ARC 1 : FARM SWEET 2
Di sisi lain,
“Ah, aku sangat iri padamu.”
“Mmm?? Ke-Kenapa harus iri?”
“Mungkin menjadi seperti dirimu sangat menyenangkan. Hidupmu sangat bebas wahai sang pengembala. Tidak peduli harus tidur di mana, sarang ayam pun dapat kau tempati.”
“Oh, hehe ku-kurasa kau benar, aku memang pengembala yang bebas. Aku sudah terbiasa menganggap langit adalah atap rumah sedangkan bumi adalah alas rumahku.”
“Ah, aku sangat penasaran dengan kehidupan yang kau jalani. Bisakah kau memberitahuku? Apa aktivitasmu selain pekerjaan dalam mengembala kambing?”
“Oh, untuk itu banyak sekali yang aku lakukan, dari mulai memeras susu sapi, mengumpulkan telur-telur burung dari sarangnya, mencukur bulu domba, mengajak bebek-bebek pergi berenang, menggoda ayam kalkun yang sangat sensitif dan banyak hal lagi aktivitas seru lainnya.”
“Waw, itu.. Melebihi banyak aktivitasku sewaktu di rumah. Hidupmu penuh dengan petualangan. Aku pasti akan belajar banyak mengenai tentang dirimu.”
“Oh, kau tak perlu melebih-lebihkan, aku hanya mahluk yang berstatus sebatang kara. Hanya Farma, Papa Chick dan warga kampung di sini yang mengakui diriku.”
“Kau benar, mereka sangat baik dan peduli kepada seluruh hewan dan juga terhadap dirimu. Kau telah dianggap sebagai putra laki-lakinya, oleh Papa Chick.”
“Untuk itu aku sangat bersyukur karena telah beruntung diangkat menjadi bagian dari anaknya.”
“Itu artinya kau adalah adik dari Farma??”
“Kurasa kau keliru. Sebenarnya aku dan Farma adalah dua sahabat yang tak akan terpisahkan.”
“Ah? Benarkah? Kalau begitu. Dirimu ataupun Farma adalah dua pasangan yang sangat spesial.”
“Te-Terima kasih.. Aku baru pertama kali melihat pengunjung baru sangat ramah sekali padaku dan cara bicaramu sangat bersahabat sekali. Apa kau yakin ini semua bukan settingan belaka? Kalau-kalau kau ada maunya seperti menculik diriku dan memisahkanku dengan Farma?”
“Hooey! Bocah Telor! Hanya karena dia gadis yang lugu kau berani mencurigai tentang dirinya??”
“Ah! Maaf. Maksudku bukan begitu, aku hanya tidak mau terjebak lagi untuk sekian kalinya. Banyak dari seluruh pengunjung yang menghina dan berpura-pura baik padaku tapi ujung-ujungnya dia mencoba untuk menjualku di pasar gelap.”
“Tunggu-Tunggu, sebelum itu. Apa kau merasakan bahwa kini gadis tersebut tengah berpura-pura baik di matamu?”
“A-Aku tidak tahu pasti. Tapi entahlah. Maaf, aku harus pergi kembali mengembala kambing-kambingku dan aku tidak terlalu suka dengan keramaian ataupun suara lantang dari seorang pria dewasa.”
“Hey-Hey! Tunggu sebentar Bocah Telor!” Kataku sambil berjalan mencegahnya pergi.
“Aku ingatkan padamu untuk tidak berlaku kasar padaku, Tuan Pengunjung!”
“Oeyy-Oeyy, dari tadi aku tidak melakukan apapun apalagi menyentuhmu.”
“Tapi dengan hawa keberadaanmu itu kini anda benar-benar tengah menekanku.”
“Kau jangan terlalu sensitif seperti itu Bocah Telor. Sepertinya kau sendirilah yang menciptakan suasana perasaan tak karuan dan membuat keadaanmu sendiri menjadi sulit.”
“Lalu apa masalahmu untuk mencegahku pergi? Bukankah itu membuatku berpikir bahwa keberadaanmu sangat mengancam diriku!”
“Aku tidak akan melakukan hal sejauh ini jikalau kau tidak membuatku tersinggung.”
“Hellios,, ada apa dengan jid..”
“Diam, Isabella. Tidak sekarang untuk menanyakan hal itu. Sekarang aku memiliki urusan dengan Si Bocah Telor ini!”
“Apakah benar aku telah menyinggungmu? Kurasa dari tadi aku tidak membicarakanmu karena kita berdua memang tidak saling mengenali satu sama lain.”
“Oh? Begitukah jawabanmu? Kau benar-benar sangat pandai dalam memainkan kata untuk beralasan.”
“Oh! Kumohon Tuan, tolong jangan mendekatiku lebih dari ini!”
“Heyy! Kau jangan ge’er. Mataku tidak buta dan aku sekarang tidak sedang mabuk. Karena memang aku ini bukan pria yang hobi sebagai pemabuk. Aku berjalan mendekatimu sebagai sesama pria, kau pria dan aku pria!”
“Sepertinya kau tengah mabuk. Cara bicaramu banyak yang aku tidak mengerti.”
“Jika kau berbicara demikian, kau telah berhasil membuatku tersinggung untuk kedua kalinya.”
“Sepertinya anda harus banyak beristirahat, Tuan.”
“Dan kini kau telah membuatku tersinggung hingga mencapai angka ketiga!”
“CUKUP SUDAH BAJINGAN!”
BUKKH!
Tidak kusangka aku terkapar di tanah. Si Bocah Telor itu berhasil mendorong dan menjatuhkanku.
“CUKUP SUDAH KAU BERSAMA DENGANNYA MENCOBA MENGELABUIKU!”
What!?
Isabella seketika menghampiri dan menolongku setelah melihatku terkapar ke tanah.
“Apa kau baik-baik saja?”
“Aku tidak apa-apa.”
“Hentikan perbuatan bodohmu barusan, itu membuatnya ketakutan dan dia jadi merasa terancam.”
“Jangan bodoh. Dari tadi aku tidak melakukan apa-apa. Aku melakukan itu, karena aku tidak terima dia menganggap buruk mengenai dirimu.”
“Tidak apa-apa itu wajar saja. Itu memang hak miliknya untuk selalu waspada.”
“Tapi aku merasa kesal dan tersinggung saja dengan apa yang dia anggapkan. Itu tidak sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi. Aku akan terima jika manusia yang bilang seperti itu, karena manusia memiliki perasaan yang berubah-ubah. Tapi yang satu ini hanyalah hewan, bu-bukan hewan. Hampir bukan hewan. Kurasa cangkang telur yang memiliki dua pasang mata dan mulut yang berbicara rendah mengenai dirimu. Ini terlalu dini untukmu menerima tentang perlakuan yang tak pantas ini. Apakah benda seperti dirimu mengikuti sifat liar juga seperti yang dimiliki manusia??”
“Aku sama sekali tidak mengerti apa yang sedang tengah kau bicarakan.”
“Singkat saja. Apa kau tidak melihat matanya yang penuh dengan kemurnian?? Apa kau tidak menyadari tentang itu? Apakah matanya yang polos tengah mengisyaratkan bahwa dia adalah gadis yang berpura-pura menyembunyikan suatu kejahatan?”
“Aku tidak akan menjawab, karena aku tidak mau kau jadi tersinggung lagi dengan setiap apa yang aku katakan.”
“Kau benar-benar benda yang berotak kotor.”
“Terima kasih atas pujianmu itu. Aku akan mencoba belajar untuk menerimanya walaupun itu terasa menyakitkan.”
Dia tidak merasa bersalah? Apa yang ada dipikirannya? Apakah dari tadi kedua kubu sama-sama naifnya? Aku dan dia?? Dan tidak ada yang berfikir bahwa apa yang dilakukan tadi itu adalah sebuah kesalahan? Apakah sebenarnya aku yang salah? Bukan, aku hanya mencoba untuk membela Isabella. Jika bukan, apakah semacam kekeliruan?
“Maaf, aku harus pergi.”
Apakah aku harus mengetesnya lagi, jikalau dugaanku salah?
“Sebelumnya, a-aku minta maaf.”
“Memang seperti itulah yang harus kau lakukan, Tuan pengunjung. Semoga hari-harimu indah”
Ternyata dugaanku memang benar
Bocah Telor itu pergi.
{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}{}
Hellios : Ini adalah part yang kadang membuatku greget dengan si Bocah Telor itu °_°
Isabella : Hehe, jangan terlalu memaksakan diri untuk mulai perdebatan, bukankah pada saat itu kau baru sadarkan diri ^_^
Author : Aku malah salfok dengan Isabella yang mau mengatakan sesuatu, seperti "Jid.." •_•
Thank you for reading my story, don't forget to keep giving me support like votes and comments
~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top