ARC 4 : AURINA 6
Pagi, di suatu tempat rumah sakit kecil area Prison Islands
Terlihat Alex tengah terbaring di suatu kamar rawat.
“Ah! A-ada di mana aku?”
“Aku tidak menyangka bahwa kau adalah bagian darinya.”
Alex yang mendengar suara mendadak tersebut dari samping pun mendadak terkejut dan bergerak hebat dari ranjang.
“Ahhh! Siapa kau!”
Seketika Alex pun merasa kesakitan yang sangat hebat karena luka yang ada si sekujur tubuhnya kembali terbuka karena pengaruh gerakan yang berlebih barusan.
“Auwww!”
“Makanya jangan terlalu kaget begitu dong,” ucap ketua kepala sipir yang duduk memangku kaki di samping ranjangnya.
“Kau! Kenapa kau membawakanku ke sini! Jangan bilang kau akan segera mengeksekusiku! Kau akan menyuntik mati diriku!”
“Tepat sekali. Tapi sayangnya bukan cairan racun yang mengalir di bagian intravena-mu, melainkan cairan impusan yang kini tengah terlepas karena perilaku bodohmu tadi!”
“Huaaa! Darahnya keluar deras dari lenganku!”
“Itulah yang akan membuatmu mati! Tanpa disuntik mati pun kau akan mati dengan cara seperti itu! Kau akan mati dengan kekurangan darah!”
“Huaaa! Tidaaak!”
Kini lengan Alex sudah dipasang impus kembali oleh seorang suster.
“Mohon kepada pasien yang bernama Alex untuk tidak menggerakan lengan secara berlebih karena khawatir selang impusnya akan terlepas kembali,” tutur suster.
“Baik, Sus.”
“Saya izin keluar, Pak.”
“Silahkan, Sus. Terima kasih sebelumnya karena telah memasang kembali impusnya ke tempat semula.”
“Iya, Pak, sama-sama.”
Suster pun kembali mendorong rak yang menampung beberapa alat kesehatan dan pergi keluar ruangan serta menutup pintunya kembali.
Ketua kepala sipir pun hanya tersenyum dan mengingat kejadian pertama kali Alexander Murphy mengalami penyiksaan darinya.
2 hari yang lalu.
Pada pagi hari. Seluruh napi yang baru digiring untuk memasuki ruangan besar. Satu persatu napi dicatat sesuai dengan bentuk kejahatannya.
Rata-rata napi yang masuk ke dalam penjara tersebut, mereka adalah napi yang ditangkap oleh polisi di wilayah utara tanpa dibawa ke tempat penghakiman terlebih dahulu. Karena memang di dunia ini tidak ada hakim yang adil dan baik, karena rata-rata profesi hakim adalah seorang yang kaya, jadi keadilan terkadang dapat dipermainkan dengan mudahnya hanya dengan lembaran uang.
Karena alasan tersebutlah yang membuat segala bentuk kejahatan dinyatakan bersalah serta berdosa yang harus dihukum di sebuah pulau penjara yang dijaga dengan sangat ketat. Hingga saat ini, Prison Island adalah satu-satunya penjara yang ada di dunia ini. Walaupun begitu, Prison Island dibagi menjadi 3 pulau, masing masing ruang tahanan memiliki tingkat kejahatan serta hukumannya sendiri.
Ket :
A : Field
B : Backyard & Gym
C : Library
D : Small hospital
E : Canteen & Kitchen
F : Warehouse
G : Office
1 : Prison cells
2 : Prison cells
3 : Prison cells
4 : Prison cells
Proses penghakiman itu sendiri adalah dengan cara berbicara secara jujur di depan ketua kepala sipir.
“Selanjutnya!” seru bawahan.
“Siapa namamu?” tanya ketua kepala sipir.
“Namaku, Leonardo Mancini.”
“Apa motif kejahatanmu?”
“Penyalahgunaan narkoba.”
“Baik. Bawa dia ke ruangan sel ???”
“Baik, Pak Kepala Sipir! Ayo jalan!”
“Berikutnya!”
“Siapa namamu?”
“Namaku, Knneth Henderson.”
“Apa motif kejahatanmu?”
“Pelecehan anak.”
“Baik, bawa dia ke ruangan sel ???”
“Baik, Pak Kepala Sipir! Ayo jalan!”
“Berikutnya!”
“Siapa namamu?”
“Namaku, Alexander Murphy.”
“Apa motif kejahatanmu?”
“Aku hanya salah memasuki kapal.”
“Apa? Apa maksudmu?”
“Aku tidak bersalah, aku tidak melakukan kejahatan apapun, dan kehadiranku berada di sini adalah sebuah kesalahan serta kekeliruan,” tutur Alex.
Prok! Prok! Prok!
“Wah! Sepertinya setelah sekian lama baru ada napi yang angkuh dan mencoba untuk memperpanjang masalah.”
“Aku berbicara jujur! Aku tidak bersalah!”
“Hey! Mana ada orang yang tidak bersalah dan tidak pernah melakukan kejahatan apapun tersaring dan berada di sini!”
“Aku sudah bilang. Semua ini karena aku salah memasuki sebuah kapal. Pada saat itu, malam sangat gelap membuatku kurang mengenali akan kapal yang aku tumpangi.”
“Alasan konyol. Bilang saja kau hanya ingin mengelabuiku, kan?”
“Tidak. Aku berani mengatakan ini. Aku tidak bersalah dan semua ini hanyalah kesalahpahaman saja!”
“Wah! Wah! Wah! Baru kali ini aku didatangkan napi yang keras kepala. Baiklah karena kau cukup menguji kesabaranku. Bawa dia ke tempat ruangan khusus. Aku akan menyelidikinya lebih dalam lagi mengenai motif kejahatannya yang coba dia tutup-tutupi, setelah mendata puluhan napi yang masuk sekarang.”
“Baik, Pak! Ayo jalan!”
“Ti-tidak! Aku tidak melakukan kejahatan apapun!”
Alexander Murphy pun diseret oleh 2 petugas keamanan sekaligus dan mengurungnya ke tempat yang gelap dan hanya tersisa cahaya kecil pada sudut atas ruangan.
“Ah! Di-di mana aku!? Apakah aku langsung ditempatkan di ruangan isolasi!?”
Alexander Murphy hanya di kurung di dalam ruangan gelap dengan kedua lengan yang masih diborgol. Alex yang tidak mengetahui apa-apa mengenai ruangan tersebut pun mulai berjalan-jalan mencari tahu tentang ruangan tersebut dengan meraba-raba.
“Ini bukan ruangan isolasi. Di sini baunya sangat menyengat! Bau amis! Selain itu ruangannya sangat dingin.”
Cpyak!
Seketika Alex mulai merasakan ada suatu cairan yang menggenang di bawah telapak kakinya.
“Hah? Ada air tumpah?”
Tangan Alex pun mulai meraba-raba genangan air tersebut.
“Ini bukan air. Sifatnya lebih cenderung kental.”
Sejenak Alex mulai mendekatkan jari pada hidung dan menciumnya.
“Uwoook! Hiii! Uwoook!”
Setelah menciumnya Alex langsung muntah-muntah dan menghindari tempat genangan air tersebut.
“Bau amis sekali!”
Alex yang sudah tidak tahan dengan bau menyengat tersebut pun berusaha berlari mendekati cahaya kecil. Saat berlari, sesekali dirinya terbanting beberapa kali karena menabrak sesuatu yang menghalangi dirinya.
“Ah! Apa barusan! Aku seperti menabrak samsak!”
Tidak mempedulikan hal barusan, Alex pun langsung menghampiri sumber cahaya tersebut dan mendapatan sesuatu yang mengerikan pada dirinya. Dia melihat tangan kanannya yang penuh dengan darah.
“Da-darah!?”
Ctak!
Tiba-tiba seluruh lampu pun menyala dan menerangi seluruh ruangan.
Seketika Alex pun terkejut dengan raut wajahnya yang sangat ketakutan. Dia baru menyadari bahwa dirinya berada di ruangan besar yang penuh dengan puluhan babi yang digantung di setiap masing-masing tempat.
“Selamat datang di tempat penjagalan babi!” seru ketua kepala sipir tanpa ekspresi dengan lengan yang masih menyandar di saklar lampu ruangan.
“Kau! Ketua Kepala Sipir!”
“Ya! Ini aku.”
Seketika ketua kepala sipir berjalan menuju bagian dapur untuk mencuci tangan pada wastafel dan mulai mengambil pisau serta asahan.
“Apa kau suka daging bacon?”
“....”
“Semua orang-orang di sini khususnya para napi, kami para keamanan yang dibayar oleh suatu negara menyajikan makanan yang lezat untuk para napinya.”
“....”
“Mereka diperlakukan baik di sini. Asalkan jujur, seberat apapun motif kejahatannya pasti akan kami hargai sesuai kelasnya masing-masing. Tapi ada satu hal yang membuatku geram, tidak peduli motif kejahatannya itu kecil ataupun besar, tapi dia tetap ngotot sok suci dan angkuh, bahwa dirinya tidak melakukan kejahatan. Alasan itu tidak dapat lagi ditoleransi,” tuturnya sembari mengasah pisau.
“!!!”
“Aku adalah salah satu tipe orang yang sangat geram akan tingkah seperti itu. Jika memang bersalah kenapa tidak mengakuinya saja?”
“....”
“Jangan hanya karena di dunia ini tidak ada hakim, membuat kalian dengan mudahnya berlaku untuk mengelabui pertahanan keamanan yang terakhir, yaitu Prison Island. Sebenarnya selama aku memegang peranan sebagai ketua kepala sipir di sini, aku tidak peduli dengan dosa sebesar apapun yang dimiliki oleh para napi. Karena memang aku tahu sendiri, di luar sana mereka tertangkap karena 2 alasan, entah itu karena memang melakukan tindak kejahatan sendiri atau difitnah oleh orang-orang yang kaya dan tamak.”
“....”
“Makanya di sini aku tidak dapat menjadi hakim. Aku cukup meminta kejujuran dari kalian saja. Bukankah itu mudah?” ucapnya melirik Alex dari kejauhan. Kini ketua kepala sipir pun telah selesai mengasah pisaunya.
“Hufft! Sebenarnya aku tidak suka melakukan ini. Tapi, sesuatu yang lain di dalam jiwaku seperti meronta dahsyat akan kegirangan ingin melakukan sesuatu yang berbeda.”
“!!!”
“Sebetulnya aku bukan orang yang dulunya berprofesi sebagai tukang jagal. Hanya saja aku memiliki keahlian dan bakat dalam memainkan pisau,” ujarnya sembari berjalan menghampiri Alex.
“Kau mau apa!”
“Aku hanya ingin dengar suara kejujuran yang keluar dari mulutmu. Selain itu, aku akan pandai berpura-pura menjadi tunanetra yang tuli.”
“Jangan melakukan yang tidak-tidak! Singkirkan pisau itu! Jika kau mencoba untuk membunuhku sama saja kau pun melakukan tindak kejahatan yaitu pembunuhan!”
“Siapa bilang aku akan membunuhmu? Aku hanya sedikit menyiksamu saja. Kalaupun aku membunuhmu bukankah aku cukup mewakili malaikat maut yang bertugas untuk mencabut nyawa orang-orang yang jahat dan angkuh?”
“Hentikan!”
“Aku sarankan untukmu agar menggertakkan gigimu kuat-kuat. Karena sekali aku menggila mungkin lidahmu tidak sengaja aku congkel.”
“Sialan! Kau benar-benar iblis!”
“Ya! Kau benar! Untuk menghadapi seorang iblis ... aku cukup berubah menjadi seorang yang lebih kejam dari iblis bukan?”
Chwaaak!
“Uuuaaarrrgh!!!”
Chwaaak!
Chwaaak!
Chwaaak!
Crak!
Crak!
Crak!
Jrap!
Jrap!
Syat!
Syat!
Bles!
Chwaaak!
Sekitar setengah jam. Penyiksaan pun beerakhir. Kini Alex jatuh terlentang tak berdaya dengan darah yang menggenang di sekitar tubuhnya. Seketika petugas keamanan pun memasuki ruangan.
“Hari ini cukup sampai di sini. Dia sama sekali tidak mengucapkan kata-kata kejujuran sekalipun. Masukkan dia ke dalam ruangan sel. Aku masih memiliki dahaga untuk melanjutkan penyiksaannya besok.”
“Baik, Pak!”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top