ARC 5 : WINE LABORATORY 6
“Aku tahu betul akan sakitnya kulit saat terkena zat Green Wine, walaupun kulit bebek sekalipun ....”
Fruit Island 1
“Isabella! Apa kau merasakan gatal-gatal yang berlebihan pada sekujur tubuhmu!!?”
“Gatal-gatal? Aku tidak merasakan apa-apa.”
“Kau tidak merasakan apa-apa?”
“Aku sama sekali tidak merasakan gatal-gatal.”
KWEK KWEK KWEK!!!
Bebek?
“Kau gatal? Apa jangan-jangan karena kau berenang?”
KWEK! KWEEEK!!!
Bebek itu pun lari dengan terbirit-birit.
“Sepertinya kulitnya terkena cairan zat asam.”
“Zat asam?”
“Betapa sengsaranya menahan haus, dan sekalinya minum pun butuh waktu untuk menunggu datangnya hujan ....”
Fruit Island 3
“Apa kau sudah kenyang? Wahai Bibi?”
“Ah tentu. Oh, untuk makanan ini. Aku benar-benar sangat berterima kasih padamu, Nak. Karena makanan yang kau berikan ini dapat membuatku hidup lebih lama untuk beberapa hari ke depan.”
“Beberapa hari ke depan? Apa yang telah kau katakan? Sudah cepat minum air ini.”
“A-aku tidak mau meminum air racun itu. Air di seluruh pantai ini adalah racun!”
“Tenang-tenang, Bibi. Kami dapatkan air ini dari sumber mata air yang jernih. Kau tak perlu lagi untuk mencemaskan kalau air ini dapat meracunimu,” ucapku sambil menjulurkan tangan dengan membawa botol ke arahnya.
“Ambilah.”
“Aku tidak mau meminum racun itu!”
“Baiklah. Jika tadi aku terlihat memaksa. Tapi sebagai bukti kau harus melihatnya sendiri,” tuturku sambil langsung meneguk air dalam botol.
Glek ... glekk ....
“Oh tidak! Kau telah meminum racun secara terang-terangan!”
“Ahh ... air ini benar-benar sangat segar. Layaknya air yang diambil dari sumber mata air di pegunungan. Apa sekarang kau baru percaya? Kalau botol yang kupegang ini bukanlah ... racun??”
Tanpa menunggu lama. Dengan kecepatan kilat, Bibi tersebut menerjang mengambil botol yang kupegang dan meminumnya dengan sangat-sangat kehausan. Seperti orang yang baru minum setelah sekian lama berkeliling di tengah padang pasir yang luas.
Hosh! Hosh!!! Glekk! Glekk!!!
“I-ini baru pertama kali lagi aku dapat meminum air yang murni dan jernih seperti ini! Mereka harus segera merasakan air ini. Merasakan dahaga yang tiba-tiba lenyap begitu saja seperti diriku sekarang.”
“Yang telah merenggut suatu pekerjaan, kebahagiaan dan ke-3 putrinya ....”
Rumah kecil 4
“Lalu, bagaimana Paman Jack memasungkan kaki Paman sendiri?” tanya Isabella.
“Aku sengaja memasungkan diri agar aku tidak bergerak semaunya lagi. Aku mulai memasungkan diri saat aku masih dalam pengendalianku sendiri dan masih sadar. Karena jika penenangnya sudah habis maka dengan otomatis tubuhku bergerak sendiri mencari Wine kembali. Terkadang jika sudah lama tidak minum maka pengaruh candunya akan semakin besar dan kuat.”
“Apa contohnya seperti tadi? Kau menyerangku dengan membabi buta hingga aku terpental ke belakang.”
“Ya. Benar. Itulah kenapa aku memperingatkanmu sejak awal untuk tidak membuka pintu atau melepaskan pasung yang mengekangku. Kau bilang aku sudah 8 tahun terakhir dipasung itu artinya rasa hausku akan Wine sudah tak terbendung lagi, selama di tubuhku masih terkandung zat Wine maka aku akan selalu seperti ini, akan buta, dan selalu bersikap brutal jika kalian melepaskan ikatan ini.”
“Aku mengerti. Karena zat Wine itulah yang membuatmu terus-terusan tersiksa.”
“Ya, benar. Terkadang aku merindukan kematianku sendiri, namun ragaku menolak meronta. Di sisi lain jika aku masih menggunakan raga ini pasti di pikiranku akan selalu terngiang-ngiang ingatan putriku, aku merindukan mereka tapi saat aku rindu mereka, raga ini menghapus ingatanku, dan bila aku sudah tidak ingat maka raga ini mengingatkanku kembali mengenai mereka. Raga ini hanya cuma mempermainkanku saja, aku sudah lelah dengan semua ini.”
“Kau harus bersabar, Paman.”
“Harus sabar sampai kapan lagi? Pada hakikatnya aku sudah kehilangan banyak harapan. Aku seorang Tua Bangka yang tidak bisa berbuat apa-apa, membalas dendam putriku saja aku tidak bisa, malah dipermainkan olehnya, lagi-lagi aku kena tipu muslihatnya.”
“Ngomong-ngomong, apa kau masih hafal siapa nama Si Penipu licik itu?”
“Kalau tidak salah, dia bernama ... Fat Bob.”
“Sudah kuduga ....”
“Sekali lagi, betapa beratnya seorang ayah dipisahkan dengan ke-3 putrinya. Apalagi ke-3 putrinya itu dibarter dengan minuman Wine ....”
Fruit Island FA 12
“BAIKLAH, AKU AKAN MEMBERIKANMU 2 PILIHAN. KAU PILIH KE-3 PUTRIMU ATAU TANGKI WINE INI!!!”
“WINE!” teriak Jack sangat keras.
“Ayah!” ucap ke-3 putrinya sambil menangis melihat ayahnya yang lebih memilih Wine ketimbang putrinya sendiri.
“WINE???” teriak Fat Bob.
“WINE!”
“WINE!!”
“WINE!!!”
“HAHAHA! TUNGGU APA LAGI? CEPAT AMBILAH WINE INI!!!”
Jack pun langsung menyerbu tangki Wine. Terlihat Jack mengalami kesusahan saat hendak ingin membuka untuk meminumnya.
“HANYA ADA SATU CARA UNTUKMU MEMBUKA TANGKI WINE YANG TERSEGEL INI. KEMBALILAH KE TEMPAT ASALMU, AKU YAKIN KAU MEMILIKI PERALATAN PEKAKAS DIGUDANG.”
“Baik! Aku sudah tidak tahan lagi! Aku haus!!!”
Jack pun mendorong tangki Wine tersebut dan membawanya ke kano.
“Bagus! Sepertinya kau lebih membutuhkan Wine ketimbang sesuatu yang lebih berharga, ya. Baiklah dengan begini, kau telah menukar ke-3 putrimu dengan tangki Wine-ku yang sangat berkualitas.”
Fat Bob pun pergi dengan menggiring ke-3 putri Jack, sedangkan Jack mengayuh dayung kanonya dengan penuh beringasan.
“Lalu, bagaimana dengan salah satu pekerja yang telah berjuang untuk sekian lama mengabdi pada perusahaan tetapi dibalas dengan keji ....”
IoD 6
“Di pulau ini, tidak ada yang namanya pengunduran diri, tidak ada yang boleh keluar sebelum orang tersebut cacat atau mati karena kecelakaan, di pulau ini, kami diperas layaknya sapi perah. Gaji kami memang menumpuk banyak, tapi kami hampir sama sekali tidak menikmati hasil itu, jadi apa bedanya dengan orang yang bekerja namun tidak digaji? Inilah pertama kalinya aku merasa ngeri akan sosok dunia pekerjaan yang kejam,” ungkap Shiraz.
“Itu seperti kerja paksa, hanya saja sistemnya ditutupi oleh gaji yang besar sebagai pencitraan sehingga sampai kapan pun tidak akan kelihatan semengerikan apa pekerjaan tersebut.”
“Lalu, apa kau saat dipindahkan kemari membawa semua gaji?” sahut Isabella.
“Nah iya, itu! Aku yang bekerja selama bertahun-tahun penuh, tidur pun hanya 4 jam 15 menit dalam sehari, dan sampai detik ini, harusnya di saat mendapatkan musibah seperti ini aku menikmati semua jerih payahku, namun apa yang aku dapatkan? Aku tidak mendapatkan apa-apa, aku tidak mendapatkan sepeser pun dari uang-uangku.”
“Ke mana kau menyimpan uang itu?” tanyaku.
“Aku menyimpannya di Bank.”
“Kau tidak menyimpannya di rumah?”
“Ada peraturan konyol, di mana setiap pegawai pekerjaan, gajinya wajib disimpan ke Bank. Semua gajiku aku simpan di Bank. Dan saat pegawainya mengalami musibah seperti ini, wajah Wine Dale berubah menjadi masam, aku diusir dari pekerjaanku, pada saat itu aku mencoba untuk meminta kembali gaji yang aku dapatkan selama bertahun-tahun, tapi dia memalingkan muka seakan-akan tidak terjadi apa-apa, tidak mempedulikan permintaanku.”
“Dia berpura-pura tidak tahu saat kau sudah mulai tidak berguna atau sudah tidak butuhkan lagi.”
“Aku sudah memperkirakan bahwa dia hanya akan memprioritaskan kembali mengenai sistem yang sudah ‘tidak berguna’ pasti akan segera di pindahkan ke lantai 1 ketimbang menyelesaikan mengenai kontrakku padanya.”
“Apa di tempat perusahaanmu bekerja sama sekali tidak ada jaminan kesehatan bagi pegawainya?” tanya Isabella.
“Tidak ada. Itulah mengapa pekerjaan di sini ‘kesehatan serta menghindari kecacatan’ itu sangatlah penting, bisa dibilang layaknya nyawa, karena orang yang cacat sudah tidak akan dibutuhkan lagi layaknya orang yang sudah mati.”
“Itu artinya mereka yang bekerja dituntut selamanya untuk bekerja dan tidak ada waktu untuk pensiun, hasilnya pun akan sama, sampai tua pun mereka tidak akan menerima gaji mereka, sedangkan masa-masa lansia adalah masa di mana ketidakbergunaan akan ditegakkan, pada akhirnya mereka yang lansia akan dikirimkan ke tempat ini-ini juga, ‘kan?” ujarku.
“Kau benar, semuanya hanyalah pekerjaan yang sia-sia.”
“Dan kembali lagi ke sistemnya, Bank adalah milik mereka, kewajiban setiap pegawai menyimpan uangnya di Bank adalah strategi mereka untuk mengambil uang yang sudah lama kalian peroleh, kalian yang bekerja, mereka yang memegang uangnya. Itulah mengapa mereka menunggu agar sewaktu-waktu tidak hanya kalian yang dikeluarkan dari pekerjaan, melainkan uang kalian pun dapat mereka sita/ambil kembali.”
“Pekerjaan di pulau ini memang seperti sapi perah yang siap dibuang saat sudah mencapai taraf ketidakbergunaan. Tapi karena kecelakaan ini adalah bagian dari skenarioku, jadi aku sudah mensiasatinya, aku sudah tidak memikirkan uang-uangku, yang hanya aku pikirkan hanyalah keselamatan hidupku, aku ingin sekali terlepas dari dunia pekerjaan yang sistemnya paksa ini.”
“Kau benar, keputusanmu untuk keluar dari pekerjaan adalah pilihan yang tepat. Sebenarnya tidak ada seorang pun yang mampu bertahan terhadap sistem yang dzalim, kita wajib melawannya, karena sistem itu tidak ada sama sekali belas kasihan dan perikemanusiaan, kalian layaknya sekumpulan domba yang digiring untuk menunggu dan mengantri ... menuju ke tempat penjagalan.”
“Lalu apa kau anggap semua dampak ini adalah sebuah mahakarya!!?”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top