#6 (B)
Chapter 6
Miley and Casey: Friendship Forever
(part 2)
Miley dan Casey menghabiskan malam itu di sebuah tempat yang sangat sederhana. Dinginnya udara malam sangat menusuk, namun mereka tidak bisa menyalakan api sebagai penghangat. Bisa jadi malah sebagai pertanda bagi kaum zombie untuk datang menghampiri.
Sebelum terlelap, keduanya menatap langit malam sambil bercerita sebentar.
"Aku masih ingat caramu membuatku tidur waktu diriku ini rewel. Hitung bintang-bintang indah itu, maka kau akan tertidur...," kenang Casey.
"Kau masih melakukannya sampai sekarang?" tanya Miley sambil nyengir lebar.
Casey ikutan nyengir -- mengangguk, "Kadang-kadang, kalau pikiranku lagi mumet."
"Apa sekarang kau lagi mumet? Bagaimana kalau kita berlomba melakukannya saja? Kita lihat siapa yang pulas duluan."
"Apa sebaiknya kita membahas yang lain dulu?" Casey teringat pembicaraan terakhir di restoran. Rupanya dia masih penasaran juga.
"Aku mau tahu, apa yang membuat dirimu bertahan selain cuma tidak ingin menjadi zombie?" kali ini dia serius.
Miley terdiam sejenak. Kemudian, ditatapnya dekat-dekat wajah sahabatnya itu.
Mata Casey sudah berkaca-kaca. Terakhir kali mengucapkan kata 'zombie' itu, dia langsung terbayang akan keluarga dan pacarnya. Rasa kehilangannya masih terasa amat mendalam. Muncul memori demi memori bagaimana mereka semua satu demi satu diraih zombie, dan digigit. Juga seruan-seruan untuk menyuruh dirinya menjauh, kabur begitu saja. Air mata mulai mengalir di kedua pipinya.
"Ada apa denganmu?"
Casey mendekati Miley, memeluknya dengan sangat erat. Mulai menangis tersedu-sedu.
"Aku tidak bisa melupakan mereka...," di sela-sela tangisannya, "Ayah, Lou-Dean, Ibu, Raymond, Wendy, dan tidak tahu bagaimana nasibnya Mary, Lucy, dan Regine. Mereka berarti sekali bagiku. Aku tidak bisa ada kalau tidak ada mereka...."
Miley ikut berkaca-kaca. Air matanya mengalir pelan. Tidak ada suara yang keluar dari mulutnya, namun kehilangan itu sudah menjadi bagian dari dirinya saat ini. Realita hidup yang sungguh sangat pahit. Mereka tidak mampu mengelak. Siapapun yang masih hidup normal pasti juga kehilangan orang-orang terdekatnya -- itu sungguh teramat berat.
Lama sekali Casey mencurahkan kepedihan hatinya. Langit tanpa awan, dengan bintang-bintang kecil yang terhampar menjadi saksi. Seolah hanya bintang-bintang itulah yang menjadi secercah cahaya di tengah kegelapan, sedikit harapan di tengah kerasnya kekacauan dunia yang semakin memburuk.
Mereka saling bertatapan dengan jarak yang dekat. Tak ada yang terucap dari mulut masing-masing.
Miley mendekati Casey, lalu mencium kening sambil membelai pelan rambutnya.
"Aku turut bersedih untuk mereka, adik kecilku. Aku sayang padamu." (dalam hati)
"Terima kasih banyak, kak. Cuma kaulah satu-satunya harapanku." (dalam hati)
Miley mulai bersuara. "Aku... awalnya juga tidak tahu apa motivasi diriku ini untuk tetap hidup normal -- sama sepertimu. Tapi," katanya sambil terisak.
"Aku telah menyaksikan rekaman itu...."
"Rekaman apa?"
"Masih ingat mesin di ujung lorong bangunan tempat kita bertemu? Ruangan di sebelah kiri mesin itu tempat yang kau pilih untuk bersembunyi di lemari..."
"Oh iya, aku ingat! Sepertinya itu ATM...."
"Bukan, itu Pusat Data Dunia. Di situlah aku menemukan sedikit jawaban yang mungkin menjadi sumber dari semua kekacauan besar ini. Kejadiannya sebelum kumasuki ruangan tempatmu bersembunyi, lalu mendengar teriakanmu."
Lalu Miley menceritakan sedetil-detilnya rekaman yang disaksikannya di Pusat Data Dunia. Casey berusaha mencerna. Lengkap sekali -- itulah Miley, kalau kau mau mengetahui hal-hal dengan penjelasan yang paling komplit.
"Mungkin sekali perempuan yang menjadi objek percobaan itu yang membuat keadaan jadi begini. Sore tadi kau sempat bilang kan kalau ayahmu pernah mengatakan kalau sebuah virus telah menyebar dan mewabah. Pastilah perempuan ini yang merupakan sumber dari virus yang mengubah semua orang sekarang menjadi zombie. Aku yakin sekali kalau dugaanku ini pasti tepat, sumbernya adalah dia -- Catherine Vaspargate."
Casey ikut berpikir. "Ya, pasti tepat dugaanmu. Aku juga yakin kalau percobaan lima tahun yang lalu itu biang keroknya," katanya.
"Kalau memang begitu, pastilah eksperimen itu punya tujuan untuk menciptakan dan mengembangkan virus maut," lanjut Miley, lalu berpikir lagi. "Tapi kenapa data percobaan itu disimpan dengan status gagal ya? Kesalahan manusia? Kenapa dinyatakan begitu?"
"Aku tidak mengerti," sahut Casey bingung.
"Andaikan memang tujuannya untuk menciptakan virus maut melalui Catherine, tentunya dengan kaburnya dia, misi eksperimen seharusnya berhasil. Tapi yang terjadi, justru alarm menyala terus-terusan. Sepertinya, dengan tidak terkendalinya objek membuat hasil percobaan menjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Aku jadi makin tidak mengerti.
"Sepertinya ada sesuatu yang sengaja ditutupi di sini. Berkas-berkas dinyatakan hilang, dengan kasus yang tidak akan pernah dibuka lagi, dan status objek yang dinyatakan hilang. Alasan untuk semuanya adalah kesalahan manusia -- alasan klise yang dipakai sejak dulu. Aneh sekali."
Casey mulai menguap. "Sudahlah, sebaiknya kita tidur saja dulu. Hari ini amat melelahkan. Besok bumi belum kiamat juga kan," sarannya.
"Hei, belum kujawab pertanyaanmu dengan sempurna. Masa sih kau sudah lupa?"
Casey menggaruk-garuk kepala, "Oh iya, motivasimu untuk selalu tetap bertahan. Apa itu?"
Miley menarik napas panjang. Kemudian dia melanjutkan.
"Tadi aku bilang kalau awalnya diriku juga sama sepertimu. Namun, sejak menyaksikan rekaman di Pusat Data Dunia, jadi timbul keinginan kuat pada diriku untuk mencari sumber dari semua kekacauan besar ini. Dan setelah itu kutemukan, akan kucari solusi untuk mengakhiri semua neraka ini."
Casey menatap sahabatnya dengan pandangan 'Kau pasti sedang berkhayal, simpan saja khayalanmu itu -- tidak akan mungkin terjadi.'
"Kau tidak berminat bergabung untuk membantu usahaku?"
Casey mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Ayolah, aku tidak mungkin bisa berhasil kalau sendirian," bujuk Miley. "Lagipula -- coba kau pikir baik-baik -- untuk apa lagi kau selamat sementara semua orang di sekitarmu sudah menjadi zombie?
"Apakah hidupmu mulai sekarang ini cuma untuk mencari minum, makan, pakaian tanpa harapan masa depan yang jelas dan lebih baik? Begitukah kehidupan yang kau inginkan dan impikan?"
"Kurasa aku tidak siap menghadapi semua ini," keluh Casey merana.
"Bukan tidak siap, tapi belum siap. Dan aku yakin, sebentar lagi kau pasti sudah sanggup menghadapi semua kenyataan mengerikan ini."
"Aku masih terguncang dengan semua yang sudah terjadi," lanjut Casey, spontan menutup mata. Dia mau menangis lagi.
"Aku mengerti. Aku selalu ada di sampingmu. Aku akan membantumu," hibur Miley sambil menepuk pundak sahabatnya ini. Tangan Casey menelungkupinya.
"Aku mau berlomba menghitung bintang-bintang itu dengan dirimu," dalam sekejap Casey menjadi ceria, "Ayo kita lakukan bersama-sama."
Mereka mulai melakukannya. Bintang-bintang yang muncul di langit banyak sekali, hampir tak terhitung.
Sebelum hitungan berakhir, jiwa keduanya sudah melayang masuk ke alam mimpi masing-masing.
Miley mendengkur keras sekali. Tapi Casey sama sekali tak terusik -- ikut terlelap dengan sangat pulasnya.
☆☆☆☆☆
Nah, gimana dengan unsur drama serta unsur misterinya?
Apa relasi Miley-Casey cukup mengharukan?
Ingat ya,
apa yang diucapkan si Miley baru dugaannya saja,
belum tentu juga benar.
Nah, di part penutup chapter ini, ada unsur thriller lagi.
Musuh manusia yang manakah yang akan mereka lawan di hari berikutnya?
Dan sudah pasti, di akhir next part, mereka bakal bertemu dengan Deindree.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top