IV : Bangsawan Bau

Suara gaduh yang terdengar membuat Verze mengerutkan kening sebelum membuka mata perlahan. Penglihatan yang buram secara berkala menjadi jernih setelah berkedip beberapa saat.

"Bagaimana perasaanmu, Verze?" tanya Panglima Cown.

Verze menoleh untuk melihatnya lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ini di dalam tenda, dia pikir akan mati karena kekurangan darah.

"Baik," ucapnya serak yang kemudian merasakan perih di tenggorokan hingga mengerutkan kening.

"Istirahatlah," ujar Panglima Cown sambil menyodorkan minuman, lalu dia berbalik untuk berjalan keluar dari tenda.

"Cown," panggilnya dan terbatuk pelan. Panglima berhenti sebelum menoleh dengan ringan.

"Dimana Zoey?" tanya Verze.

Panglima menggerakkan kepala ke kanan dan berucap dengan tenang, "di sebelah." Setelahnya dia kembali berjalan keluar tenda.

Verze mengangguk lalu mengarahkan pandangan ke langit-langit tenda. Melihat dari raut wajah panglima, sepertinya banyak yang ingin dia bicarakan dengan Verze, namun dia tidak mengatakan apapun karena kondisinya saat ini.

Tidak ada yang bisa Verze lakukan saat ini, dia hanya akan memulihkan tenaga dan melihat Zoey nantinya. Dia bergerak gelisah di tempat tidur, tapi masih membutuhkan waktu untuk memulihkan tenaganya. Akhirnya dia beranjak dari tempat tidur dan mengambil pil dari tasnya, menatapnya lamat-lamat, dia menghela napas pelan, ini adalah pil yang pernah diberikan kakak dulu, dia masih menyimpannya dan pil itu juga tahan lama.

Setelah menelan pil itu, Verze duduk sebentar, menunggu reaksi pil itu sepenuhnya. Barulah setelah merasakan kembali tenaganya, dia melangkah keluar dari tenda perlahan dan menuju tenda sebelah, tempat Zoey berada.

"Verze, kamu baik-baik saja?" tanya Zoey yang tengah duduk di tempat tidur sambil membaca buku.

Verze berjalan mendekat.
"Kamu meremehkanku, huh?"

"Aku pikir kamu cukup baik," ujar Zoey sambil mengangkat alisnya. Verze duduk di sebuah kursi sebelum Zoey kembali mengangkat suaranya.

"Lagipula aku tidak menduganya, bukankah kamu seharusnya istirahat dan hanya mengawasi perang?" Zoey meletakkan bukunya dan mengalihkan perhatian sepenuhnya padaku.

Verze mengangkat bahu ringan.
"Aku melihat seorang ceroboh yang bahkan tidak menyadari trik kecil lawan."

"Ah, jadi itu karena ku," ucap Zoey sambil menggaruk kepala bagian belakang.

"Lalu?"

Zoey memasang wajah bingung, "apa?"

"Apa yang terjadi padamu?" tanya Verze dengan nada malas.

"Ketika aku ditusuk oleh Max, aku juga melihat luka tusukan di perutnya, padahal aku yakin aku belum melukainya saat itu, dan aku juga melihatmu tidak jauh dariku dengan banyak darah, kita sangat beruntung karena perang berakhir setelahnya," jelas Zoey sambil menerawang kejadian tadi.

"Aku—"

Kami menoleh dan melihat Panglima Cown berjalan memasuki tenda.

"Kondisimu lebih baik dari yang kukira, Verze," ujar Panglima Cown lalu duduk di bangku sisi lain tempat tidur.

"Ya, kurasa begitu."

"Jelaskan apa yang terjadi, bukankah sudah jelas perkataan ku untuk mengawasi di belakang?" Panglima Cown menatap Verze dengan tenang. Sebaliknya Verze justru menelan ludah merasakan tekanan Panglima Cown.

"Aku melihat Max menaburkan sesuatu pada Zoey dan maju untuk membantu karena Zoey tidak menyadarinya," jelas Verze tanpa keraguan walaupun dia menyembunyikan peristiwa aneh setelahnya.

"Oh jadi kamu yang menusuk Max?" tanya Zoey memastikan, Verze mengangguk sebagai tanggapan.

"... kamu harus menahan diri, Verze. Elder dan yang lainnya masih dalam perjalanan, jika kamu gegabah kita akan kalah," ucap Panglima Cown lalu berdiri dan keluar dari tenda.

"Maafkan aku, Verze. Seharusnya kamu tidak perlu membantuku, panglima benar mengenai ini," kata Zoey sambil tersenyum.

Verze meninju bahunya tanpa tenaga, "apa yang kamu katakan, sudah kubilang aku tidak mau mengirimkan surat pada keluargamu."

"Ini akan membantumu," ucap Verze sambil menyodorkan sebuah pil.

"Aku akan membiarkanmu istirahat sekarang," lanjutnya lalu berjalan keluar tenda sambil mengangkat tangan kanan tanpa berbalik.

Verze terduduk di tempat tidur, menghela napas panjang. Tindakannya memang gegabah, tapi dia juga tidak mau kehilangan Zoey, dialah satu-satunya orang yang membantunya ketika Verze baru bergabung ke Kerajaan Avantgarde. Verze membaringkan tubuh di tempat tidur, memejamkan mata.

Semilir angin menerpa dengan lembut,  burung-burung berkicau terdengar merdu hingga ke telinga. Verze membuka mata, memandang hamparan rumput dan lebatnya hutan di depan, udara yang segar serta pemandangan yang menyejukkan mata membuatnya rileks sebelum melangkahkan kaki menuju hutan.

Hutan ini ... tampak familiar.

Walaupun sudah berkali-kali peristiwa ini terjadi pada Verze, tapi bukan bingung ataupun tertekan yang dia alami, ini lebih tepat seperti mengikuti arus yang ada. Entah itu baik atau buruk, tidak ada cara selain menghadapinya, itulah perkataan ayahnya dulu. Suara langkah yang melewati rumput liar panjang terdengar beraturan diiringi dengan angin yang menerbangkan beberapa daun. 

Klang.

Verze menghentikan langkah, menajamkan pendengaran untuk memastikan suara yang baru saja didengar dan bergerak perlahan mendekatinya. Tangan kanannya memegang gagang pedang, bersiap untuk kemungkinan terburuk, lalu mengintip di balik semak-semak.

"Pergilah! Ini tidak seperti aku adalah tahanan!" seru seorang pemuda lusuh pada beberapa prajurit kerajaan di dekatnya.

"Kamu memang tahanan, Ibu suri yang memerintahkan kami untuk menjagamu dengan ketat," remeh salah seorang prajurit dengan raut muka mencemooh.

"Masyarakat kerajaan memandangmu seperti debu, tapi keluarga kerajaan memandangmu seperti bunga ...."

"Bunga bangkai tepatnya," sahut prajurit lain, lalu mereka semua menertawakan pemuda kucel itu.

Jejak malu ataupun tertindas tidak terlihat pada pemuda itu, Verze menyipitkan mata sebelum mengangkat alis tidak percaya.

'Dia seorang bangsawan?', batinnya.

"Pergi kamu, pengganggu!" seru pemuda itu sambil mendorong salah seorang prajurit dengan kedua tangan kurusnya.

"Beraninya—"

Bahkan belum sempat prajurit itu menyelesaikan perkataannya, prajurit disebelahnya sudah menerjang pemuda itu dengan perisai yang di pegang nya. Pemuda itu mengerang sambil memegangi dadanya, rasa sakit yang tidak seringan kelihatannya membuat Verze melihat riak terkejut di mata pemuda itu, namun itu tidak lama, bahkan tampak seperti ilusi.

Setelahnya pemuda itu menyeringai kejam dan merogoh sakunya. Para prajurit itu hanya mengamatinya seolah-olah melihat orang bodoh dengan senyum linglung nya. Namun yang terjadi selanjutnya membuat Verze semakin penasaran dengan latar belakang pemuda itu. Pemuda itu melempar sebuah bola merah mengkilap pada para prajurit itu, lalu dalam sekejap bola itu meledak menimbulkan asap dan setelah asap menghilang, pemandangan prajurit yang berlumur cairan merah pekat terpampang kemudian. Para prajurit itu tidak bisa bergerak ataupun menggerakkan salah satu inderanya, mereka lumpuh total.

"Kalian harus tahu, tidak ada yang mengenalku lebih baik dari diriku sendiri, jangan mengada-ada tentang kepribadianku atau apapun itu," ujar pemuda itu lalu menghilang dibalik semak-semak.

Verze menyipitkan mata dan melangkahkan kaki mengikuti pemuda itu. Entah rasa penasaran atau bingung dengan tujuannya disini, tapi dia merasakan pemuda itu menyimpan sesuatu yang besar. Kemudian tanpa berpikir panjang dia langsung memutuskan untuk mengikutinya tanpa ketahuan.

TBC
Selalu butuh kritik dan saran.
Jangan lupa vote, comment, dan share cerita ini.

15/7/21
1043

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top