|7|
Gengsi tidak akan bisa mendatangkan uang. Tapi uang bisa bikin kamu bergengsi.
.....
.....
.....
Mendengar suara klakson motor dari luar, Satpam di rumah keluarga Mendrofa segera bergegas untuk membuka pintu gerbang.
"Waduh Non... kenapa malam gini pulangnya?" Tanya satpam itu yang terlihat cemas.
"Papa udah pulang?" Tanya Hayati balik pada satpamnya.
"udah dari tadi siang Non. Semua orang di rumah pada khawatir karena Non Ay nggak pulang."
"Tenang pak Maul. Ay pasti baik-baik aja karena udah dijagain sama superhero," Ujarnya menunjuk Bastian.
"Pak Maul kami permisi masuk ke dalam dulu ya." Bastian sengaja memotong obrolan.
Satpam itu mengangguk dan mempersilahkan motor ninja yang dibawa Bastian masuk ke dalam. Sudah ada Barret Mendrofa di depan teras yang menunggu kedatangan Putri kesayangannya itu.
"Papaaaaa...." Teriak Hayati yang manja saat turun dari atas motor dan langsung berlari memeluk Papanya.
"Kamu dari mana saja? Kenapa nggak pulang ke rumah hmm?" Tanya Barret mengelus lembut rambut putrinya.
"Ay habis belajar kelompok di rumah Bastian."
"Benarkah?" Tanya Barret tersenyum. Dia tahu kalau putrinya itu sedang berbohong. Karena Bastian sudah menceritakan semua yang terjadi di sekolah padanya.
"Iya." Hayati mengangguk cepat. Lalu dia melepas pelukannya dan menarik Bastian untuk mendekat ke arah mereka. "Papa, ini dia yang namanya Bastian. Teman satu-satunya Ay di sekolah."
"Ah iya... Papa ingat. Dia cowok yang sering kamu ceritakan ke Papa setiap malam kan?"
Hayati mengangguk malu.
"Halo, Om. Saya Bastian teman sekelas Hayati," Ujarnya memperkenalkan diri.
"Hayati sudah banyak bercerita tentangmu. Terimakasih sudah mau menjadi teman baik putri saya."
Barret dan Bastian terpaksa harus bersandiwara tidak saling mengenal satu sama lain. Agar Hayati tidak menaruh curiga jika ternyata selama ini Bastian mau berteman dengannya hanya karena permintaan dari sang Papa.
"Ay, kamu masuk ke dalam rumah dulu sana. Mama Kikan udah khawatir dari tadi siang nyariin kamu."
"Tapi Paa...." Hayati merengek sambil melirik ke arah Bastian.
"Kamu nggak kasihan apa sama teman kamu? Ini udah malam loh Ay."
"Iya masuk Ay. Lagipula aku udah mau pulang," Bujuk Bastian.
"Yaudah deh, hati-hati di jalan Bass." Hayati berjalan ke dalam rumah dengan kepala tertunduk lesuh.
Setelah Hayati pergi, barulah Barret dapat berbicara dengan leluasa dengan Bastian.
"Jadi tadi dia pergi kemana?"
"Dia nonton pertandingan bola di lapangan, Om. Sebelumnya saya juga minta maaf, karena tidak bisa menepati janji saya untuk menjaga dia dengan baik."
Barret menepuk pelan bahu kanan Bastian. "Om tidak menyalahkanmu. Justru Om ingin berterimakasih karena kamu sabar sekali dalam menghadapi sifat Hayati."
"Hayati anak yang penurut kok, Om. "
"Iya tapi dia menurutnya cuma sama kamu. Perkataan Om tidak pernah dia dengar. Kamu tahu sendiri kan? Hayati sangat menyukaimu. Saya tidak melarang kalau seandainya kamu juga menyukai dia. Saya memberi izin kamu berpacaran dengan Hayati."
"Saya tidak ada niat untuk berpacaran dengan Hayati. Saya menganggap dia hanya sebatas teman, seperti yang Om minta pada saya sekitar dua tahun yang lalu."
"Kamu serius tidak memiliki rasa tertarik sedikit pun padanya?" Tanya Barret memastikan.
"Tidak ada," Jawab Bastian tegas.
Barret tersenyum kecewa. Dia merasa tidak tega melihat putrinya harus merasakan cinta bertepuk sebelah tangan. "Apa kamu menyukai orang lain?"
Bastian bergeleng. "Tidak ada, Om. Saya hanya ingin fokus sekolah dulu. Supaya saya bisa membanggakan Bapak dan Kakak saya."
Barret menggangguk paham. "Iya saya tahu itu. Dulu kamu sudah pernah mengatakannya. Saya yang akan membiayai semua dana pendidikan selama kamu kuliah nanti. Jadi apa kamu sudah memilih jurusan apa dan perguruan tinggi mana yang kamu inginkan?"
"Saya masih pikir-pikir dulu, Om."
"USU, UI atau UGM?"
"Rencananya saya ingin daftar di sekolah kedinasan, Om. Jadi biar begitu lulus, bisa langsung bekerja."
"Kalau begitu, pilih PKN STAN saja. Setiap lulusannya pasti langsung diangkat jadi PNS. Bapak dan Kakak kamu pasti akan bangga sekali, kalau kamu bisa masuk."
"Iya, Om. Saya juga kepikiran untuk daftar ke sana. Perkuliahannya tidak seperti di perguruan tinggi umum yang lain. Selain lulus langsung diangkat sebagai PNS, mahasiswa di sana juga tidak dipungut biaya kuliah selama mengikuti pendidikan. Itu salah satu alasan yang membuat saya tertarik. Tapi perjuangan masuk ke sana berat, Om. Banyak saingannya."
Barret tersenyum. "Kamu memiliki otak yang cerdas. Saya yakin kamu mampu bersaing dengan ribuan pendaftar yang lain."
"Semoga ya, Om. Saya juga akan berusaha keras biar bisa lulus ke sana. Jadi Om tidak perlu membiayai pendidikan kuliah saya nanti."
"Walaupun kamu nanti lulus di sana, Om akan mengganti uangnya dengan memberi hadiah untuk kamu. Bagaimana pun, kamu sudah baik ke putri saya Hayati. Jadi saya harus membalas jasa kamu."
"Sejujurnya saya tidak mengharapkan balas apapun dari Om," Ucap Bastian jujur. "Saya senang bisa berteman dengan Hayati. Cuma dia yang bisa membuat saya tersenyum dalam keadaan kesal ataupun jengkel karena sikapnya."
Pak Bupati tertawa ringan. "Ya... Memang begitulah dia. Saya sendiri pun tidak bisa marah padanya."
Bastian ikut tersenyum. Lalu melirik ke arah jam di tangannya. "Kalau begitu, saya permisi pamit dulu."
"Iya. Kamu hati-hati di jalan. Sampaikan salam saya untuk Bapak dan Kakakmu."
Bastian mengangguk dan berjalan ke sisi motor. Saat sedang memasang helm, tak sengaja Bastian melihat sosok Kinda berdiri di atas balkon lantai dua. Kedua tangan cewek itu memegang sebuah buku pelajaran, namun matanya memandang lurus ke Bastian.
Kinda tersenyum pendek, setelah itu dia berjalan masuk ke dalam kamar. Bastian berharap kalau Kinda tidak mendengar apapun pembicaraannya dengan Barret Mendrofa.
9-Mei-2018
Akhirnya gue update ya? Hahaa. Maaf. Terkadang gue suka lupa. Jadi tolong ingatkan gue ya. #plak!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top