ARC 4 : AURINA 3
Mengenai nasib anggota The Robs baru kini dari keempatnya telah memisahkan diri dengan tujuan mencari jati diri dengan cara melangkahkan kaki menuju masing-masing arah mata angin. Yang kita ketahui, Erendals Lysander mengayuh sampannya ke arah timur tepatnya di Pulau Sharktaurant, Alexander Murphy yang mencari jati diri hingga tidak sengaja memasuki kapal yang salah, kapal napi, yang berhasil menyeretnya ke arah barat, tepatnya kawasan pulau penjara yang di mana wilayah tersebut adalah tempat yang dulu Hellios tinggali, sedangkan 2 lainnya masih belum diketahui keberadaannya, yang pasti mereka berdua berjalan sesuai dengan sisa arah mata angin selain timur dan barat.
Prison Islands
“Cepat masuk!”
Dugh!
Brukkkh!
“Ugh!”
Dalam kegelapan gulita, seseorang napi sengaja didorong sangat keras hingga terjerembab agar cepat masuk ke dalam selnya oleh petugas keamanan penjara.
Blam!
Suara pintu sel ditutup dengan sangat keras hingga mampu suaranya nyaring mengisi ruangan penjara.
“Aku tidak tahu malam ini kau akan memposisikan tidurmu seperti apa. Yang bisa aku ingatkan padamu adalah ... cepatlah tidur. Karena itulah satu-satunya cara agar kau dapat menghadapi hari esok yang sangat berat,” tutur petugas tersebut dan tak lama setelah itu pergi meninggalkan ruangan sel.
Alexander Murphy yang entah kenapa kini di seluruh tubuhnya penuh dengan luka sayatan dan lebam layaknya talenan dapur. Darah mengalir di setiap sekujur tubuhnya, meringkuk kesakitan, hampir sekarat dan sama sekali tidak dapat melakukan apa-apa selain menahan rasa sakit yang dideritanya.
Tidak lama setelah kepergian seorang petugas keamanan penjara, masuklah seseorang dengan berseragam lengkap berjalan menghampiri ruangan sel Alexander Murphy.
“Bagaimana? Apa kau masih sanggup untuk menjalani hari-hari untuk esok dan selanjutnya?” tanya seseorang misterius tersebut.
Alexander Murphy yang sudah tidak dapat bergerak sedikit pun hanya bergeming tidak menjawab pertanyaannya. Sontak seseorang misterius itu pun langsung membukakan sel penjara dan berjalan mendekati Alex yang tengah terpuruk.
Dengan sedikit membungkukkan badan, seseorang misterius tersebut mencoba untuk membisikkan sesuatu pada telinga Alex. “Sebenarnya aku bukanlah pria yang sekejam ini dalam memperlakukan tahanan yang baru masuk sekitar malam kemarin. Setiap tahanan akan mendapatkan perlakuan penyiksaan yang sangat berat bagi siapa saja yang merasa dirinya adalah pembohong.”
Alex mencoba untuk menggerakkan gigi gerahamnya untuk mengucapkan sesuatu, tapi apalah daya, Alex sudah menerima luka siksaan yang sangat sadis. Tidak hanya mendapatkan luka sayatan dada dan punggung hingga bajunya robek terlepas, Alex pun menerima beberapa luka sayatan pada kedua pipi serta lidahnya. Luka tersebutlah yang membuat Alex kesulitan untuk mengatakan sesuatu.
“Kau mau ngomong seperti apapun, jawabanmu akan tetap sama. Kau hanya akan bilang dan mengakui bahwa kau tidak bersalah, kau tidak melakukan kejahatan apapun, dan kehadiranmu berada di sini adalah sebuah kesalahan serta kekeliruan?”
“Ugh ... uh!”
“Walau kau merasakan sendiri bahwa lidahmu perih, kau masih berusaha untuk tetap mengatakan jawaban yang barusan aku katakan demikian?”
“Ugh ... uh! Uh!”
“Mengingat dibandingkan dengan dia, penjahat sepertimu yang angkuh membuatku jijik! Najis!” teriaknya sambil menjambak rambut Alex dan membenturkannya pada dinding sel.
Dugggh!
Seketika Alex pun tidak sadarkan diri setelah menerima serangan tersebut.
“Oh! Sial! Aku terlalu terbawa emosi,” ucapnya kesal sembari mengelap telapak tangannya yang penuh dengan bercak darah Alex dengan kain kecil.
Sudah jelas kita tahu di sini mengenai keadaan Alexander Murphy. Dirinya tengah mengalami kesalahpahaman dengan ranah wilayah hukum. Alex yang tidak tahu apa-apa, yang tidak sengaja memasuki kapal yang salah, terjebak dalam sebuah kapal muatan narapidana, terpaksa harus menerima perlakuan yang sangat sadis tersebut.
Sejak awal Alexander memasuki wilayah penjara, dirinya sama sekali tidak pernah diperlakukan baik/sewajarnya oleh para petugas keamanan penjara, terutama oleh ketua sipir penjara yang sangat sadis dan kejam dalam menyiksa narapidana yang suka berbohong. Dalam kasusnya seorang kepala sipir adalah tipikal orang yang sedikit psikopat dalam menyiksa narapidana. Dia selalu merasa senang dan sesekali tersenyum saat menggores bagian kulit napi dengan menggunakan sebilah pisau dapur.
“Mungkin ini sudah waktunya untuk memberinya keringanan atas semua siksaan-siksaan yang telah kuberikan. Aku tidak perlu membuang waktu lagi menunggu untuk menyiksanya besok. Cukup mencekik sekarang, pasti aku akan mendapatkan malam yang damai,” kata kepala sipir tersebut sambil menarik punggung Alex dan berusaha untuk membuatnya duduk.
Kini posisi ketua kepala sipir berada di belakang Alex dengan kedua lengannya yang sudah siap untuk mematahkan lehernya, tinggal menunggu ancang-ancang untuk memelintirkannya saja.
“Aku rindu malam yang damai ....”
“Pak!”
“!?”
“Pak!” teriak seorang petugas keamanan yang berlari dengan sedikit tergopoh-gopoh menuju ruangan sel yang ketua kepala sipir masuki.
“Ada apa?” tanya ketua kepala sipir.
“Aku ... me-menemukan sesuatu data dari tas milik napi bernama Alexander Murphy!” serunya sembari memperlihatkan suatu lampiran kertas dan buku.
“Gambar? Gambar apa itu? Bukankah itu hanya gambar biasa? coretan gambar pada kertas putih, tiga helai bunga lotus yang diwarnai dengan pensil crayon?” tutur ketua kepala sipir yang merasa tidak mendapatkan sesuatu yang ganjil pada lampiran kertas yang diperlihatkan oleh bawahannya.
“Bukan gambar ini maksud saya, Pak. Tapi beberapa tulisan yang dia tulis di bawah gambar ini,” kata petugas keamanan menjelaskan kekeliruan.
Ketua kepala sipir yang tinggal sedikit lagi mencoba untuk mengakhiri kehidupan Alex pun menghembuskan napasnya dengan berat dan melemparkan tubuh Alex ke lantai. “Kemari lampiran kertas itu, kuharap besok pagi bajingan sialan ini berterima kasih dan berhutang budi padamu karena kau telah mencegahku saat akan membunuhnya.”
Seketika bawahannya pun segera memberikan beberapa alat bukti yang berhasil dia peroleh dan menyerahkan pada atasannya. Dan saat ketua kepala sipir membaca isi kertas lampiran, mendadak matanya membelalak terkejut dan mengeluarkan banyak keringat dari wajahnya.
“Hellios Meyer Dochkin!!?” ucapnya gemetar, “Alexander Murphy? Erendals Lysander? Ullyses Prendergast? Iskandria Hudson?”
“Benar, Pak. Awalnya aku tidak terlalu mempedulikan barang yang dibawa olehnya, tapi setelah aku cek kembali aku terkejut dengan nama itu. Itulah mengapa aku langsung segera memberitahu Bapak mengenai hal ini, karena dulu Bapak sering membicarakan orang yang bernama ‘Hellios’ itu.”
“Analisismu sangat berguna ...,” ujar ketua kepala sipir sembari menepuk-nepuk pipi bawahannya dengan bangga, tapi matanya masih melotot tajam pada nama seseorang yang berhasil membuatnya sangat berantusias dan berkeringat hebat.
“I-iya, Pak ....”
“Lalu, apa isi tasnya selain kertas ini dan buku?”
“Di dalamnya aku mendapatkan sebuah alat-alat teknologi mesin pelacak yang biasa digunakan untuk melakukan akses pencurian dan laptop yang berisi data-data lokasi target rumah, dan sebagainya.”
“Jadi, dia adalah salah satu dari keempat orang yang dekat dengan bos, ya? Aku menjadi merasa bersalah karena telah menyiksanya.”
“Benar, Pak. Selama ini apa yang dia ucapkan ternyata benar. Dia tidak bersalah, dia hanya salah dalam memasuki kapal saja.”
“Tapi ada sesuatu yang menurutku impas sih, aku jadi mendadak merasa bahwa perlakuanku atasnya sungguh sangat benar.”
“Ah? Benar kenapa, Pak? Bukankah semua ini hanyalah kesalahpahaman?”
“Kebenarannya itu dia tetaplah menjadi seorang yang pembohong.”
“Alasannya, Pak?”
“Karena kehadirannya di sini adalah sebuah dorongan dari Tuhan agar dia mendapatkan hukumannya langsung dariku, karena telah melakukan tindakan pencurian! Apalagi dia telah mencuri bersama dengan rajanya pencuri, yaitu Bos Hellios! Hahaha!”
“Ah! Iya benar! Kutipan yang aku ambil dari Bapak saat mendengarkan kisah pencuri bernama Hellios adalah; ‘Penjahat tetaplah penjahat. Hanya orang lain yang berhak menilai kami adalah seorang penjahat atau bukan.’”
“Kau benar, dan kini aku jadi rindu dengannya beserta beberapa anggota yang lain.”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top