ARC 1 : FARM SWEET 6

Kami berdua, maksudku dengan Bocah Telur. Pergi ke dalam gudang besar yang isinya hanya tumpukan jerami yang sudah dibentuk menjadi kubus dan biasa mereka gunakan untuk sebagai sarana fasilitas tempat duduk dan meja.

Sialan. Perjamuannya telah selesai. Kami benar-benar sangat terlambat makan siang.

Tapi untungnya, Bocah Putri Bangsawan curian terbesarku sungguh sangat pengertian. Dia menyimpan beberapa hidangan makanan khusus untuk kami berdua. Walaupun sudah melar, sih. Karena lauk pauk menunya adalah sup.

Di dalam gudang hanya ada Isabella, dokter hewan gila (Maaf, maksudku Farma), dan juga orang tua pembawa sekop (Namanya Papa Chick atau apalah!).

“Hey! Nak, dari mana saja kalian! Lama sekali! Kudengar kau yang membujuk Nak Egg untuk mengajaknya makan siang bersama, kata Nak Bella. Apakah sesulit itu membujuknya hingga memakan waktu yang lama?”

“Ya, tepat sekali. Aku mengalami kesulitan besar untuk membawanya kemari. Karena dia Si Cangkang Telur, makanya aku harus membawanya secara hati-hati agar tidak retak.”

“Hwahaha! Leluconmu bagus juga.”

“Leluconmu itu membuatku hampir tak bisa menahan isi kuning-kuningku.”

“Maksudmu kau hampir meledak!?”

“Hahaha.”

“Hwahaha!”

“Memangnya kapan terakhir kau hampir akan meledak dan memuncratkan seisi kuning telurnya hingga berubah menjadi telor dadar omelet!?”

“Hwahaha!”

Semua orang seisi gudang hanya dapat tertawa mendengar si bocah telur yang kupermalukan atas semua lelucon-leluconku.

“Oh iya, aku baru sadar setelah sekian lama akhirnya aku dapat melihat ekspresi senangmu, Nak Egg.”

“Ya, benar. Tak biasanya kau ikut terbawa ketawa padahal ada orang lain yang tengah menertawakanmu dan sedikit memberikan lelucon nakal.” Kata Farma.

“Ah? Memangnya kenapa? Apakah Si Tuan Cangkang ini baru terlihat bisa tertawa setelah sekian lama menjadi telur??”

“Hwahaha! Si Tuan Cangkang, katanya! Hwahaha.”

“Ya, Aku yang sebagai sahabatnya saja baru pertama kali ini melihatnya tertawa dan gembira.”

“Hey Nak Egg. Bagaimana bisa lelucon murahan milik Si Pria mati suri itu dapat membuatmu tertawa? Padahal dia tengah menertawakanmu dengan semua leluconnya? Bukankah kau memiliki kepribadian yang sangat sensitif dengan turur kata?”

“Papa Chick menyebutnya si pria mati suri?? Eggegegege!”

“Wahh, dalam hidupku baru dengar tertawa yang seperti itu, sangat langka sekali.”

“Aku tidak tahu entah kenapa aku bisa sesenang ini dengan semua limpahan leluconnya. Hanya saja aku merasakan ada arti dan maksud yang berbeda dari pembawaan leluconnya. Aku tahu dia tidak sedang benar-benar mencoba untuk merendahkanku, melainkan dia mencoba untuk membuatkanku terhibur, tertawa dan juga orang-orang disekitar pun ikut senang. Seperti Papa Chick bilang tadi, Papa menyebutnya ‘Si Pria Mati Suri’ sontak aku hanya melihat reaksi penerimaan lelucon yang sangat tulus dari raut wajahnya tanpa ada rasa marah ataupun merasa dilecehkan. Dia menganggapnya biasa-biasa saja.”

“Hey, memang begitulah lelucon itu. Menertawakan orang lain tanpa ada maksud atau ujaran kebencian apapun. Yang terpenting kita semua tertawa, bukan?? Apakah di sini hal seperti itu sangat tabu?”

“....”

“Apakah benar demikian?”

“Mungkin yang kau katakan ‘tabu’ itu benar Nak mati suri.”

“Pffffttttt!! Eggegegege!”

“Mungkin semua itu berawal dari kami yang mengalami trauma yang sangat mendalam.”

“Trauma yang sangat mendalam?? Maksudmu mengenai tentang lelucon??”

“Tidak juga, dan di antara kami orang yang sangat paling terpukul dan tersakiti adalah Nak Egg. Dia sampai menghabiskan masa 3 tahun terakhirnya tanpa sedikit pun seringai senyum.”

“Lagian kau ini hanya cangkang, tak perlu senyam-senyum segala juga tak apa. Banyak berlagak tingkah sekali kau.” Kataku sambil menggertakkan gigi.

“Pfffttt Eggegegege!”

“Sekarang aku merasa terhantui oleh cara tertawamu.”

______________________________________

“Dan apakah kau bisa menjelaskan dari mana kau bisa berubah seperti dulu lagi, Nak Egg??”

“Aku tidak tahu akan menjelaskannya dari mana. Hanya saja aku mendapatkan pelajaran yang berharga dari beberapa orang asing.”

“Orang asing?? Orang asing yang mana?”

“Tentu saja orang asing mereka berdua.”

“Mereka berdua? Maksudmu Nak Bella dan Nak Mati Suri?”

“Ya, Papa. Itu berawal dari Bella. Sewaktu pertama kali bertemu entah kenapa aku langsung tertarik untuk menerima curahan hatinya. Dia berbicara mengenai arti kehidupan. Dia bilang dia baru pertama kali keluar dari rumah dan melihat langsung dunia dengan matanya dan sontak itu membuatku terkejut dan sangat menantang untuk memberikannya ribuan pertanyaan entah mengapa masa mudanya dikekang hampir selama 20 tahun. Aku sangat mempercayainya, dia bilang dia adalah seorang wanita yang cacat, penuh dengan ketidakmampuan. Matanya buta... Mulutnya bisu... Telinganya tuli... Dan raganya yang lumpuh... tapi di balik itu semua, matanya buta karena dia tidak pernah melihat hal-hal yang yang kurang baik atau tidak sedap dipandang, mulutnya bisu karena dia tidak pernah mengucapkan hal-hal yang kotor dari mulutnya seperti berkata kasar atau membicarakan orang lain dari belakang, telinganya tuli karena dia tidak pernah mendengarkan kata-kata yang kasar atau kurang baik didengar, dan raganya lumpuh karena dia selama hidupnya tidak pernah ke sana kemari ataupun menginjakkan kaki di tempat yang kurang terpuji.”

Itulah kata-kata intro awal yang aku salin dari Bocah Telor.

“Wahh. Itu sangat luar biasa! Baru pertama kali aku mendengar gadis belia seperti itu. Lalu bagaimana dengan pernyataanmu tentang pertama kali bertemu dengan Nak Mati Suri?”

“Itu lain cerita. Awalan ketemu, aku langsung sontak tidak menyukainya karena penampilannya yang agak kasar dan kumel.”

“Hwahaha! Terang-terangan sekali.”

“Dasar payah, padahal sewaktu awal aku sudah berpenampilan ramah sedemikian rupa.”

“Lahh.. penampilan ramah dari mana!?? Tampang sangar seperti itu kayak penjahat. Hwahaha!”

“Heyy! Diam! Jangan ketawa Paman Sekop!”

“Pffftttt!! ‘Paman Sekop’ katanya!! Eggegegege!”

“Dia memang satu-satunya dari beberapa anak-anakku yang paling pembangkang, dasar anak tak tahu diri, pendurhaka.

“Heyyy!! Sejak kapan kau mengasuhku! Memangnya aku ini anakmu!? Enak saja main klaim adopsi!”

“Hahaha” Seluruh seisi ruangan pun pada ketawa mendengar logat lucu dari lelucon-leluconku yang murahan.

“Tapi di balik kata-kata yang mungkin terdengar kasar dan seperti orang yang tidak memiliki hati ataupun perasaan...” Lanjut Bocah Telor.

“Memang seperti itu, Nak Egg.”

“Dasar Orang tua durhaka!”

“Hey! Mana ada orang tua durhaka terhadap anak!”

“... Dia memiliki sisi yang sangat paling sensitif dalam memahami situasi dan perasaan orang lain. Aku melihatnya seperti aku melihat orang yang telah pulang dari misi penjelajahannya yang membawa segudang pengalaman dan wawasan yang luas. Dan itu berkebalikan dengan Bella. Bella yang terlalu polos layaknya kertas putih dan dia yang terlalu kotor layaknya kertas yang telah ternodai oleh banyaknya tinta hitam.”

“Kok bisa aku diibaratkan sebagai terlalu kotor dan kertas yang telah ternodai??”

“Orang yang berpengalaman banyak sepertimu pasti mengerti tentang kesimpulan apa yang telah aku maksudkan.”

“Aku kan pura-pura nanya. Ya, kan tidak seru.

“Noda itu berasal dari pengalaman yang kau dapatkan sendiri selama misi penjelajahan. Banyak hal yang kurang mengenakkan dan kekejaman akan kegelapan yang kau dapatkan. Tapi itu semua kau jadikan sebagai bahan pelajaran hidup akan perjuangan.”

“Bagaimana kau bisa tahu hingga sampai sejauh itu?”

“Aku tahu dari sorot matamu yang tajam. Banyak sekali hal yang terjadi mulai dari tindak kejahatan, kekerasan dan ketidakadilan. Aku melihat semuanya dari indera kesensitifanku. Meskipun begitu, walaupun memikul beban yang berat kau selalu tampil rileks santai dan selayaknya seperti orang yang tidak memiliki tekanan dan masalah apa-apa.”

“Memangnya apa gunanya mengaplikasikan rasa gelap seperti itu pada penampilan dan jalan hidup? Jadilah diri sendiri. Walaupun menjadi orang jahat, baik buruknya siapa yang tahu?? Bukan?”

“Kau benar. Dan itu kudengar lebih mulia dari pada kelihatannya baik di mata orang tapi di belakangnya busuk ataupun tak bermoral.”

“Tapi yang namanya penjahat memanglah penjahat! Bukan? Tak ada kata ampun bagi seorang penjahat, Nak.”

“Sialan! Gara-gara terlalu banyak berbincang akhir-akhir ini aku sampai lupa memakan sesuap nasi. Sebentar aku mau makan dulu!” Kataku memakan beberapa suap nasi.

“Lahh, emang dari tadi kau tidak berbincang sambil makan??”

“Hwahaha!”

“Papa, aku tidak tahu yang dimaksudkannya itu benar apa salah. Tapi melihat dunia yang sekarang sepertinya kalimat “Penjahat tetaplah penjahat” adalah suatu kalimat yang dapat kita uraikan menjadi beberapa bagian yang mengandung hal yang baik.”

“Mana mungkin dari kejahatan timbul butir-butir kebaikan.”

“Nyam.. Nyam! Kau benar Paman Sekop! Kejahatan tetaplah kejahatan dan tidak ada hubungannya dengan kebaikan.”

“Tapi itu semua tergantung dari sikap sampai mana kita dapat menilainya, bukan??” Balas Bocah Telor

“Hmm.. Kau terbaik. Nyamm nyamm.”

“Tapi Nak, seorang penjahat apapun itu, walaupun melakukan kejahatan demi kebaikan tetap saja dia tidak mau menerima rasa simpati dan kebaikan dari orang lain. Dan mungkin itulah maksud Papa, kenapa orang jahat tetaplah penjahat. Karena dia menolak rasa pujian ataupun kebaikan dari orang lain. Kejahatannya adalah kegengsiannya.”

“Ah! Kau ngomong apa Paman Sekop!”

“Diamlah! Dan tetap fokus makan!!”

{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}

Author : Jadi dibagian prolog kau copas dari perkataan Bocah Telor? O_o

Hellios : Haha iya, mungkin kata yang lebih tepat adalah mencuri XD

Isabella : Tidak diragukan lagi, kau memang Robbers sejati XD

Tetap terus pantengin, ya. Gaes. Jangan lupa tinggalkan vote dan commentnya

Bye bye

~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top