᭝ּ໋᳝݊Angel's Love
Namun, berbeda dengan Mori. Entah dia ingin melanjutkan permainannya atau justru ingin cepat mengakhirinya demi Arina. Entah untuk memuaskan hasrat atau tidak ingin melihat lebih banyak air mata.
Mori mulai menggerakkan bendanya perlahan yang membuat desahan-desahan kecil dari mulut Arina mulai terdengar.
Gerakan demi gerakan yang Mori berikan terus menimbulkan desahan-desahan erotis dari mulut kecil Arina hingga memenuhi setiap sudut ruangan, sampai membangunkan gejolak nafsu dalam diri Mori yang sempat padam. Pria itu makin bersemangat dalam melakukan permainan. Tanpa Mori sadari, ia sudah menambah kecepatan. Tak heran jika ada beberapa tumbukan kasar yang ia berikan pada liang ketat Arina yang membuatnya gila akan kenikmatan.
Sial, kenikmatan seperti ini tak bisa Mori tahan-tahan.
Meski Arina pasrah dengan apa yang akan Mori lakukan pun wanita itu tidak siap dengan serangan dadakan. Ia terlanjur meluapkan keterkejutannya dalam desahan. Tak heran jika Mori menganggapnya menikmati permainan.
Andai tangisan lara dapat mewakili keputusasaannya yang sedang dalam masa kehamilan agar lepas derita sex kasar yang terus membuat hatinya berdenyut kesakitan, ketika terus mengingat cintanya yang tak mungkin terbalaskan.
Terus seperti itu dan ... sampai kapan?
"Hyaa—ahh~!"
Ketahuilah jika desahan yang Arina keluarkan barusan bukanlah desahan kenikmatan. Terpaksa ia keluarkan karena tak dapat dipungkiri betapa menyakitkannya cara bermain sang atasan.
Tak ingin menunjukkan lebih banyak air mata, Arina menutup matanya, memalingkan wajahnya yang masih memerah, dan meremas sprei seraya terus mendesah. Membiarkan Mori mendominasi dirinya, sampai pada akhir mereka berhenti nantinya.
Wanita itu benar-benar pasrah.
"Lihat aku," ucap Mori yang masih terus bergerak dan perlahan melingkarkan satu kaki Arina di pinggangnya yang membuatnya menusuk lebih dalam dan cepat sampai-sampai Arina terlonjak kaget dengan kepala yang mendongak.
Setelah menyesuaikan diri dengan gerakan tadi pun perlahan Arina menatap sayu Mori yang menyeringai.
"... Teriakan namaku—ngh." Mori kembali meminta seraya mendesah. Ia terus melakukan gerakan tusukan kasar agar dapat mendengar Arina meneriaki namanya.
"K-kya—ahh~! M-mori-sanh ... ahh!"
Seringai disertai dengan kekehan pun kembali terdengar dari Mori. Ia mendekat ke telinga Arina dan berbisik, "Biarkan aku mendengarnya sampai pagi."
Dan Arina tahu jika Mori tidak akan pernah menarik ucapannya kembali.
Mori mengizinkan wanita itu untuk terbaring di sampingnya selama satu malam mengingat permainan mereka yang berlangsung cukup lama, hingga membuat Arina kehabisan tenaga. Namun, wanita itu tetap terjaga, meski matanya memancarkan rasa lelah. Membuat Mori menghela napas menghadapi sifat keras kepala Arina yang masih saja mengejar cintanya sampai rela terjaga demi melihatnya terlelap duluan.
Karena sesungguhnya Mori hanya mementingkan janin yang ada di dalam kandungan Arina.
Ditambah mengingat apa yang dia lakukan pada cinta malaikatnya pun Mori yakin jika perasaan cinta itu hanya akan berlangsung sementara.
"... Tidurlah," ucap Mori setenang yang ia bisa.
Arina meliriknya sejenak, sebelum akhirnya menggeleng dan berkata, "Tidak sopan jika saya tidur terlebih dahulu sebelum Anda, Boss."
"Mori."
"M-maaf, Mori-san."
Dan, entahlah, mengapa Mori mengizinkannya memanggil namanya? Arina hanya diam mengingat Mori berucap bak menegurnya yang tentu di sini Arinalah yang salah.
Sementara Mori menghela napas, kemudian kembali berkata, "Menyerahlah." Bermaksud pada Arina yang masih mengharapkan balasan rasa yang sepadan dengan rasa yang Arina rasakan—cinta.
Arina kembali menggeleng.
"... Baiklah, kalau begitu, sekarang, laksanakan wasiat dari almarhum ayahmu. Coba bunuh aku. Bukankah aku melecehkan, bahkan tidak membalas cintamu?"
Pernyataan Mori barusan cukup membuat Arina menatap wajah datar Mori dengan tatapan tak percaya.
"Kenapa? Masih ragu membunuhku?" Mori meraih pisau bedah yang ada di dalam laci meja nakas di sebelahnya, kemudian perlahan menunjukkannya pada Arina seolah mengatakan jika bunuh saja dirinya dengan cara yang sama saat ia membunuh ayah Arina.
Ya, bunuh adalah wasiat dari almarhum ayah Arina yang tak lain adalah boss Port Mafia yang sebelumnya.
Dikabarkan jika boss Port Mafia yang merupakan ayah Arina itu meninggal karena penyakitnya. Tersebar luas hingga sampai pada Arina yang merupakan anak sekaligus eksekutif tersembunyi Port Mafia.
Dan saat itu Arina belum tahu kenyataan di balik kematian ayahnya, ketika dirinya yang merupakan gadis terkurung di apartemen indah bak taman di dalam dongeng Alice In Wonderland pun terbebaskan oleh sang pembunuh mendiang ayahnya, yaitu Mori Ougai.
"Gadis sepertimu tidak pantas bersembunyi di bawah bayangan ayahmu."
Ya, dia terbutakan oleh kebaikan Mori, sampai pada akhirnya jatuh cinta pada pria tua ini, hingga saat ini, meski sebenarnya ia tahu jika ia harus membunuh Mori.
Tapi, apa yang seorang wanita bisa lakukan jika sudah terlanjur mencintai?
"... Bukankah Mori-san juga bisa melakukan hal yang sama terhadap saya, karena saya anak boss Port Mafia yang sebelumnya?"
Mori tertegun seketika.
"Tentu saja tidak. Mori-san tidak melakukannya. Mori-san tidak membunuh saya. Malahan Mori-san membebaskan saya dari kurungan Ayah dan itu adalah sebuah kebaikan dari Mori-san yang saya terima ... " ucap Arina seraya tersenyum tipis, kemudian meraih pisau bedah yang ada di tangan Mori dan meletakkannya di tengah-tengah mereka, kemudian lanjut berkata, "Meski pada akhirnya saya hanya menjadi aset penghasil keturunan, setidaknya saya tahu bagaimana menjadi seorang ibu dari anak yang saya kandung sekarang."
Mori masih tetap diam. Memperhatikan wajah lelah Arina yang masih menunjukkan senyuman dan tampaknya akan kembali berkata.
Sejujurnya, ada sesuatu yang telah jatuh di dada. Mori seolah tak kuat untuk berada dekat dengan Arina, setelah mendengar ucapan-ucapan Arina barusan yang seolah berterima kasih padanya.
Mori tak ingin mengakuinya, tapi, ia benar-benar merasa bersalah.
"Dan juga saya bisa merasakan bagaimana Mori-san begitu dekat dan percaya pada Kouyou juga dapat merasakan bagaimana perhatian Mori-san pada Elise-chan. Mungkin Mori-san tidak menyadarinya, tapi, saya merasakannya." Arina masih berucap. Kali ini kedua netranya akan menutup dengan segera.
"... Berhenti dan bunuh saja aku seperti aku membunuh ayahmu." Karena sesungguhnya Mori tidak tahan untuk merasakan rasa bersalah yang berdasar atas rasa penyesalan.
Ya, seorang Mori Ougai merasa menyesal sekarang.
"Tidak akan dan saya tidak mau. Bukan sekadar tentang 'aku mencintaimu,' tapi juga saya tidak mau menambah masalah dan luka baru ... " ucap Arina yang terdengar lirik untuk terakhir kalinya sebelum akhirnya ia terlelap dalam mimpi indah.
Mori kembali diam. Mengamati wajah tidur Arina yang menyiratkan rasa lelah dan bahagia di saat bersamaan. Ditambah beberapa jari Arina menyentuh jari-jemari tangannya. Mori menggertakkan giginya, kemudian bergumam, "Aku benci bagaimana caramu membuatku menyesal."
Pria berusia empat puluh tahun itu kembali mengamati wajah tidur malaikatnya. Malaikat yang telah lama hidup dalam neraka karenanya. Membuat sorot mata violet Mori menyiratkan rasa iba dan bersalah. Pun Mori menyelimuti Arina, kemudian sedikit mendekat padanya.
"... Cepatlah pergi dariku, sebelum aku mencintaimu ... "
Rasanya mustahil untuk mendapatkan maaf, setelah apa yang sudah Mori lakukan pada Arina. Pun kata maaf susah untuk keluar dari mulutnya.
Pada akhirnya yang bisa Mori lakukan adalah membiarkan Arina terlelap dalam jarak yang dekat dengannya dan membiarkan jari-jemari lentik Arina menyentuh beberapa jari-jemarinya.
Apakah tidak apa untuk mengenggamnya?
To Be Continued
Story By LadyIruma
Author Note:
Heyya, balik lagi:v
Maaf, ya, updatenya telat banget /bagi yang nungguin:v
Cuma mau bilang ... kalo ... sebenarnya ... MORI TUH BAIK CUMA SADIS! 1! 1! 1! 1!
brah, lupakan:v
Oya, ada yang mau gabung ke grup fandom anime? Cek wall ku aja, ya:v
Lagi ngetik pas sakit ini:') semoga alurnya g berantakan aja:')
Jaa, nee
Thx u for ur time!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top