᭝ּ໋᳝݊Angel's Tears
WARNING!:
• Adegan 18+!
• Bahasa vulgar!
• Dosa tanggung sendiri!
"Biarkan aku menyentuhmu. Just one more touch. One more touch." Mori mengulang ucapannya.
"B-baik, Boss."
Arina hanya bisa pasrah. Toh ia tak lagi berharga. Hanya seonggok sampah yang melayani hawa nafsu boss Port Mafia yang sampai kapanpun tak akan pernah mau menerima cinta tulusnya.
Jawaban yang menyenangkan hati si Boss Port Mafia itu memunculkan seringai di wajahnya. Setelah puas menggoda sang bawahan dengan jilatan sensual dari lidah panasnya pun pria berusia empat puluh tahun itu mulai menciumi setiap inch leher Arina, kemudian beralih mencium bibir tipisnya.
Namun, ketika Mori sibuk mencium, melumat, bahkan menghisap bibir tipis Arina, wanita itu sama sekali tidak membalas, selain mengeluarkan lenguhan-lenguhan kecil di sela-sela kegiatan panas mereka. Membuat gejolak hawa nafsu Mori yang tadinya membara itu seketika padam karena kurangnya aksi agresif dari bawahan manisnya.
Mori menghentikan aksinya sejenak. Ia menatap Arina dengan tatapan dingin yang terpancar aura tidak suka di sana. Arina tahu jika ia telah membuat si Boss Port Mafia kehilangan hasrat bercintanya.
"Balas ciumanku," titah Mori yang mana nadanya lebih dingin daripada tatapannya.
Arina sempat memerah bersamaan dengan dirinya yang mendadak susah menelan ludah. Pun jawaban yang keluar dari dirinya adalah anggukan kakunya.
Aura dingin itu masih ada di sana. Mori masih tidak percaya sebelum bawahan manisnya ini membuktikannya dengan tindakannya. Ia lahap bibir manis Arina itu yang membuat wanita tersebut terkejut seketika. Namun, tindakan paksanya itu berhasil membuat Arina membalas ciuman panasnya.
Ah, Mori menyukai hasratnya yang makin membeludak hanya dari bibir kecil Arina.
"Ngh-hhaa.."
Ciuman Mori makin panas dan ganas. Bahkan setiap kali Arina membalas ciuman Mori membuatnya makin ganas dalam bertindak. Ia yakin jika setelah ini bibirnya akan membengkak. Mengingat bagaimana kasarnya Mori dalam melahap bibir kecilnya habis-habisan.
Tangan-tangannya yang menganggur itu Mori gunakan untuk menyelusup masuk ke pakaian Arina dan dengan segera meremas dada yang seukuran dengan tangannya itu. Cukup kuat yang menimbulkan desahan wanita di bawah kuasanya ini memenuhi setiap sudut kamarnya. Membuatnya memiliki akses masuk ke dalam mulut Arina dengan mudah. Mori segera memporak-porandakan mulut Arina.
Arina benar-benar pasrah menerima semua perlakuan kasar Mori dalam bercinta dengannya. Tangannya meremas sprei guna menahan keinginannya untuk bernapas.
Dan ketika Mori melepas pangutan kasar di antara mereka pun pria itu tidak akan membiarkannya mengambil napas terlebih dahulu di mana sekarang tangan-tangan Mori dengan kurang ajarnya menguasai dadanya. Memainkan area sensitif yang ada di sana. Membuat Arina terus mendesah dan berusaha mengambil napas dari sana.
"Yame—hhaa~ Boss-hha~ ah~"
Mori menyeringai sebelum akhirnya menjilat telinga Arina dan berbisik, "Sekarang kau harus mendesahkan namaku semalaman."
Permainan itu masih terus berlanjut dan semakin memanas setiap detiknya mengingat hasrat Mori yang makin tinggi setiap kali mendengar desahan erotis Arina. Bahkan penampilannya yang sekarang kacau balau pun menambah kesan panas yang membuat sesuatu yang di bawah sana minta dimanja juga.
Mori menahannya terlebih dahulu guna menikmati puting keras milik Arina di dalam mulutnya. Bahkan menghisapnya guna mengeluarkan sesuatu dari sana. Ketika keluar pun Mori menelan semuanya. Sedikit ia tahan di mulut, kemudian mencium Arina dalam dan menyalurkan ASInya sendiri padanya.
Selang beberapa detik Mori tak melepas pangutan di antara mereka, sebelum Arina menelan habis semuanya.
Masing-masing dari mereka mengambil napas. Dada Arina tak hentinya naik dan turun berulang kali mengingat dia benar-benar kehabisan pasokan udara. Matanya terpejam guna fokus mengambil udara sebanyak-banyaknya, sebelum permainan kasar lainnya di mulai. Wajahnya makin sayu dan memerah mengingat perlakuan Mori yang membuat tubuhnya tak bisa menolak sentuhan kasar bossnya. Sentuhan kasar namun sensual itu membuat tubuhnya ikut memanas.
Meski begitu, ia berharap permainan cepat berakhir karena ia cukup lelah. Selain itu, ia bukan jalang Mori yang dapat memuaskan hawa nafsu bossnya kapan saja.
Ya, 'kan?
Memikirkannya di sela-sela pengambilan pasokan udara untuk paru-parunya membuat hati Arina makin hancur saja. Sekarang ini rasanya ia benar-benar wanita tiada harga. Hanya sampah yang tak berguna. Wanita yang tidak akan pernah terbalas cintanya.
Mori sudah menolak cintanya mentah-mentah. Tidak mungkin juga Mori menerimanya sebagai seorang manusia, apalagi wanita, karena ia terlanjur jadi bagian dari sampah dunia.
"Aah, kau membuatku gila."
Mendengar ucapan dengan nada berat itu membuat Arina menatap Mori sebelum akhirnya ia memekik, "Kh—ahh~!" Ketika Mori tiba-tiba memasukkan benda paling keras yang ia punya ke dalam liangnya yang tak lagi suci sempurna.
Sementara Mori baru saja mengambil napas lagi, setelah memasukkan benda keras miliknya sedalam mungkin ke luang Arina. Ketika ia hendak bergerak, Boss Port Mafia ini dikejutkan dengan air mata malaikat yang berada di bawah kuasanya.
Mori terdiam, kemudian sedikit mendekat hingga dahinya dengan dahi Arina bersentuhan. Ia tangkup wajah malaikatnya yang kini berlinang air mata itu agar dapat menatap wajahnya.
"... Hey, apakah sesakit itu?" Mori bertanya dengan nada setenang mungkin agar tidak membuat air mata Arina makin banyak membanjiri wajahnya.
Padahal, mereka sudah cukup lama melakukan sex kasar tanpa atas dasar apapun ini. Meski ini adalah kali pertama Mori melakukan sex hanya untuk sekadar bermain, tangisan Arina membuat Mori terganggu dan itu tidak mengenakan hati. Mori tidak tahu apa yang membuat Arina menangis layaknya orang yang menahan sakit. Tapi, ia yakin jika ada sesuatu yang membuat Arina tersakiti.
Tidak mungkin karena permainan kasar ini, bukan?
Entah kenapa Mori menjadi iba mendadak. Hati dan pikirannya pun jadi sejalan. Seolah-olah mereka berkata jika dialah penyebab rasa sakit Arina yang telah berkorban banyak untuknya.
Tidak. Mori terus menyangkalnya.
Sementara Arina masih diam dan menahan tangisnya agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Ia takut Mori berlaku kasar lebih lanjut. Arina juga tidak mau Mori iba pada tangisan kotornya itu. Arina takut ia berharap lebih lagi pada Mori hanya dari belas kasihan yang beliau berikan tersebut.
"... Arina."
Panggilan nama kecil yang tak biasa Mori ucapkan itu berhasil menarik perhatian Arina di mana kini wanita itu menatap pria yang menatapnya lekat-lekat dengan linangan air mata. Sekilas Arina dapat melihat pancaran iba dan rasa bersalah dari manik sang Boss Port Mafia yang hingga kini masih ia cinta.
"Jawab aku. Apakah itu sakit?" Mori mengulang pertanyaannya.
Diam sejenak sebelum akhirnya Arina menjawab dengan gelengan, kemudian berkata, "... Saya.. Cukup terbiasa."
Ya, tapi hatinya tidak terbiasa diperlukan layaknya sampah oleh orang yang dia cinta.
Mori mengusap air mata Arina dengan ibu jarinya, kemudian memberi kecupan singkat pada kening wanita di bawahnya.
Hal itu membuat Arina menatap Mori dengan tatapan tidak percaya.
Ada apa dengan Bossnya?
"Ini akan segera berakhir. Aku janji."
Namun, berbeda dengan Mori. Entah dia ingin melanjutkan permainannya atau justru ingin cepat mengakhirinya demi Arina. Entah untuk memuaskan hasrat atau tidak ingin melihat lebih banyak air mata.
Mori mulai menggerakkan bendanya perlahan yang membuat desahan-desahan kecil dari mulut Arina mulai terdengar.
To Be Continued
Story By LadyIruma
Author Note:
Nangis saya😃
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top