16: lifeless 1
Heavenly Feels 16: Lifeless 1
Hyora membuka matanya dan merasa bahwa saat ini ia berada di tempat yang berbeda dengan kamarnya, namun masih terlihat familiar.
Kepalanya terasa berat dan tubuhnya sangat lemah. Hyora memegang kepalanya yang berdenyut sambil memejamkan matanya. Lalu merasakan ada yang menusuk punggung tangannya tak nyaman.
"Sudah puas, huh?"
Hyora menoleh, dan menemukan Jonathan duduk di kursi roda dengan rahang mengeras. Dan gadis itu akhirnya menyadari bahwa ia berada di ruang rawat Jonathan dengan tangan terinfus.
"Kenapa aku disini?" Hyora dengan bodohnya bertanya. Jonathan menatapnya sinis dan berdecih.
"Kenapa kau berada disini?" Jonathan tertawa hambar, "Harusnya itu adalah pertanyaanku!"
"Nate..."
"Aku berusaha sekuat tenaga untuk bertahan hidup, dan kau... Kau berusaha untuk mengakhiri hidupmu?" Jonathan berusaha untuk tak membentak gadis yang sedang terbaring lemah disana. Hyora tak menjawab apapun, malah terlihat kebingungan.
Hingga akhirnya ia menyadari bahwa ada sosok yang kurang disini.
"Dimana Nicholas?" Hyora mengabaikan makian Jonathan, menatap mereka penuh harap.
"Siapa lagi Nicholas?!" Jonathan mengalihkan pandangannya dengan kasar. Hingga tak menyadari Hyora yang mulai menangis.
"Apa kau tak melihat Nicholas? Dimana Nicholas?! Ia berjanji padaku untuk tak menghilang lagi! Kemana dia!" Hyora masih berbicara dengan lirih. Berusaha untuk tak mengeluarkan isakan.
Jonathan tertegun sejenak. Dadanya terasa nyeri saat sahabatnya itu menangis karena lelaki lain. Sahabat yang di cintainya.
Perlahan Jonathan melunak, mendekati Hyora dengan mendorong roda kursi rodanya.
"Hyora..."
"Stop!!! Jangan berani mendekat jika kau sama saja seperti mereka berdua!" Jonathan berhenti mendorong kursi rodanya, lalu menoleh kearah dua lelaki yang mematung didepan pintu.
"Im not crazy, Jonathan! Nicholas is real! He should've been here now!" Hyora memekik sambil terisak. Menutupi seluruh wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Namun apa yang bisa mereka lakukan, saat melihat sahabatnya berada di tingkat depresi berat yang akan membuatnya melukai diri sendiri karena apapun yang muncul di pikirannya?
---
Hyora memandangi jendela dari ranjangnya. Rasanya ia ingin mendekati jendela itu namun apa daya tubuhnya terlalu lemah untuk bangkit dari kasur.
"Gianna menitipkan maaf untukmu," seseorang bersuara. Membuat Hyora menoleh ke arahnya. "Ayahnya berhasil menemukannya, saat kau dibawa ke rumah sakit, dan sekarang mungkin ia sedang dalam perjalanan kembali ke Indonesia." Lanjut suara itu.
"Kazu..."
"Yes, princess. Dia baik baik saja, dan jika dalam 7 hari ia tak kembali. Aku sendiri yang akan menjemputnya." Kazuomi mendekati Hyora, yang sedikit terlihat lebih baik. Lalu mengelus puncak kepalanya lalu beralih mengelus pipinya. Sementara Hyora sendiri memejamkan mata karena merasakan kenyamanan.
"Kazu, aku tak ingin berada disini." Hyora merengek manja. Rumah sakit hanya mengingatkannya pada usaha mencari tahu keberadaan Nicholas. Dan sekarang arwah itu telah menghilang.
"Bersabarlah. Lagipula kau masih kekurangan cairan. Salah sendiri kau sama sekali tak memakan apapun sejak 3 hari lalu." Kazuomi mencibir lalu terkekeh. Setidaknya ia berhasil membuat sahabatnya berekspresi.
"Tentang kau dan Gianna..."
"Lebih baik kau fokus ke kesehatanmu sendiri sekarang. Itu adalah kisah di lain hari." Kazuomi merebahkan Hyora untuk kembali berbaring, mengelus pelan rambutnya lalu mengecup keningnya. "Aku akan menjemput Mikan sekarang. Satu jam lagi aku akan kembali."
Dan setelah memastikan sahabatnya itu sudah terlelap, Kazuomi melangkah keluar ruangan tanpa menyadari bahwa gadis yang berbaring itu sama sekali tak bisa memejamkan matanya.
Pintu ruang rawat Hyora telah tertutup rapat, dan tak lama gadis itu kembali terjaga. Lalu dengan cepat melepas infus yang terpasang di tubuhnya, tak perduli bahwa darah mulai menetes dari bekas tusukan jarum di tangannya. Dan berjalan keluar dari kamarnya.
Suasana lantai 5 Kennedy medical centre memang selalu sepi namun tak menunjukkan keadaan rumah sakit pada umumnya, tentu saja karena lantai itu di khususkan untuk keluarga dan kerabat pemilik rumah sakit sehingga lantai itu terlihat seperti lobby hotel dibanding lorong rumah sakit. Tak ada satupun perawat yang berlalu lalang mengingat sekarang sudah hampir lewat tengah malam.
Hyora terus berjalan hingga ia berhenti di depan salah satu kamar rawat yang tak jauh dari lift yang akan digunakannya, kamar yang membuatnya mengernyitkan dahi.
Gadis itu melihat papan nama di depan pintu tersebut bertuliskan 'Mr. Kennedy'. Hyora menyadari seuatu yang janggal karena setahunya satu satunya Kennedy yang dirawat disana adalah sahabatnya, Jonathan, yang kamarnya berada tepat di sebrang ruangannya.
Dengan ragu, ia membuka pintu kamar itu, masih sama dengan ruang rawat di lantai 5, ia harus melihat lorong sebelum langsung melihat ranjang pasien disana. Baru saja ia akan melangkah masuk kedalam ruangan itu, Seseorang mengintrupsinya.
"Hyora? Ya Tuhan! Mengapa kau melepaskan infusmu? Dan apa yang kau lakukan disana?!" Hyora menoleh, dan melihat Bradden yang memerah menahan emosinya bersama Tiffany. Dengan segera, lelaki itu menghampiri Hyora yang tersenyum tipis menatapnya.
"Oh, apakah ruang rawat Nate di pindahkan kesini?" Hyora mengalihkan pembicaraannya saat melihat sahabatnya berusaha membalut punggung tangannya dengan sapu tangan.
"Lebih baik kita kembali ke ruanganmu. Kau gila berjalan jalan tengah malam di rumah sakit!"
---
Hyora POV
Aku membuka mata, dan semuanya masih sama. Di kamar rumah sakit, lemah tanpa sosok yang selalu bersamaku. Yang menghilang setelah mengucapkan janji bodohnya yang ku tahu tak akan pernah di tepatinya.
Aku kembali melihat disofa yang tak jauh dari ranjangku, Bradden tertidur disana dengan memeluk kekasihnya dari belakang. Sofa itu mungkin tak terlalu besar, dan mungkin membuat mereka risih, namun yang ku lihat disana mereka terlihat nyaman. Dan itu yang membuatku tersenyum sedih.
Hey, Nick. Apakah kita bisa seperti itu? Batinku berucap secara tak sadar.
Bodohnya aku bertanya tentang sesuatu yang tak mungkin. Kembali, aku tertawa miris menyadari air mata yang beberapa hari ini ku pendam.
Aku menutup mulutku untuk menjaga isakan yang keluar karena aku tak ingin membuat Bradden maupun Tiffany terbangun dari tidurnya, dan kembali membuat mereka khawatir.
Aku sadar, mencintai seorang arwah merupakan tindakan terbodoh yang pernah ku lakukan. Dan mengingat hal itu membuatku tak kuat menahan isakan walaupun aku telah menggunakan kedua tanganku untuk menahannya. Dan kurasa sudah tak berguna lagi aku menutup mulutku, aku mengalihkan kedua tanganku untuk menutupi wajahku. Dan membiarkan diriku larut dalam kebodohanku, kebodohanku dalam menangisi seorang Nicholas. Yang tak akan pernah kembali lagi ke kehidupanku.
Apakah aku tak boleh menyusulnya ke sana? Menemaninya ke dunia dimana aku bisa terus bersamanya. Merasakan sentuhan nyatanya di setiap titik di tubuhku. Tak bisakah?
Kurasakan seseorang duduk di ranjangku dan menarikku kedalam pelukannya. Aku tak perduli siapa yang melakukan itu, aku hanya terus menangis.
Demi tuhan, aku merindukannya. Aku merindukan ucapan selamat pagi nya dengan menggunakan bahasa jepang yang di kiranya adalah sapaan pagi orang korea, aku merindukan ocehan bodohnya, juga kehadirannya di sampingku setiap aku membuka mata. Tak bisakah aku kembali melihatnya? Tak bisakah aku kembali merasakan sentuhan dingin di rambutku saat ia menyentuhnya?
"Hyora..." Aku tahu suara ini, suara wanita yang telah menjagaku selama ini. Ku beranikan diri untuk membuka mata dan melihat mama Pat tersenyum ke arahku. Bahkan mama Pat yang berada di San Fransisco datang kesini untukku, bukankah aku terlalu menyusahkan? Dan bukan membalas senyumannya, aku hanya kembali memeluknya dan menangis semakin kencang. Ia pun tak berbicara apapun, hanya memelukku dan mengelus punggungku.
"Neul eotteokhe, mama?" Aku bertanya disela sela tangisanku ketika ku dengar ada isakan lain disana. Aku menatapnya setelah mengusap air mataku yang tak kunjung berhenti.
"How could i live after this?" Aku berbisik. Sangat pelan namun pasti tak akan ada yang bisa mendengarnya.
---
Hai. Aku kembali setelah sekian lama. Sebenernya chapter ini udah di draft dari sebulan lalu cuma karena gak sempet jadi gini deh.
Hope u enjoy!
Xoxo,
14th of January
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top