ARC 7 : MANSION 7

Meera, Sean maupun Amanda adalah seorang wanita yang bekerja di pemukiman milik General Manager Ace Pineapple. Pekerjaan yang dilakukan oleh mereka bertiga sangat terampil dan hampir membuat Ace Pineapple terkagum, begitu pun dengan putranya yang bernama Snake Pineapple yang mulai jatuh cinta pada Amanda yang memiliki keterampilan yang sangat luar biasa dan tentunya sangat ulet dalam pekerjaannya.

Hasil dari kerja keras mereka bertigalah menciptakan kehidupan yang lebih baik, mereka cepat kaya karena hasil jerih payah serta banting tulang yang mereka lakukan selama berada di Fruit Island. Mereka dapat membangun rumahnya yang semula hanya terdiri dari kayu yang membentuk gubuk kecil saja menjadi rumah yang sangat besar dan mampu membangun sebuah gudang untuk penyimpanan makanan pokok mereka, seperti beras, gandum, dan jagung. Rumah mereka berada di dekat kaki Gunung Cantaloupe, tepatnya di wilayah Hutan Sapodilla [Sapodilla Forest] yang terletak di area Watermelon Village.

Yang membuat mereka bertiga cepat kaya adalah karena mereka tidak hanya bekerja di daerah Pineapple Village, tapi mereka juga memupuk karirnya di Fruit Factory yang dipegang oleh Jack Banana yang berperan sebagai direkturnya. Tapi sejak Pangeran Kiwi mulai mengintimidasi setiap penduduk, kini kehidupan mereka bertiga semakin menurut pesat. Yang awalnya Pangeran Kiwi menagih pajak pada Meera Mysale sebulan sekali, malah kini menjadi seminggu sekali. Alasan Kiwi melakukan hal tersebut karena pendapatan dari Meera dan kedua putrinya sangatlah unggul ketimbang penduduk yang lain; penduduk asli Fruit Island.

Tok! Tok! Tok!

“Hey! Bedebah laknat! Cepat bayar pajak!” teriak Pangeran Kiwi di depan pintu rumah.

Sejenak Meera pun segera membuka pintunya. “Ah! Bu-bukannya, bulan kemarin tepatnya seminggu yang lalu aku sudah membayar pajak, ya?” sahut Meera Mysale.

Seketika Pangeran Kiwi memperlihatkan surat bukti berupa pencatatan penghasilan pekerja di setiap penduduk. “Ini! Ini adalah alasan mengapa aku datang menagihmu lagi! Aku tidak menyangka bahwa orang asing sepertimu sangat tekun dan berpenghasilan sangat banyak serta melampaui status pekerja Fruit Island sendiri, dan itu jauh dari perkiraanku selama ini!”

“Ah! Me-memangnya apa salahnya? Bukankah setiap rezeki itu sudah ada yang mengatur!?”

“Itulah yang aku takutkan terhadap orang asing! Kau tahu!? Aku sangat membenci orang asing melebihi membenci penduduk yang tinggal di pulau ini! Alasannya karena sudah banyak penduduk asli di setiap pulau yang menjadi korban karena pengaruh dan tipu daya dari seorang yang berasal dari luar!”

“Kami tidak seperti itu!”

“Hahaha! Kau bisa bilang seperti itu karena saat ini kau belum mewujudkan impianmu untuk menguasai pulau ini! Asal kau tahu, kenapa selama ini aku membenci penduduk asli yang tinggal di pulau ini? Itu bukan semata-mata karena aku membenci mereka karena tidak beralasan! Aku hanya membenci kepada mereka yang memiliki sifat ramah dan murah memberikan bantuan kepada orang asing. Sudah banyak contoh kasus beberapa kerajaan dan pulau yang hancur karena pengaruh segelintir orang asing, yang awalnya dibantu dengan setulus hati, diberikan tempat tinggal dan pekerjaan yang layak, tapi akhirnya malah membalasnya dengan keji!”

“Kami sama sekali tidak memiliki niatan seperti itu!”

“Semua orang asing yang yang belum mewujudkan impiannya memang selalu berkata seperti itu!”

“Kau telah salah kaprah dalam menilai kami!”

“Aku tidak mau dengar apapun alasan yang muncul dari mulutmu! Adanya diriku di pulau ini sekaligus putra tunggal dari raja yang menguasai Fruit Island, yaitu untuk mencegahmu serta kedua putrimu untuk maju ataupun berkembang! Dengan begitu, kalian bertiga hanya akan berada di level terendah di pulau ini! Karena selama ini aku telah menginisiasi dalam memantau pergerakanmu, dan aku sudah membulatkan tekadku untuk melindungi pulau ini dari sampah-sampah seperti kalian!”

Seketika Kiwi pun menghunuskan ujung pedangnya ke pintu rumah milik Meera.

Slaaash!

“Ingat ini! Ini adalah sebuah ancaman! Aku adalah sedikit dari tipikal orang yang tidak pernah bercanda dan tak segan-segan untuk membunuh! Jadi ... apa kau keberatan jika aku akan selalu datang setiap minggu di sini untuk menagih pajak? Dan tentunya, pembayarannya akan dikalikan menjadi 4x lipat dari sebelumnya? Gimana?”

“Apa kau sudah gila! Aku tidak menyangka kau telah memeras kami! Awalnya aku ikuti semua keinginanmu, aku membiarkanmu berbuat semaunya dengan menagihku setiap bulan dengan tarif 4x lipat dari tarif normal penduduk Fruit Island. Dan kali ini kau telah menguji kesabaranku! Kau menagih perminggu dengan meminta bayaran pajak 4x lipat dari sebelumnya!? Bukankah itu tindak kejahatan yang besar! Sebelumnya aku terima-terima saja, sewaktu kau bersikap rasis pada kami! Tapi tidak kali ini! Aku harus segera melaporkan kasus ini pada Ya Mulia!”

“Aku memberikanmu jalan lebar-lebar untukmu melangkahkah kaki ke kerajaan milik ayahku,” tutur Kiwi sembari mempersilahkannya, “tapi dengan syarat ... keda putrimu akan aku bunuh.”

“Kau benar-benar bajingan!”

“Terserah kau mau ngomong apa. Yang jelas, aku adalah satu-satunya di pulau ini yang sering mendapatkan hukuman langsung dari ayahku, dan itu membuatku terbiasa. Mungkin jika kau berani melaporkan mengenai kasus ini pada ayahku dengan pergi ke kerajaan, maka aku pastikan setelah kau pulang dari sana ... kau akan menemukan kedua putri tercintamu bersimbah darah tepat di depan kedua kakimu yang saat ini tengah berdiri. Dan setelah itu, aku tinggal menjalani hukuman dari ayahku, sangat simpel sekali.”

“Kau benar-benar berhati iblis.”

“Aku melakukan ini dan tidak keberatan menjadi iblis karena adanya jelmaan seorang iblis sejati yang bersemayam di balik hatimu. Sebelum kau menjadi iblis dengan berusaha menguasai Fruit Island, maka aku telah menjadi iblis lebih dulu sebelum dirimu benar-benar memunculkan kedua sayap merahmu!”

Sejak hari itu, kehidupan yang mereka bertiga jalani semakin sulit, terlebih lagi ternyata dari balik dinding, Sean ataupun Amanda tengah menguping pembicaraan mereka berdua.

“Aku tidak mengerti, perasaan keluarga kita tidak pernah memiliki hutang padanya, tapi kenapa dia menagih pajak pada kami seperti layaknya rentenir!” gumam Sean.

Kejadian tersebut pun telah dilewati. Belum sebulan, baru 3 minggu, harta ataupun kekayaan yang dimilikinya kian ludes habis, dan yang tersisa hanyalah rumah. Semua pemasok kebutuhan dasar seperti padi, gandum, dan juga jagung telah habis dijual untuk membayar pajak pada Pangeran Kiwi.

Pada minggu ke-3, Meera mulai angkat suara dan mencoba untuk menentang kembali akan sistem perpajakan yang dibuat oleh Kiwi. Meera meminta keringanan agar pembayarannya dinormalkan seperti penduduk Fruit Island lainnya, dikarenakan kehidupannya yang sekarang tengah merosot dan jatuh miskin. Tapi sayangnya, apa yang Meera suarakan sama sekali tidak pernah digubris olehnya. Kiwi menganggap bahwa apa yang dialami oleh Meera seperti kemiskinan dan kelaparan adalah suatu nasib yang tengah mereka alami.

“Ini adalah nasib! Aku tidak peduli kau akan jatuh miskin seperti apa, yang terpenting setiap minggu aku akan selalu datang kemari untuk menagih pajak darimu!”

Tapi di sisi lain, hati Kiwi mengatakan bahwa dirinya senang melihat orang asing tersebut mendapatkan kehidupan yang sulit. Semua itu hanyalah akal-akalan yang dibuat olehnya, Kiwi sengaja membuat hidup yang dijalani Meera, Sean dan Amanda menjadi sulit. Karena tujuan yang sebenarnya adalah membuat mereka bertiga mati atau membuat mereka menyerah dan akhirnya keluar dari Fruit Island.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top