Hello To Yours

Air mataku meluap-luap di tengah angin badai yang bergemuruh. Jeritan di luar sana membuat tubuh berdigik ngeri meski hanya beranjak selangkah sekali pun. Aku tidak pernah tahu apa yang selalu terjadi pada 31 Oktober. 

Entah apa yang mendorongku untuk memojokkan diri di antara sofa ruang tamu. Ada hal yang benar-benar tidak dapat kutembus di dalam otak. Jeritan lain kembali datang. Satu-satunya cara menulikan telinga hanyalah menyumpal telinga dengan jari telunjuk. Sementara ponsel yang tergeletak di lantai terus bergetar dengan nada dering aneh. Jelas bukan aku yang menyetelnya, sejak kapan gadis sepertiku memakai ringtone musik menyeramkan.

Silir angin begitu kencang, mendorong pohon untuk mendobrak pintu. Khayalanku gila, tidak ada tanaman selain rumput bergoyang di halaman rumah. Aku cekikikan. Kenapa aku begitu paranoid?

Kuyakinkan diri untuk mengambil ponsel di lantai. Menghapus 101 pesan suara dari nomor tidak kukenal. Mematikan ponsel hingga baterai terlepas agar aku tidak perlu mendengar nada dering yang aneh.

"Malam ini, badai, aku suka kamu," ucapku pelan seraya mendekati lemari di samping sofa. 

Sinar bulan hanya menyoroti bagian berlubang dan transparan dari rumahku. Harusnya PLN memberi kabar jika mereka mau mematikan listrik serentak. Lagi-lagi bulu kudukku merinding. Aku berhenti di depan lemari. 

Lemari yang bahkan ukurannya lebih pendek dariku, harusnya terlihat warna putih, tetapi noda membuatnya tidak indah. Lagi pula adakah orang yang bisa melihat noda ini di tengah gelapnya badai? Tanganku berkeringat, akibat udara dingin yang menusuk hingga jantungku turut meramaikan dengan debarannya. 

Aku tundukkan kepala hingga jidat menyentuh bagian atas lemari. Bersamaan dengan pintu lemari yang terbuka sedikit demi sedikit. Bunyi 'kriet' pun jadi suara yang paling kudengar. Dingin lalu menyentuh kaki telanjangku. Menghidu amis yang semakin lama semakin melekat. 

Aku kembali berdiri tegap setelah embusan napas aku keluarkan. Kini suara pohon yang mendobrak kembali terdengar. Ini gila, khayalan apalagi ini? Kutatap nanar bagian dingin dan lembut di atas kaki. 

Jari-jemari pucat menyentuh bagian atasku. Kulirik apa yang ada di dalamnya. Benarkah yang aku lihat ini mayat? Tidak. Mana mungkin di rumahku ada mayat. Namun darah kering seakan menjelaskan memang itulah kenyataannya. 

Aku coba menaikkan tinggi tangan itu. Oh, sudahkah aku bilang jika ini hanyalah tangan kanan saja? Karena bagian lainnya pun sudah terpisah di dalam sana.  Aku terkekeh ketika aroma amis menguar dari sana. 

"CEPAT BUKA PINTUNYA LUNAR!"

Tanpa sadar tangan yang pegang terlempar ke atas lemari. Siapa orang gila yang berteriak di tengah badai? Aku sapa sisi-sisi lemari. Mengambil pisau kotak yang masing bersih di antara berbagai pisau di dalamnya. 

Jadi seberapa dekatkah kamu dengan kematian?

-----

Tamat

-----

penuliskece2019

-----

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top