau bisa memiliki kunci kamar Zian?" tanya Justin dengan heran. "Dia sering kehilangan sesuatu tengah malam, jadi terpaksa membangunkan Zian." Sahut Karel yang dengan seenaknya memotong Félix yang hendak berucap.

Liu tau, pasti ini salah satu kebodohan yang dibuat-buat. Dasar, anak muda zaman sekarang selalu bermain kode.

"Liu, mungkin saat ini kamar Zian sedang dalam mode tempur. Jadi jika dia terlihat mengangkat gatling gun atau pun pistol, kau harus segera lari!" Fabi bertitah dah sebenarnya Liu tidak paham dengan maksud dari mode tempur yang dikatakan oleh Fabi. Mungkin maksudnya kamar Zian dipenuhi dengan senjata? Entahlah, yang penting Liu harus bisa hidup panjang!

Kunci kamar perlahan dimasukkan oleh Félix, semua pelayan berdoa semoga Zian tidak langsung keluar dan mengamuk. Bisa-bisa rumah tercinta mereka berubah jadi medan perang dunia.

Peraturan pertama dirumah adalah tidak boleh melawan Zian dalam bentuk apapun. Liu juga tidak terlalu memahami peraturan tak tertulis itu, peraturan tersebut dia simpulkan sendiri setelah mendengar kata-kata dan juga tingkah laku para pelayan dirumah.

Jadi sekarang menurut Liu, Zian itu sama seperti Félix, sama-sama disegani dan pastinya juga kuat. Hanya saja Félix versi lebih sangar dan Zian versi berisik.

Kamar dibuka perlahan, dan Liu langsung didorong pelan untuk masuk oleh Justin. Liu meneguk ludahnya kasar, dia merapalkan segala macam doa agar tuhan melindunginya hari ini dan seterusnya.

Hal pertama yang dilihat Liu didalam kamar Zian adalah gelap. Lelaki manis itu menoleh kebelakang dengan wajah memelas pada para pelayan dibelakangnya, mungkin maksud ekspresinya adalah, 'Apa kalian yakin? Ini menyeramkan.'

Namun pada akhirnya Liu tetap dipaksa untuk masuk kedalam bahkan kini pintu ditutup pelan oleh Karel. Samar-samar Liu mendengar suara Fabi sebelum pintu benar-benar tertutup, "Kembalilah tanpa luka, Liu."

Hei, apa Liu akan disiksa didalam sini?! Mereka benar-benar membuat Liu takut setengah mati.

"Zian?" panggil Liu diruangan yang gelap tersebut. Berbeda dengan terakhir kali Liu masuk ke kamar Zian, nampak sangat rapi, bersih dan cerah.

Kemudian sebuah tangan memegangi lengan Liu dan segera menariknya dengan kuat,

"ZI—ZIAN?!"

.

TBC

.

HALO SEMUANYA APA KABAR! T^T

Sudah berapa minggu gk up? Sebulan ya? xD Maaf bangeeett.. Gak nyangka bakal kaget sama jadwal kuliah yg sumpah padat naudzubillah :)  Lalu kaget juga sama tugas2 yg "Minggu depan kumpul langsung presentasi." jadi pen teriak, "WTF!" :) Oke oke ini lebay kalo kata kating, tapi percayalah semua maba pasti ngumpat setengah mampus minggu2 ini :)

Aku juga sekarang jadi anak kos T^T Minggu pertama tiap hari nangis terus keinget bonyok, padahal pulang terus tiap jumat xD Tapi ya ttp aja sedih, maklum, namanya juga anak manjha :") *gg

Dan alhamdulillah tugas2 aku banyak yg udah selese. Makanya bisa ngetik, ayeay! Nanti juga insyaallah bakal terus ngetik, gamau ninggalin wp aku tuh :( Meski makin lama makin ribet peraturannya. Ttp aku cinta wp, krna dari wp ketemu banyak temen yg asik ><

Tunggu apdetan yg lain~ See ya ~ ><

Senin [20:05]
Banjarmasin, 17 September 2018
Love,
B A B Y O N E

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top