ARC 3 : ISLAND of DESPAIR 6


Akhirnya setelah 20 menit, Kakek Igor berhasil diselamatkan oleh kemampuan Isabella, dia berhasil mengeluarkan sebiji peluru dari dalam perut Kakek Igor.

“Syukurlah, kau berhasil menyelamatkan nyawanya.”

“Ka-Kakek!” teriak Espinosa sambil menerjangkan tubuhnya dari kursi roda untuk memeluk Kakek Igor.

“Ah! Espinosa, kau terlalu khawatir sekali akan diriku, ‘kan sudah kubilang, kematian seseorang sudah ada yang mengatur.”

“Tapi, i ... ini berkat Isabella, dia yang telah menyelamatkan nyawamu, Kek, dia seperti penyihir baik yang memiliki kemampuan penyembuhan,” tutur Espinosa sembari terisak-isak sedih.

“Terima kasih Isabella, kau telah menyelamatkan nyawaku,” ucap Kakek Igor.

“Mmm ... kemampuan ini ...,” gumam Isabella.

“Benar, itu karena berasal dari karunia Tuhan, kau harus mensyukurinya,” sahutku sambil menepuk punggungnya, “selamat, kau telah berhasil menyelamatkan nyawa seseorang lagi.”

“Ah, i-iya.”

“Apa yang harus kita lakukan pada tahanan ini?” ucap Egg Boy.

“Mereka yang masih hidup kau buang saja ke laut, biarkan mereka berusaha kembali ke sini dengan bersusah payah.”

“Baik,” kata Egg Boy sambil membawa para Agent Elite ke perairan bawah.

Aku membiarkan satu orang Agent Elite yang tadi kuhajar tergeletak di lantai.

“Kenapa kau tidak sekalian meminta Egg Boy untuk menggulungnya juga?”

“Tidak, orang ini harus minta maaf pada Espinosa serta Kakek Igor.”

4 orang lansia pendatang baru hanya terdiam melihat aksi kami dan 1 orang lagi hanya duduk menahan rasa sakit pada kedua tangannya.

“Tanganmu, kenapa?” tanya Isabella pada pemuda itu.

“A-aku, terkena ledakan zat asam karena terlalu banyak menuangkan cairan zat di laboratorium,”jawab pemuda itu.

Isabella pun menghampirinya dan memintanya untuk memperlihatkan kedua tangannya kepada Isabella. Yang kulihat kedua tangannya meleleh dan hampir jari-jarinya menyatu lengket dengan jari yang lain.

“Kau bekerja di bawah pimpinan doktor Wine Dale?” tanyaku.

“I-iya benar, sejak tanganku terkena musibah, Prof. Dr. Wine Dale langsung memecat dan mengeluarkan aku dari pekerjaan, kini aku dicapkan sebagai orang yang sudah tidak berguna lagi.”

“Miris sekali, siapa namamu?”

“Namaku ... Shiraz Noir.”

“Aku akan berusaha menyembuhkan lukamu, Shiraz,” ujar Isabella.

“Ah? Menyembuhkanku dengan kemampuan unik yang lalu kau sembuhkan luka tembak kakek itu?”

“Benar.”

Akhirnya setelah beberapa menit Isabella menyembuhkan lukanya, kedua tangannya kembali ke semula.

“Terima kasih,” ucap Shiraz kepada Isabella.

“Karena kini kedua telapak tanganmu sudah kembali semula, apa tujuanmu sekarang? Kau mau kembali lagi ke pekerjaanmu itu?” ucapku.

“Tentu saja, tidak. Wine Dale sudah terlalu kejam.”

“Terlalu kejam?”

“Ya, selama ini aku ingin sekali keluar dari pekerjaan haram itu. Walaupun digaji mahal namun aku sama sekali tidak pernah diliburkan, aku nonstop bekerja hingga membuat kesadaranku menurun dan mencelakai sendiri karena aku sudah berada di batas lelah.”

“Kecelakaan itu kebetulan terjadi ataukah sebuah skenariomu?”

“Ya, skenarioku, aku rela menghancurkan kedua tanganku hanya untuk mendapatkan status ‘tidak berguna’, dengan begitu aku bisa menikmati waktu santaiku walaupun dalam kesakitan.”

“Aku dengar yang lain ingin sekali bekerja banting tulang hanya untuk sesuap nasi, kau berusaha keluar dari pekerjaanmu?”

“Bekerja di Wine Laboratory itu sangat melelahkan, jika di tambang emas lelah fisik, di Wine Laboratoy itu lelah pikiran. Lelah pikirann lebih berat ketimbang lelah fisik. Aku saja sudah hampir gila bekerja bertahun-tahun di sana.”

“Harusnya kau mengundurkan diri dari pada melakukan hal semacam ini yang berbahaya.”

“Di pulau ini, tidak ada yang namanya pengunduran diri, tidak ada yang boleh keluar sebelum orang tersebut cacat atau mati karena kecelakaan, di pulau ini, kami diperas layaknya sapi perah. Gaji kami memang menumpuk banyak, tapi kami hampir sama sekali tidak menikmati hasil itu, jadi apa bedanya dengan orang yang bekerja namun tidak digaji? Inilah pertama kalinya aku merasa ngeri akan sosok dunia pekerjaan yang kejam,” ungkap Shiraz.

“Itu seperti kerja paksa, hanya saja sistemnya ditutupi oleh gaji yang besar sebagai pencitraan sehingga sampai kapan pun tidak akan kelihatan semengerikan apa pekerjaan tersebut.”

“Lalu, apa kau saat dipindahkan kemari membawa semua gaji?” sahut Isabella.

“Nah iya, itu! Aku yang bekerja selama bertahun-tahun penuh, tidur pun hanya 4 jam 15 menit dalam sehari, dan sampai detik ini, harusnya di saat mendapatkan musibah seperti ini aku menikmati semua jerih payahku, namun apa yang aku dapatkan? Aku tidak mendapatkan apa-apa, aku tidak mendapatkan sepeser pun dari uang-uangku.”

“Ke mana kau menyimpan uang itu?” tanyaku.

“Aku menyimpannya di Bank.”

“Kau tidak menyimpannya di rumah?”

“Ada peraturan konyol, di mana setiap pegawai pekerjaan, gajinya wajib disimpan ke Bank. Semua gajiku aku simpan di Bank. Dan saat pegawainya mengalami musibah seperti ini, wajah Wine Dale berubah menjadi masam, aku diusir dari pekerjaanku, pada saat itu aku mencoba untuk meminta kembali gaji yang aku dapatkan selama bertahun-tahun, tapi dia memalingkan muka seakan-akan tidak terjadi apa-apa, tidak mempedulikan permintaanku.”

“Dia berpura-pura tidak tahu saat kau sudah mulai tidak berguna atau sudah tidak butuhkan lagi.”

“Aku sudah memperkirakan bahwa dia hanya akan memprioritaskan kembali mengenai sistem yang sudah ‘tidak berguna’ pasti akan segera di pindahkan ke lantai 1 ketimbang menyelesaikan mengenai kontrakku padanya.”

“Apa di tempat perusahaanmu bekerja sama sekali tidak ada jaminan kesehatan bagi pegawainya?” tanya Isabella.

“Tidak ada. Itulah mengapa pekerjaan di sini ‘kesehatan serta menghindari kecacatan’ itu sangatlah penting, bisa dibilang layaknya nyawa, karena orang yang cacat sudah tidak akan dibutuhkan lagi layaknya orang yang sudah mati.”

“Itu artinya mereka yang bekerja dituntut selamanya untuk bekerja dan tidak ada waktu untuk pensiun, hasilnya pun akan sama, sampai tua pun mereka tidak akan menerima gaji mereka, sedangkan masa-masa lansia adalah masa di mana ketidakbergunaan akan ditegakkan, pada akhirnya mereka yang lansia akan dikirimkan ke tempat ini-ini juga, ‘kan?” ujarku.

“Kau benar, semuanya hanyalah pekerjaan yang sia-sia.”

“Dan kembali lagi ke sistemnya, Bank adalah milik mereka, kewajiban setiap pegawai menyimpan uangnya di Bank adalah strategi mereka untuk mengambil uang yang sudah lama kalian peroleh, kalian yang bekerja, mereka yang memegang uangnya. Itulah mengapa mereka menunggu agar sewaktu-waktu tidak hanya kalian yang dikeluarkan dari pekerjaan, melainkan uang kalian pun dapat mereka sita/ambil kembali.”

“Pekerjaan di pulau ini memang seperti sapi perah yang siap dibuang saat sudah mencapai taraf ketidakbergunaan. Tapi karena kecelakaan ini adalah bagian dari skenarioku, jadi aku sudah mensiasatinya, aku sudah tidak memikirkan uang-uangku, yang hanya aku pikirkan hanyalah keselamatan hidupku, aku ingin sekali terlepas dari dunia pekerjaan yang sistemnya paksa ini.”

“Kau benar, keputusanmu untuk keluar dari pekerjaan adalah pilihan yang tepat. Sebenarnya tidak ada seorang pun yang mampu bertahan terhadap sistem yang dzalim, kita wajib melawannya, karena sistem itu tidak ada sama sekali belas kasihan dan perikemanusiaan, kalian layaknya sekumpulan domba yang digiring untuk menunggu dan mengantri ... menuju ke tempat penjagalan.”


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top