#5 (B)

Chapter 5
Susan's Story

(part 2)

Ternyata aku masih dibiarkan hidup oleh Tuhan. Pastinya untuk menebus dosa-dosa yang kuperbuat, terutama kepada alam ciptaan-Nya.

Aku terbangun di suatu jalan di sebuah kota besar. Aku bingung berada di mana, bagaimana bisa pindah ke situ, dan kenapa mendadak tubuhku ini jadi cuma berpakaian dalam. Anehnya, sekarang keadaan fisikku jauh lebih segar -- tidak terasa lagi haus, lapar, atau kepanasan.

Kucubit lenganku -- ini sungguh benar kenyataan yang terjadi, bukanlah mimpi.

Kota besar ini sangatlah sepi. Jalan-jalannya kosong -- sama sekali tidak ada satu orang pun.

Aku bangkit berdiri. Sejauh mata memandang cuma tampak bangunan-bangunan tinggi menjulang ke langit.

Aku berjalan. Semua jalan raya yang kulalui tidak ada mobil, dan tidak ada manusia yang terlihat.

Sungguh aneh. Jadi teringat kembali siaran radio yang kudengar di mobil. Suatu virus maut telah menyebar cepat menjangkiti semua orang, dan mereka saling menularkan satu sama lain sehingga terjadi kekacauan besar di mana-mana. Tapi bukankah itu informasi tentang keadaan yang terjadi di India?

Apakah di sini juga terjadi peristiwa yang sama?

Siaran radio -- ya, aku mendengarnya dari situ. Maka, segera kucari-cari apapun yang bisa dikenali sebagai pemancar atau sejenisnya yang bisa digunakan untuk didengar. Pasti ada siaran yang bisa kudengar.

Setelah sekian lama, tidak kutemukan juga satu benda seperti radio yang kumaksudkan itu. Mungkin sudah tidak ada siaran yang memberitakan keadaan yang telah terjadi.

Aku sedang melintasi taman kota. Kulihat dari jauh -- tempatku berdiri -- tergeletak ponsel di salah satu bangku dekat lampu hiasan.

Segera kuhampiri satu-satunya benda yang sangat kuharapkan bisa memecahkan misteri teraneh di kota ini. Kucoba-coba mengoperasikannya -- menangkap sinyal gelombang radio yang mungkin ada di sekitar keberadaanku.

Hampir semua saluran kosong. Masih ada satu dua yang terdengar -- ada yang memutar lagu, ada yang suara orang. Tapi suara seseorang itu terdengar samar-samar alias tidak jelas. Tidak bisa ditangkap sedang bicara apa.

Diriku berkutat dengan ponsel itu selama kira-kira lima menit. Akhirnya tidak ada hasil, percuma saja.

Taman kota tidak berpenghuni, kecuali pepohonan rimbun yang melambai-lambai oleh tiupan angin.

Mungkin lebih baik aku mencari pakaian saja. Kutinggalkan taman.

Beberapa blok dari pinggir taman kelihatan ada toko pakaian. Baru saja kulintasi satu blok, aku melihat seseorang.

Aku sedang berada di samping sebuah arena bermain anak-anak dan keluarga. Seorang perempuan muda bertubuh agak kekar berlari sempoyongan keluar dari tempat itu. Dia juga cuma berpakaian dalam seperti diriku.

Ketika melihatku, pandangan kedua matanya kabur. Salah satu tangan memegangi kepalanya. Dan dia ambruk sewaktu aku berlari menghampirinya. Tak sadarkan diri.

Aku sangat kaget melihatnya pingsan. Tadinya diriku sempat merasa gembira telah menemukan orang yang masih hidup di saat-saat begini. Belum sempat kutanyakan namanya pula.

Mataku melihat sekeliling -- tidak ada yang bisa dimintai pertolongan. Badan perempuan ini cukup berat bagiku. Hasilnya, aku jadi terengah-engah sewaktu mencoba mengangkatnya untuk kupapah sendiri.

Tiba-tiba seorang laki-laki paruh baya muncul dari arena bermain. Rupanya ada satu orang lagi yang masih hidup, dan dia itu laki-laki. Kebetulan juga perempuan berotot ini sangat membutuhkan pertolongan.

Entah kenapa dia berjalan menghampiri dengan ekspresi marah.

"Oh, ternyata kau itu temannya! Kau pasti ke sini juga untuk memamerkan pakaian dalammu, dan mencoba menolongnya!"

Kejadiannya sangat cepat. Aku belum sempat berkata apa-apa, dia langsung menarik kedua lenganku dengan tenaganya yang kuat.

Dalam waktu singkat, berkat ketangkasan yang dimiliki, dia berhasil mengunci gerak badanku di atas jalan. Aku dilumpuhkannya dalam sekejap. Meski satu tangan serta satu kakiku ditarik paksa ke belakang, tangan dan kakiku yang lain tak berdaya untuk bisa melawan. Rasanya sakit sekali.

"Kalau kau berusaha terus melawan, kau akan makin kesakitan. Cepat menyerah!"

"Aku menyerah! Tolong jangan sakiti aku," pintaku karena merasa tidak tahan lagi.

Akhirnya dilepaskan juga tangan dan kaki yang digunakannya untuk mengalahkan sekaligus menyakiti seorang perempuan. Dihempaskannya tubuhku dengan kasar ke atas jalan.

Kemudian, dari tempatku tertelungkup, kulihat satu tangannya merogoh sesuatu dari balik jaketnya. Sebuah pecutan yang terbuat dari duri-duri tajam.

"Kalian harus dihukum karena telah berkeliaran separuh telanjang," katanya dengan ekspresi separuh marah, "menodai kesucian tempat sakral ini."

Rasa kebingungan membuatku cepat bangkit dari atas jalan. Belum sempat kutanyakan maksudnya, segera disingsingkannya lengan jaket berwarna hitam itu. Ada bentuk tato sebuah simbol di tangannya -- simbol sebuah sekte.

"Dia yang pertama kutemukan," tunjuknya pada perempuan kekar yang masih pingsan, "jadi dia yang harus menerima hukuman dariku."

"Apa kau sudah gila? Dia...," pembelaanku untuk perempuan asing yang baru kutemui langsung ditangkis dengan jawaban yang lebih mengejutkan lagi.

"Manusia-manusia yang tersisa seperti kalianlah pasti penyebabnya. Iblis sudah menguasai dunia, dan kota ini, menyebabkan semua orang menjadi bagian dari makhluk terkutuk dari neraka itu."

Dia sudah berniat untuk melukai perempuan yang tergeletak pingsan itu dengan pecutan duri di tangannya. Aku harus menghentikan perbuatan gilanya. Kekacauan dunia telah merusak otaknya, dan menghasilkan kefanatikan dalam pikirannya.

Kulihat di sekelilingku. Mungkin ada sesuatu yang bisa dijadikan senjata. Ya ada sebuah batu cukup besar tidak jauh dari jangkauan tanganku.

Tanpa pikir panjang, dengan gerakan secepat mungkin kulemparkan ke arah kepalanya. Tidak tahu tenaga dari mana yang berhasil kudapat.

Batu itu melayang cepat. Langsung tepat menghantam dahinya tanpa bisa dia tangkis. Dia terenyak mendapat serangan tiba-tiba dariku. Aku jadi serasa bagaikan sosok David dalam kisah David dan Goliath.

Keruan saja darah mengucur membasahi wajahnya. Pecutan yang dalam genggaman tangannya terlepas. Dia jatuh berlutut, lalu akhirnya ambruk ke jalan.

Aku bersorak berhasil menyelamatkan perempuan muda yang baru pertama kali bertemu ini. Langsung saja kuhampiri, dan berusah untuk memapahnya lagi. Mayat laki-laki itu kutinggalkan begitu saja di pinggir jalan.

Toko tadi yang menjadi tujuanku itu rupanya sudah tidak berpenghuni juga. Pertama-tama, aku mencari kamar mandinya. Kubersihkan tubuh kami berdua yang kotor oleh debu selama berada di luar ruangan.

Kubaringkan perempuan itu di sebuah dudukan. Dia sudah kubuat cantik sekaligus menarik berkat pakaian yang kupilihkan.

Aku juga sudah tampil anggun, dengan setelan pakaian menurut seleraku sendiri. Malah berdandan pula. Tadi kutemukan satu set perlengkapannya di dalam salah satu laci kasir.

Ada televisi di situ. Kucoba kuhidupkan. Tidak satu saluran pun yang masih berfungsi. Kulihat lagi dari kaca, pemandangan kota ini sudah seperti kota mati saja.

"Uuh," perempuan itu rupanya baru tersadar dari pingsannya. Sambil memegang kepala, dia meringis.

"Di manakah aku ini? Siapa kau?" tanyanya keheranan -- menyadari kalau sudah berpakaian lengkap.

"Tenang saja, kita sudah berada di tempat yang aman. Toko pakaian ini cuma satu blok dari tempatmu pingsan tadi."

Sambil kuulurkan tangan, kusebut namaku, "Aku Susan Slange yang sudah menolongmu. Panggil saja Susan. Siapa namamu?"

"Aku Arbyl -- Arbyl Branks."

Sejak saat itu, kami hampir selalu bersama.

HF #05
Created in 2010

Demikianlah berakhir fase perdana Seri HF 2010-2011 ini.
Gimana ceritanya?

Nantikan kelanjutan kisah Arbyl dan Susan ini
di bagian/part kedua, tepatnya di chapter 8
Sementara itu,
gimana kelanjutan cerita Miley dan Casey setelah bertemu di akhir chapter 2,
tapi sebelum bertemu Deindree di akhir chapter 3?

Kisah Miley and Casey: Friendship Forever yang jadi chapter berikutnya bakal membuka Phase Five Hell-Future Women.
Namun, sebelum lanjut ke Phase 2 HF,
mari simak dulu Hell-breaker

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top