Prolog.

"Kerjakan soal yang ada di depan Ay. Itu soal nggak akan terjawab kalau kamu cuma lihatin aku terus."

Bibir Hayati merucut ke depan kala ditegur Bastian yang sudah menjadi teman sebangkunya sejak dua tahun yang lalu.

"Pak Bonar kan lagi nggak ada, dia masih di toilet. Aku sama sekali nggak paham dengan soal yang ada di depan, Bass. Lagian kurang kerjaan banget sih kita ngitung kecepatan jarak yang ditempuh mobil si A dengan mobil B. Itu kan urusan mereka. Siapa tahu salah satu dari mobilnya ada yang berhenti karna mau isi di pom bensin? Atau mungkin ban mobil mereka ada yang pecah? Ya kan nggak ada yang tahu Bass."

Bastian hanya bisa bergeleng kepala mendengar jawaban dari Hayati.

"Kenapa Bass? Omongan aku ada yang salah ya? Yaudah deh aku diam aja." Hayati membuat gerakan tangan seperti mengunci bibir.

"Sampai kapan kamu harus pura-pura bodoh di depan guru dan semua orang Ay?"

Hayati menopang dagu sambil menatap Bastian. "Kamu ngomong apa sih Bass?"

"Kamu nggak capek kayak gini terus? Sekarang kita udah kelas XII. Bukan kelas X lagi yang masih punya waktu untuk main-main."

Hayati menatap polos. "Memangnya aku kenapa?"

Bastian menghela napas panjang dan melanjutkan kembali soal fisika yang tadi tertunda dia kerjakan. "Semerdeka kamu lah Ay."

Kepala Hayati tertunduk ke bawah meja saat menyadari tali sepatu kanannya terlepas. Lalu dia menatap sendu ke arah Bastian. Dia ingin mengatakan kalau tali sepatunya terlepas dan tidak bisa mengikatnya, tapi Hayati ragu untuk minta bantuan. Dia yakin kalau Bastian masih kesal padanya.

Hayati pun memutuskan untuk mengikat sendiri tali sepatu tersebut. Dia menunduk mencoba mengikat talinya sebisa yang ia tahu. Namun Hayati mulai frustasi karena tak kunjung bisa. Hingga akhirnya tangan Bastian terulur mengikat kembali tali sepatu miliknya.

"Makasih Bass," Gumam Hayati.

"Kenapa masih pakai sepatu yang bertali kalau nggak bisa mengikat sendiri?"

"Aku pingin ngikut kamu Bass. Sepatu model bertali gitu."

"Biar apa?"

"Ya biar mirip. Kan kata orang kalau menemukan kemiripan itu namanya jodoh."

Bastian mendelik. "Ngikat tali sepatu aja nggak bisa, malah sok-sok'an ngomong jodoh. Jangan berhalusinasi kalau kita akan jodoh. Kalau pun iya, itu cuma ada dalam mimpi kamu."

Hayati bergeleng pelan sambil menyentuh dadanya. "Jahat banget. Untung hati ini ciptaan Tuhan, jadi aku udah kebal sama penolakan kamu. Coba hati ini buatan manusia pasti udah rapuh, retak dan tak bersisa lagi."

"Udah siap dramanya?"

Hayati mengangguk. "Udah."

"Bagus. Kalau gitu sekarang kerjakan soal yang ada di depan. Karena aku nggak akan kasih contekan lagi."

"Tega...."

Bastian kembali duduk dan tidak memperdulikan aksi drama dari Hayati. Dia sudah hafal sekali tingkah cewek itu. Dia juga yakin sebentar lagi Hayati pasti bernyanyi untuk mendukung suasana hatinya.

"Sungguh teganya dirimu teganya teganya teganya teganya... " Hayati melantunkan lagu 'senyum membawa luka' yang dibawakan oleh Meggy Z.

Namun nyanyiannya terhenti saat pak Bonar, guru fisika mereka masuk ke dalam kelas. "Hayati Kahla! Berapa kali bapak melarangmu untuk tidak bernyanyi di dalam kelas saat masih mata pelajaran saya!"

Seketika Hayati megap-megap. "Ma-maaf Pak."

"Jangan mentang-mentang kamu putri dari Bupati, terus kamu pikir saya tidak berani memarahimu?"

"Saya nggak ada bilang gitu Pak." Hayati bergeleng takut. "Yaudah bapak marahin saya aja. Saya ikhlas lahir dan batin."

"Ngeledek kamu ya? Batin itu nama istri saya!"

Hayati celengok. "Maaf pak Bonar. Kan saya nggak tahu."

"Dari tadi minta maaf terus. Kamu pikir ini kantor polisi apa? Cepat ke depan. Kerjakan soal 1-5 yang saya kasih tadi."

"Semuanya Pak?" Tanya Hayati memastikan.

"Yaiyalah. Masa setengah?"

"Sekarang?"

"Tahun depan! Ya iyalah sekarang. Itu pertanyaannya yang berpotensi bikin orang terkena serangan stroke mendadak. Kamu mau bikin saya korban ya?"

"Maaf Pak."

"Udah cepat ke depan jangan menjawab lagi."

"Iya Pak iya...." Sebelum Hayati berdiri dari kursinya, Bastian sudah memberikan buku miliknya untuk Hayati bawa ke depan.

Bagaimana Hayati tak cinta, kalau Bastian begitu perhatian padanya. Dan, kini kedua mata Hayati sudah berbinar menatap cowok itu.

"Udah cepat ke depan. Nanti pak Bonar marah," Bisik Bastian pelan.

Hayati mengangguk. "Maacih, Bass." Balasnya sedikit alay. Kemudian dia berjalan ke depan dengan hati berbunga-bunga layaknya mawar yang sedang mekar.

25-9-2017

Hello, Bastian adalah seri terakhir dari projek HELLO. Sebenarnya gue agak ragu mau publish ini. Soalnya belum matang konsepnya.

Doakan aja idenya lancar. Kalo mentok paling gue unpublish ceritanya. Hohohooho..

Udah ya.. gitu aja. Sekian dan terimakasih.

Salam anak Medan!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top