ARC 2 : RUMAH KECIL 3

“WINE!”

Tiba-tiba paman tersebut berteriak keras hingga mengeluarkan darah dari mulutnya. “Apa yang terjadi padamu, Paman!”

Duakhhh!

“Uaaargh!”

Aku dihajar dengan kedua tangannya yang besar hingga berhasil membuatku terbang ke belakang keluar dari kamar tersebut. “Ugh! Tenaga macam apa ini! Kuat sekali!” batinku.

“Hellios!!!” teriak Isabella mengkhawatirkanku.

“Ah! Apa-apaan dengannya! Dia meninjumu hingga terhempas tepat di depanku!” sergah Bocah Telur.

“Aku tidak tahu kenapa dia melakukan pukulan telak ulu hati padaku ...,” kataku sembari mengusap dada. “Ada yang tidak beres,” gumamku. Aku bergegas bangun dari serangan tadi dan berteriak pada Isabella, “Bella! Menghindarlah darinya!”

Segeralah Isabella keluar dari kamar itu setelah mendapatkan intruksi dariku. Aku yang mendapatkan keganjalan aneh tersebut mencoba ingin tahu dan berjalan menemuinya.

“WINE!”

“Pa-Paman, tenangkan dirimu!”

“Aku ... HAUS!!!” teriaknya sambil melayangkan bogemnya padaku.

Dengan gesit, aku menghindari serangannya, menunduk. “Serangan kalap,” gumamku.

Tanpa memberinya kesempatan untuk kembali menyerang lagi, aku langsung menumbangkannya dengan tebasan kaki yang meluncur ke arah kedua kakinya yang lemah karena terlalu lama dipasung.

Bukh!

Mengetahuinya jatuh dalam posisi duduk, segeralah aku menarik kerah baju dan mendorongnya hingga menghantam tembok kamar. Tak perlu menunggu lama, aku mengikat kedua tangan dan kedua kakinya dengan tambang yang aku ambil dari tubuh ayam.

“Hah!? Kau mendapatkan tali tambang dari mana!?” kata Bocah Telur kaget, seketika melirik ke samping, dia mendapati barang yang dibawanya jatuh berantakan di hamparan sampah. “Aih! Barangnya berantakan, bilang-bilang dong kalau mau ambil tali tambang!”

“Seorang The Robs bergerak sesenyap mungkin, Ayam!” ucapku sambil menahan tubuh paman ini.

“WINE!”

“Aduh! Bising! Apa sih, Paman!?” sergah kaget.

Seketika Isabella datang menghampiri kami. “Hellios, dia berteriak mengatakan ‘Wine’, apa ada kaitannya dengan Green Wine?” ujar Isabella.

“Ya, setelah dipikir-pikir mengingat Paman ini tinggal di tengah-tengah pegunungan sampah layaknya narapidana kelas kakap yang sengaja diasingkan.”

Sejenak Isabella melepaskan kedua sepatu kacanya. “Aku titipkan ini padamu,” ucapnya. Selanjutnya dia mulai berjalan keluar dari kamar dan berlari pelan mengelilingi kamar tersebut sampai 7 kali dan berhenti tepat di depan pintu kamar. “Agrimony!” serunya mengaktifkan skill.

Seketika jejak telap kaki Isabella yang mengelilingi kamar hingga 7 kali memancarkan cahaya dan serbuk-serbuk kuning menyala. Efek tersebut mengapung ke udara hingga mengelilingi kamar layaknya serabut emas yang melindungi kamar. Dan saat waktu yang sama, bersamaan dengan pelafalan mantra yang diucapkan Isabella, munculah bunga berwarna emas di setiap sisi kamar tersebut dan menebarkan bau harum yang menyerbak.

Isabella akhirnya masuk ke dalam kamar setelah mengaktifkan skill, lalu mengenakan kedua sepatu kacanya kembali.

“Skill apa barusan?” kataku melongo.

“Ini adalah skill menciptakan bunga yang mengeluarkan aroma terapi untuk mengatasi depresi akibat mengalami penderitaan emosional dan perasaan putus asa yang mendalam,” tuturnya.

Akhirnya setelah Isabella mengeluarkan skill barunya berhasil membuat Paman Waras menjadi tenang. Aku melihat mata Paman Waras semakin sayu dan meneteskan air mata.

“Kembalikan ... Putriku ...,” ucapnya lirih.

“Ba-barusan Paman bilang ‘putri’?”

Isabella mengambil tisu dari tas kecilnya dan membersihkan darah pada mulut Paman Waras. “Sepertinya karena efek aroma terapi ini membuat Paman mulai mendapatkan kesadarannya kembali.”

“Aku tidak menyangka, dan kejadiannya terlalu cepat. Yang tadinya Paman welcome-welcome saja tapi ketika aku membuka alat yang memasungnya tiba-tiba emosinya lepas kendali.”

Tatapannya yang awalnya melihat ke lantai kini bola matanya mulai menaik dan memandangi aku dan Isabella. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, sepertinya Paman ini masih belum sadar juga.

“Kenapa ... kau lepas alat pasungnya?”

“Ah? Aku hanya ingin membebaskan Paman dari belenggu kayu ini.”

“Soalnya ... aku sudah memasangnya susah payah beberapa minggu kemarin ....”

“Mi-minggu kemarin?” tukas Isabella.

“Iya, buktinya ... aku selalu mencatat tahunnya di balik pintunya ...,” ucapnya terengah-engah.

Sejenak aku melirik ke pintu yang aku robohkan tadi, aku membalik untuk mengeceknya. “20 ... 12!?”

“Apa!? 2012!?

“Ka-kau! Memasung kakimu selama 8 tahun yang lalu, Paman!”

“Be-benarkah? Kalau begitu ... itu artinya aku sudah tua dan mulai pikun.”

Jika saja dia tidak dipasung selama 8 tahun, mungkin aku akan gagal menjatuhkan kakinya, karena dilihat dari mana pun juga, kekuatan serangnya kuat sekali, mustahil daya pertahanannya selemah itu. “Terlebih lagi ... dia tidak mengkonsumsi apa-apa?” batinku.

“Pa-Paman, kau hidup dipasung selama 8 tahun terakhir apakah dari waktu selama itu kau tidak mengkonsumsi apa-apa? Aku lihat di ruangan kamar ini, aku sama sekali tidak menemukan makanan atau bekas kemasan sekalipun?”

“Wine ... lah ... yang membuatku seperti ini ... aku menjadi mual dan muntah saat memakan atau meminum selain Wine itu sendiri ....”

“Wine? Bisa Paman jelaskan kronologi detailnya mengenai Wine yang Paman maksud?”

“Wine, ya?” ucapnya sambil mengekpresikan wajahnya tengah mengingat-ingat sesuatu yang terlupakan.

Paman yang entah kami belum mengetahui identitasnya, menjalani hidup dengan mengunci pintu kamar rapat-rapat dengan memaku papan secara menyilang dan memasungkan kakinya melalui bantuan tangannya sendiri, telah mengarungi hidup menderita selama 8 tahun. Penampilannya seperti kakek tua tapi memiliki tubuh yang gemuk dan besar tinggi, 4 kali lipat dari ukuran manusia normal. Bisa dibilang perawakan tubuhnya sebesar Megalodon hanya saja perbedaannya Megalodon memiliki tubuh yang kekar.

Tiba-tiba Paman ini menangis tanpa sebab, dan menurut dugaanku bahwa dirinya tengah berhasil mengingat masa lalu yang kelam.

“Kenapa Paman?”

“Aku kehilangan Putri-Putriku ... dengan bodohnya aku memilih Wine ketimbang mereka ...,” ujarnya sambil tersedu-sedu.

Aku masih belum menangkap apa yang Paman ini bicarakan, tapi kurasa Isabella sudah ada sesuatu bahan argumen. Terlihat dari wajahnya yang mengernyitkan dahi.

“Apa kau menemukan sesuatu?”

“Saat aku berkeliling mengelilingi luar kamar, aku sempat melihat sesuatu yang berbentuk seperti tangki di belakang kamar ini.”

“Tangki?”

“Benar, aku ingat-ingat warnanya ungu.”

“I-itu ... tangki Wine yang aku tukarkan dengan ke-3 Putriku ... Aku seorang Ayah yang tidak berguna, sungguh tidak berguna, aku Ayah paling terburuk sedunia karena telah menjual anaknya hanya demi setangki minuman bodoh itu ...,” tuturnya penuh bersalah.

“Apakah sebelumnya Paman pecandu minuman beralkohol?”

“Tidak ... aku baru mengalami fatamorgana yang gila ini sejak aku melakukan bisnis pada Si Penipu itu ....”

“Melakukan bisnis? Pada Si Penipu?”

“Ya, dialah yang pebisnis kotor yang hanya memuaskan nafsunya saja tanpa memikirkan orang lain ... dia menipuku habis-habisan ... hingga akhirnya aku mengecewakan Kaisar Durian yang telah banyak memberikanku modal dan juga aku gagal sebagai Ayah bagi ke-3 Putriku ....”

“Bisa kau menjelaskan semuanya dari awal? Tapi jika kau merasa sudah tidak kuat lagi serta lelah dan ingin beristirahat, aku tidak bisa memaksamu, Paman.”

“Aku bisa melanjutkan ceritanya pada kalian, setidaknya sebelum aku benar-benar mati, kalian adalah saksi bisuku akan peristiwa yang selama ini selalu terngiang-ngiang di sekitar kepalaku.”

“Baik, Paman.”

“Sebelumnya, aku tidak tahu kalian siapa, tapi karena aku sudah tidak peduli lagi, nyawaku terasa seperti mengambang tak menentu arah, antara mati dan hidup, dan itu semua gara-gara pengaruh dari Wine ... baiklah perkenalkan, namaku ... Jack Banana.”


Thanks for your support

~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top