ARC 7 : MANSION 16

Scene berpindah ke Amanda Manor dan Meera Mysale

Plakkk!

Plakkk!

Plakkk!

“Ugh! To-tolong ...,” rintih Sean.

“Sudah kukatakan sebelumnya, aku akan terus menamparmu sampai kau benar-benar harus dilarikan ke rumah sakit,” tutur Hilda.

“Hentikan!” teriak Amanda yang sudah sampai ke ruangan bawah tanah di wilayah Bank.

“Eh? Sepertinya ada orang yang masuk tanpa izin dan mengganggu kesenangan kita,” ucap Hilda.

Amanda dan Meera menemukan Sean yang ditampar habis-habisan oleh Hilda di suatu tempat, di ruangan bawah tanah, Bank. Amanda yang mengetahui itu langsung menghentikan Hilda.

“Ku bilang hentikan! Wanita jahat!”

“Apa kau bilang? Beraninya kau memanggilku dengan sebutan itu!”

Sean yang melihat akan kehadiran ibunya pun dibuat sangat kaget, sekaget-kagetnya, matanya membelalak. Meera yang sangat rindu putrinya, Sean, langsung segera berlari untuk memeluk Sean, tapi tampaknya Sean menolak pelukan tersebut dan malah mendorong ibunya, Amanda yang mengetahui tersebut sontak geram terhadap sehabatnya, yaitu Sean.

“Apa yang telah kau lakukan Sean! Kenapa kau menolak dan mendorong ibumu sendiri! Untung saja aku berhasil menangkapnya! Kalau tidak, aku tidak tahu lagi akan yang akan terjadi pada Bibi Mysale!” teriak Amanda kepada Sean.

“Kenapa sih, kau bawa-bawa wanita itu! Aku tidak butuh!”

“Hey! Sadarlah! Dia ibumu! Dia yang telah melahirkanmu! Sean!”

“Jangan bercanda. Aku tidak pernah dilahirkan oleh seorang wanita yang sangat miskin!”

“Kau benar-benar sangat keterlaluan, Sean! Ibumu sudah datang kemari jauh-jauh hanya untuk bertemu denganmu! Tapi kau membalasnya dengan menyakiti hatinya!”

“Kalau tidak mau hatinya tersakiti lebih baik kau antar dia untuk pulang saja sana!”

“Kau benar-benar telah berubah! Kau rela mengusir ibu kandungmu sendiri!”

“Sudah kubilang! Jangan sebut-sebut seakan dia adalah ibu kandungku! Mana mungkin aku memiliki ibu yang tidak pernah mampu untuk menghidupiku!”

Meera yang mendengar hal tersebut membuat dirinya menangis serta bercucuran air mata. Walaupun Sean sudah diperlakukan kasar oleh Hilda, tapi Sean bersikap seakan-akan dirinya bangga akan perlakuan tersebut, dia lebih memilih Hilda ketimbang dengan Ibunya.


“Kalian tahu? Wanita yang pantas aku sebut seorang ibu? Dialah Ya Mulia Ratu Hilda! Walaupun dia sering menghukumku sampai berdarah-darah, tapi aku tetap menghormatinya, karena dia adalah sosok yang memberikanku banyak kekayaan dan tidak pernah kelaparan lagi!”

Mendengar pernyataan tersebut berhasil membuat Amanda menampar pipi Sean dengan sangat keras.

Plaaakkkh!

“Ka ... kau ... menamparku?”

“Iya! Aku menamparmu! Karena kau telah melewati batas!”

Setelah mendapatkan tamparan tersebut Sean pun mencoba untuk menampar balik pipi Amanda, tapi tindakan tersebut berhasil ditepis oleh Meera.

“Hentikan, Sean!” seru Meera.

“Ka ... kau ... membelanya?”

Melihat ibunya yang membela Amanda, membuat Sean merasa kecewa dan merasa bahwa dirinya telah dipilih kasih.

“Ibu macam apa kau!” teriak Sean sembari menangis, “seharusnya tadi akulah yang harus kau bela, bukannya Amanda, aku adalah putrimu, tapi kau lebih menyayangi Amanda yang pada dasarnya dia bukanlah siapa-siapa!”

Mendengar ucapan tersebut, berhasil membuat Amanda marah. “Kau benar-benar membuatku geram! Selama ini Bibi Mysale selalu menyayangimu lebih dari apapun! Buktinya saja sewaktu kepergianmu ... setiap malam dia selalu memikirkanmu dan setiap tidurnya dia juga selalu menyebutkan namamu! Itulah yang membuatku berambisi untuk pergi setelah setahun kemudian dirimu menghilang dari Fruit Island! Aku rela bekerja di sini hanya untuk membawamu pulang! Tapi kau malah menolak!”

Di sini kita tahu sendiri bahwa Sean adalah karakter yang keras kepala dan susah diatur, serta berbuat semaunya. Karena hal tersebutlah Amanda sangat kesulitan untuk membawa kembali Sean ke rumahnya. Jadi, terpaksa Amanda bertempat tinggal dan bekerja di Wine Labotory, dirinya bekerja semata-mata untuk memantau Sean.

“Itulah alasan kenapa aku menetap di sini! Karena aku ingin selalu memantaumu! Dan pernyataan yang barusan kau utarakan mengenai bahwa Bibi Mysale lebih sayang padaku daripada dirimu itu adalah salah! Dan yang sebenarnya adalah ibumu sangat menyayangimu lebih dari siapapun.

Tapi sepertinya apa yang dikatakan Amanda sama sekali tidak membuat Sean tersadar, malah yang terjadi adalah Sean semakin membenci Amanda.

“Lebih sayang padaku? Hahaha! Sudah berapa kali aku bilang untuk jangan bercanda! Amanda! Aku lebih tahu dari pada dirimu! Jadi, jangan sok tahu! Sejak kematian ibumu, akulah yang merasakan perasaan sakit hati itu! Ibuku sendiri menjadi lebih perhatian padamu! Setiap kali kita berkumpul bersama di meja makan, dan apa yang kita bicarakan mengenai segala hal apapun itu, ibuku selalu memprioritaskan dirimu! Tidak hanya itu, setiap kali aku membantah di setiap pendapatmu, ibuku tidak pernah ada untukku dia selalu sibuk untuk mendukungmu! Entah itu mengenai impian, jodoh atau apapun itu, selagi itu demi kebaikanmu sendiri! Kau yang tidak tahu akan rasa sakit hatiku, sampai kapan pun ... kau mana tahu akan apa yang selama ini aku rasakan!”

Meera yang sedari tadi tidak tahan melihat Sean bersimbah darah di seluruh wajahnya, membuat dirinya langsung mengeluarkan kain untuk mengelap darahnya. “Sean, sudahi perdebatan yang tak kunjung selesai ini. Wajahmu sungguh sangat lebam, dan setiap kali kau berbicara, darah yang ada pada mulutmu mengalir deras. Ibu tidak kuasa melihatmu dalam keadaan seperti ini. Ibu mohon untuk membantu membersihkan darah dan merawat lukamu, ya, Nak, ya.”

Tapi tindakan tersebut langsung ditepis oleh Sean. “Aku tidak butuh dikasihani oleh Ibu! biarkan luka ini Ya Mulia Ratu Hilda yang menghapusnya!" ketus Sean sembari mendorong ibu kandungnya sendiri dengan keras.

“Bibi!!!” teriak Amanda.

Meera yang terdorong dan akan nyaris jatuh karena tepisannya tersebut pun sontak membuat Amanda reflek dan segera menangkap dan menolongnya agar tidak terjatuh. Melihat hal tersebut, di mana kedekatan dan keharmonisan antara Amanda dan Meera, semakin membuat Sean membenci dan dengki terhadap Amanda.

“Te-terima kasih, Amanda,” ucap Meera.

“Bibi, tidak apa-apa!?”

Sejenak Sean pun memurungkan kepalanya. “Kau telah mengambil semua apa yang telah menjadi milikku, Amanda! Tidak hanya seorang pria saja yang kau rebut! Ibuku juga kau rebut! Kau terlahir dari keluarga yang cukup! sedangkan aku terlahir dari keluarga yang miskin! Apa yang membuatmu kurang! Hingga kau harus merampas semua apa yang dimiliki olehku! Dasar wanita jalang!"

Mendengar ucapan tersebut sontak membuat Meera marah besar dan tanpa disengaja, Meera reflek menampar pipi Sean dengan sangat keras.

Plaaakkkh!

“Hentikan ucapanmu itu, Sean! Kau telah keterlaluan!”

“Ah ... ka ... kau ... menamparku juga?”

“Oh ... ma-maafkan ibu, Sean. Ibu tidak pernah berpikiran untuk menyakitimu, ibu hanya ....”

“Tidak hanya Amanda yang menamparku, kau pun yang menjadi ibu kandungku juga menamparku!?"

Karena Meera bertindak tanpa sengaja, membuat dirinya langsung meminta maaf kepada Sean dan kembali untuk mengelap luka Sean. Tapi perlakuan tersebut kembali lagi ditepis dan kali ini Sean mendorongnya dengan lebih keras lagi. Amanda yang melihat hal itu pun segera kembali menangkapnya.

“Kau benar-benar sungguh sangat keterlaluan! Sean!” teriak Amanda sangat marah akan perlakuan Sean terhadap ibunya sendiri.

“Yang boleh menamparku dan memiliki hak untuk itu ... adalah Ya Mulia Ratu Hilda! Sekalipun kau ibu kandungku, kau tidak memiliki alasan untuk menamparku! Tamparan Hilda itu memberikanku berkah! Sebagai gantinya dia akan memberikanku kekayaan, tapi tamparanmu Ibu, kau tidak memberikan apa-apa! Yang ada hanya akan membuatku semakin membencimu!”

Mengetahui hal tersebut, lantas Amanda pun kembali mengayunkan tamparannya kepada Sean, tapi tindakan tersebut berhasil ditahan oleh Meera. “Sudah, cukup, kau harus meredam emosimu, Amanda,” ucap Meera lirih.

“Tampar aku!!! Apakah kau tidak cukup puas!!? Aku sudah sering menerima tamparan dari Ya Mulia Ratu Hilda! Apakah harus aku mendapatkan tamparan lagi darimu!? termasuk ibu kandungku sendiri!?”

Mendengar hal tersebut membuat Meera sangat kasihan terhadap putrinya dan kembali untuk memeluknya, tapi tindakan tersebut ditahan oleh Amanda. "Cukup, Bibi, aku tidak tahan melihat Bibi didorong lagi seperti sebelumnya. Tidak sepantasnya seorang anak melakukan hal tersebut terhadap ibunya, itu sesuatu yang menyimpang,” ujar Amanda memandang wajah Meera, dan sejenak mengerlingkan matanya ke arah Sean, “meskipun kau terlahir di kehidupan yang kurang mampu bukan berarti hina, tidak membuatmu harus melakukan perbuatan jahat ataupun memiliki sifat keji dan dengki. Dan juga, kekayaan bukan berarti mulia. Semua kekayaan yang dimiliki orang lain hanyalah sebuah titipan, tergantung orangnya yang menggunakan titipan tersebut dangan baik serta bijak atau tidak. Dan asal kau tahu! selama ini Bibi Mysale tengah memiliki penya-”

Seketika Meera pun memotong ucapan Amanda. “Hentikan! Amanda!”.

“Ta-tapi, Bibi. Dia berhak mengetahui penderitaanmu! Agar dia tahu batasan untuk memperlakukanmu! Setidaknya dia memiliki tenggang rasa terhadapmu! Seorang ibu yang telah melahirkannya.”

“Aku meminta untuk membawa dan mempertemukan aku dengannya bukan berarti kau harus membicarakan hal itu juga pada Sean, Amanda” bisik Meera dengan suara yang bergetar dan sangat hati-hati agar kata-katanya tersebut tidak terdengar oleh Sean.

“Memangnya, Ibu menderita apa selama ini!?” tanya Sean.

“Tidak, Sean. Ibu baik-baik saja.”

“Ibu bohong!”

“Ini waktu yang tepat untuk memberitahukan semuanya kepada Sean, Bibi.”

“Jangan, Amanda. Ibu mohon, jangan lakukan itu!”

“Jika tidak memberitahukannya sekarang, lalu mau sampai kapan lagi Bibi mau menyembunyikannya? Jika Bibi tidak dapat memberitahukannya, maka biarkan aku yang akan mewakilinya untuk memberitahukannya pada Sean.”

“Amanda! Apa yang telah kau bicarakan! Apa selama ini kau dan Ibu telah menyembunyikan sesuatu dariku!?”

“Ya, benar, Sean! Selama ini aku sudah menahan diri untuk tidak memberitahukanmu mengenai masalah yang diderita oleh Bibi Mysale. Hanya saja karena aku tahu perlakuanmu terhadapnya sangatlah lain! Kau bukan seperti sahabatku yang selama ini aku kenal! Kau telah melupakan kasih sayang ibumu! Maka dari itu, aku harus memberitahukan semua ini padamu!”

“Tidak, Amanda! Ibu, mohon, untuk tidak mengucapkan sepatah kata pun terhadapnya, karena Bibi tidak mau dia mencemaskan keadaan Bibi dan akhirnya membuat dirinya bersedih,” bisiknya.

“Tidak, Bibi, dia harus tahu akan masalah yang diderita Bibi! Setidaknya setelah mengetahui penderitaan Bibi, dia berhenti untuk menolak pelukanmu dan sedikit menganggapmu memiliki derajat yang mulia ketimbang wanita kasar itu!”

“Apa yang kalian sembunyikan dariku!?”

“Dengarkan baik-baik, Sean. Ibumu, Bibi Mysale, sudah lama mengidap penyakit kronis!”

“Pe-penyakit kronis!?”

“Ya! dan asal kau tahu, Bibi Mysale sudah lama bertahan dalam melawan penyakitnya! Dia bertahan untuk menunggu kabar kepulangannya dirimu, tapi selama penantian tersebut selama 13 tahun lamanya, dia dikejutkan oleh kabar surat darimu yang isinya kau tidak bahagia bekerja di perbankan, kau disiksa/dianiyaya oleh majikanmu, dan sekarang benar, sudah terlihat jelas bahwa kau terang-terangan diperlakukan dengan keji olehnya hanya demi mendapatkan uang. Dia mendapatkan surat tersebut pada tahun 2010, dan sudah 10 tahun kehidupan yang dialami Bibi penuh dengan kegelisahan karena memikirkan keadaan dirimu. Dan pada tahun sekarang, dia telah bertemu dengan seorang pria dan seorang wanita yang katanya mereka akan membantunya, tapi walaupun begitu, Bibi Mysale tidak sabar untuk bertemu denganmu, dia nekat menggunakan kapal boat yang berada di Fruit Island, dia berhasil pergi hingga menyelinap kemari, dan tidak sengaja bertemu denganku. Bibi memintaku untuk mengantarkannya padamu, karena Bibi tahu kenapa dia terburu-buru sekali untuk bertemu denganmu. Karena pada akhir-akhir ini, ibumu selalu muntah darah, aku melihatnya sendiri saat pertemuanku bersama dengan bibi di gerbang perak, di pulau ini!” ujar Amanda mengungkapkan sebuah kebenaran.

Setelah mendengar penjelasan Amanda, saat yang bersamaan Meera pun seketika menutup mulutnya dan batuk. Saat dibuka, telapak tangan kanannya penuh dengan darah. Amanda yang mengetahui itu langsung tersontak kaget.

Meera pun terkejut melihat Amanda dan Sean mengetahui apa yang telah dirinya sembunyikan yaitu mengenai batuk yang mengeluarkan darah. Tidak mau semuanya terungkap, Meera langsung segera mennyembunyikan telapak tangan tersebut di balik tubuhnya. Tapi walaupun begitu, kenyataan tersebut tidak dapat ditutup-tutupi lagi, karena terlihat jelas darahnya mengalir dari mulutnya yang tersenyum.

Melihat hal tersebut sontak membuat Sean menangis dan segera memeluk ibunya, namun tindakan tersebut ditahan oleh Hilda. Meera yang sudah lama rindu dan butuh pelukan terakhir dari putrinya sendiri pun akhirnnya tidak bisa mendapatkannya. Meera sudah benar-benar tidak ada harapan lagi untuk memeluk putrinya sebagai salam perpisahan. Sean menangis dan meraung, tapi Hilda tetap menarik rambutnya hingga jatuh tersungkur di lantai dan tetap menyeretnya. Melihat pemandangan tersebut, pandangan mata Meera mulai kabur dan kehilangan keseimbangan, dan akhirnya Meera jatuh pada pelukannya Amanda. Darah yang keluar dari mulutnya pun tak berhenti-hentinya mengalir dan membanjiri di sekitar daerah lehernya.

“Bibi! Bibi bertahanlah!” teriak Amanda.

“Aku ... sosok ibu yang tak berdaya melihat putrinya sendiri disiksa oleh orang lain, selamatkan putriku, Amanda ....”

Mengetahui kondisi tubuh Meera yang sangat lemah membuat Amanda bergerak untuk memenuhi permintaan terakhirnya, yaitu untuk menyelamatkan Sean dari Hilda. Sejenak Amanda pun meletakkan Meera di lantai dan bergegas mengejar Hilda yang menyeret rambut Sean. Pada saat itu, Amanda mencoba untuk menghentikan Sean, dan akhirnya penyelamatan Sean pun dimulai.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top