BAB 003
Ally sadar bahwa kedua kakinya kini tidak lagi menyentuh lantai dan sebagai gantinya, dia merasakan sakit luar biasa pada bagian leher hingga bernapas adalah aktivitas paling sulit pada saat itu.
Bagaimana tidak, lelaki asing berambut pirang berminyak itu tiba-tiba saja menyerangnya. Melakukan pemukulan bahkan mencekik, tanpa sedikit pun memberi kesempatan Ally untuk bertanya. Ditambah rentetan sumpah serapah yang dia keluarkan, berhasil memberikan efek mengintimidasi pada diri Ally.
Sampai ketika Ally nyaris kehabisan napas, seorang lelaki berambut cokelat gelap itu melayangkan tendangan di punggung orang asing tersebut. Membuatnya jatuh tersungkur kemudian seolah tidak ingin membuang kesempatan, tangan kekar itu melakukan hal serupa seperti yang diterima Ally.
Bercak darah terlihat di lantai dekat kedua lelaki itu. Orang asing yang menyerang Ally tampak kalah telak, sebab sosok penolong gadis tersebut terkesan sangat membabi buta.
Menyaksikan perkelahian secara langsung seperti ini. Meskipun hanya dari balik punggung mereka, ternyata sukses membuat Ally merasa tidak nyaman yang berakhir rasa takut. Tubuhnya gemetar, kedua kaki terasa seperti kehilangan fungsi, dan dia nyaris membuat luka di bibir akibat menggigitnya dengan kuat.
"Kau pecundang bedebah!" Pria berkemeja putih itu mengakhiri aktivitasnya lalu bangkit dan melangkah, mendekati gadis yang seminggu terakhir ini selalu mengganggu pikirannya.
Tatapan penuh misteri dan memabukkan itu akhirnya bertemu kembali dengan netra sedingin samudera milik Harry. Mereka saling bertatapan untuk beberapa menit. Harry sadar bahwa Miss Hannagan ketakutan dan syok. Ekspresi yang wajar terjadi, saat melihat bagaimana nasib lelaki pirang tersebut.
Ally menatap dengan wajah pucatnya. Berusaha bergerak mundur menggunakan kakinya, tetapi sia-sia. Dia tidak bisa melakukan apa pun, entah sejak kapan hal ini terjadi gadis itu sadar bahwa seluruh anggota geraknya berubah kaku.
Tangan kekar yang memiliki beberapa bercak darah itu menyentuh pucuk kepala Ally. Mengusapnya pelan seolah dia adalah
benda paling rapuh di dunia. Harry sangat menikmati keadaan ini. Yaitu saat Miss Hannagan terduduk dan menatapnya seperti demikian. Harry menyukai situasi ketika dia mendomisani dan manik misterius itu, sedikit demi sedikit memperlihatkan sorot meminta pertolongan serta ketidakberdayaan. Sehingga tanpa ragu, Harry mengubah posisi berdirinya agar setara dengan Miss Hannagan.
Harry meletakkan tangan kanannya di tengkuk gadis itu. Mengabaikan bercak darah milik si Rambut Pirang dan mengarahkan bibirnya di telinga Miss Hannagan.
"Finally, I found you."
Menurut Ally, bisikan itu terdengar begitu erotik. Bulu kuduknya meremang, teringat siapa pemilik suara bariton tersebut. Sangat memabukkan dan membuat candu, sampai membuat gadis itu tidak sadar bahwa tangan kekar Harry berhasil menyentuh pinggang rampingnya.
***
"Hi, Bitches!"
Kesadaran Ally kembali sepenuhnya, saat suara Carrie terdengar dari balik punggungnya. Sesuatu yang basah pun terasa menembus celana jins Ally, hingga membuat dirinya memekik.
"Shit!" makinya sambil segera mengambil tissue dan mengelap meja yang basah akibat tumpahan susu. "Ini persediaan terakhirku."
"Apa pun yang kau miliki, memang selalu menjadi yang terakhir." Carrie--teman dekat Ally--memutuskan untuk bersandar pada kusen pintu dapur. Dia melilit kedua lengannya di bawah dada. "Jadi, katakan padaku apa yang mengganggu pikiranmu? Sebab ibumu bilang kau sering melamun sejak semalam."
"Percaya padanya sama saja kau percaya pada ucapan orang sinting."
"Oh, yeah, memang kenyataannya demikian karena wajahmu yang membuktikan semua itu."
Kedua alis Ally menyatu, sembari melangkah menuju meja kecil lalu menyantap sereal kering, akibat kekurangan susu. "Apa yang kau pikirkan?"
"Cabel membertahuku, bahwa kau diserang oleh lelaki tidak dikenal." Carrie menunjuk-nunjuk memar di wajah Ally, seolah telunjuknya memiliki kemampuan sihir. "Bagaimana hal itu bisa terjadi? Lalu apa ibumu tahu? Maksudku keseluruhan yang terjadi semalam."
"Satu, dia mabuk. Itu biasa terjadi, jika bekerja di bar dan dua, sejak kapan ibuku menjadi sosok yang perhatian?"
Carrie mengangguk, setuju dengan pertanyaan Ally barusan bahwa sejak kapan ibunya memerhatikan Ally. Semenjak kematian Sabina, kakak perempuan Ally, wanita itu hanya menghabiskan waktu dengan mabuk-mabukan. Hal yang dilakukan teramat berlebihan, hingga mengakibatkan perceraian kemudian membuat Ally kehilangan kasih sayang dan harus bekerja keras, untuk memenuhi kebutuhannya.
"Hidupmu memang menyedihkan. Aku turut prihatin," kata Carrie. "Tapi kenapa tidak kau ceritakan saja tentang siapa yang menolongmu semalam?" Carrie sengaja menekannkan empat kata terakhir, sebagai bentuk ketertarikannya karena Cabel telah memberitahu siapa sosok tersebut.
Well, gadis itu hanya perlu, Ally mengatakan hal serupa sehingga dia bisa melanjutkan tema utama obrolan ini. "Asal kau tahu, karena dia kau jadi sosok yang dibicarakan seisi bar."
Ally tidak langsung menjawab. Dia lebih memilih diam. Melanjutkan sarapan kurang menyenangkan akibat melamun terlalu lama, sambil terus berusaha agar tetap fokus. Tanpa perlu bertanya, dia sudah tahu ke mana arah dan niat Carrie untuk datang ke rumahnya sepagi ini.
Carrie mengambil kursi yang di letakkan di sebelah lemari pendingin, mengarahkannya hingga benar-benar berhadapan dengan Ally, dan dia duduk sambil menyandarkan kedua lengan di atas sandaran kursi. Dagu runcing gadis itu pun turut bersandar. Lalu ia tersenyum lebar, memamerkan deretan gigi putih bersih, akibat efek vaneer yang terkadang membuat Ally tergoda untuk mencoba.
"Janji, aku akan mentraktirmu makan apa saja selama seminggu, jika kau bersedia menceritakannya," ujar Carrie lagi yang membuat Ally mengangkat wajahnya.
Ally suka sesuatu yang gratis dan keadaanlah, yang membuatnya seperti ini.
"Apa benar-benar penting hingga kau rela membuang uang secara percuma?"
Carrie menggeleng. Anting-anting berwarna emas dengan butiran mutiara bergoyang mengikuti gerakannya. "Tidak seperti yang kau pikirkan." Carrie membuka ikatan rambutnya meletakkan karet tersebut di pergelangan tangannya. "Aku hanya bersimpati. Maksudku secara sukarela menjadi penasihatmu untuk peristiwa semalam dan akan memperkenalkanmu, jika kau tidak tahu apa pun."
"Aku memutuskan untuk tidak melaporkannya pada polisi. Mr. Robinson memberiku uang tutup mulut."
"Sial!" Carrie memutar kedua matanya bersamaan dengan kedua tangan yang memukul sandaran kursi. Dia mendecak kesal. "Bukan itu maksudku, Hannagan."
Sebenarnya, Ally tahu bahwa Carrie ingin membicarakan Harry Stonner. Sosok luar biasa yang menolong Ally semalam, sekaligus yang membuat jantungnya berdebar kencang antara terpesona dan ketakutan di waktu bersamaan.
Ally ingat sekali bagaimana pria itu mampu membuat Bar Sienna Waters teramat heboh, hanya dengan kehadirannya di bar tersebut.
Semua wanita menginginkannya, termasuk Esmeralda--primadona di Bar Sienna Waters--yang ditolak mentah-mentah saat dia menurunkan harga diri untuk menggoda Harry Stonner semalam. Sebelum peristiwa penyerangan, Ally sempat melihat bagaimana Esmeralda menggoda pria tersebut dan saat itu pula hatinya menciut karena sadar bagaimana keadaan dirinya.
Carrie merogoh tas tangan berwarna hijau tosca, mengeluarkan ponselnya, dan dengan tidak sabar dia menggerakkan ibu jari di atas layar. Di lain sisi, Ally telah menyelesaikan sarapan lalu segera membuka dua kaleng soda untuknya dan Carrie.
"Jadi ... apa rencanamu hari ini?" Ally ingin menjauhi topik yang diinginkan Carrie. Membicarakan Harry Stonner sepagi ini, cukup membuatnya merasa tidak nyaman. "Aku cukup sibuk, jika kau memintaku untuk tetap bersamamu."
Carrie menoleh ke arah Ally, lalu memutar mata dan di detik kemudian senyum miring terbit di wajah cantiknya. Sesuatu yang ternyata berhasil mengintimidasi Ally.
"Lihat dan jelaskan padaku," titahnya singkat, sambil memberikan ponsel mahal itu ke tangan Ally dan menggantinya dengan sekaleng soda.
Ally bergerak gelisah, saat tangannya terpaksa harus menggenggam benda pipih tersebut. Layarnya menyala, menampilkan sebuah laman artikel yang tidak asing lagi bagi Ally. Kedua kaki gadis itu mengetuk-ngetuk lantai, bersamaan dengan kedua netra sedang membaca judul besar secara berulang-ulang.
Harry Stonner, Pebisnis Muda Yang Menjadi Sorotan Media
Setelah berhasil membeli sebuah pulau pribadi untuk yang ketiga kalinya, saat ini pebisnis muda sekaligus CEO dari Stonner Group kembali menarik perhatian.
Tepat tanggal 12 Desember, Harry Stonner kembali mengeluarkan uang sebanyak 65 juta Dollar AS untuk membeli pesawat jet pribadi Gulfstream G650ER berkapasitas 8 orang. Hal dilakukan sebagai hadiah natal untuk adik semata wayangnya, Gabriella Stonner.
Selain itu, Harry Stonner juga mengeluarkan 80 juta Dollar AS untuk disumbangkan ke daerah miskin di Afrika, dalam rangka memperingati kematian kedua orangtuanya.
"Dia pria yang sangat tampan, bukan?" tanya Carrie, setelah beberapa menit membiarkan Ally membaca artikel tersebut, sembari menghabiskan minuman sodanya. Gadis itu meletakkan kedua sikut di atas meja, dia mencondongkan sedikit tubuhnya, hingga kini terlihat cukup dekat untuk mengamati reaksi sahabat polosnya ini.
Seperti dugaan Carrie, Ally terbatuk oleh salivanya sendiri lalu memukul-mukul pelan dadanya setelah meletakkan ponsel milik gadis itu. Ally tidak suka mendapat perlakuan yang terlalu intens. Hal tersebut bisa membuatnya salah tingkah, hingga tersedak dan kebiasaan ini membuat Carrie tahu bahwa Ally sedang menyembunyikan sesuatu.
Sayangnya, Carrie tidak tahu jelas apa yang sedang disembunyikan Ally, selain fakta bawa gadis itu telah diselamatkan oleh pria nomor satu di Las Vegas.
"Relax, Ally." Carrie mengusap tangan kanannya di punggung Ally. "Aku yakin kau pasti sudah mencari segala informasi mengenai Harry Stonner dan betapa beruntungnya kau karena sesungguhnya, aku sempat merasa iri hingga berharap bisa menggantikan posisimu, agar aku memiliki kesempatan berkenalan dengannya."
Carrie memang memiliki selera lelaki yang lebih tua dan Ally lumayan tidak peduli. Namun, untuk kali ini dia menaruh rasa prihatin karena Carrie berharap berada di posisinya. Padahal hidup Carrie jauh lebih baik, daripada Ally.
"Jangan sinting, Carrie." Ally menggeleng pelan, "Dia terlihat lebih cocok menjadi paman, daripada seseorang yang harus dikencani oleh remaja seusia kita."
"Paman yang terlihat sangat tampan, seksi, dan kaya raya selalu berada di daftar terdepanku." Carrie memasang tampang cemberut, terlihat tidak setuju dengan pendapat Ally barusan. "Kau tidak tahu saja dan agar kau tahu manfaatnya, kenapa tidak mencoba saja? Kau seharusnya merasa beruntung karena Mr. Stonner menolongmu, karena sepanjang kariernya tidak ada satu pun gadis yang berhasil menarik perhatiannya."
Dewi batin Ally seketika mengangguk. Sejak pertemuan pertama mereka; Ally dan Harry di apartemen Miss Ziggy--saat itu Ally sedang bekerja sebagai pengantar makanan di Fortune's Rockets--gadis itu tidak pernah menyangka bahwa salah satu customer-nya adalah Harry Stonner. Hal tersebut pun tentu meninggalkan kesan pada Ally, terutama pada malam hari setelah dia selesai dengan seluruh pekerjaannya.
Di mana ketika di dalam kamar, Ally mencari tahu segala hal mengenai Harry Stonner, lalu jantungnya pun turut berdebar kencang. Sampai pada akhirnya, sesuatu berhasil menuntun jemari Ally untuk melewati celah celana dalamnya.
"Persetan, Ally." Carrie masih terus berbicara, meskipun Ally lebih banyak diam. "Dia hot dan kau tidak bersyukur, karena menolak kesempatan untuk kenal dengannya. Maksudku, mengapa kau diam saja di saat banyak gadis yang ingin berada di posisimu!"
"Seriously, Carrie." Ally mendesah frustrasi. Dia harus segera pergi menghindari Carrie, jika tidak ingin menjadi bahan gosip teman-teman sekolahnya. "Tidak ada yang spesial, selain lebam di wajahku. Apa yang terjadi semalam, tidak seperti pikiranmu," ujar Ally lalu segera bangkit dan membuang kaleng kosong ke dalam tempat sampah. "Aku harus segera pergi. Pekerjaan sedang menunggu di Fortune's Rockets."
Tidak ingin memperpanjang obrolan bersama Carrie, secara halus Ally terpaksa mengusir gadis itu. Dia mengambil tas punggung yang tersandar di kaki kursi lalu menyampirkannya ke bahu kanan, dan bersiap untuk pergi. Namun, tangan mungil Carrie menahan lengan Ally.
"Sorry, Ally." Carrie tersenyum lebar. "Kurasa kau lupa bahwa hari ini, jam kerjamu dimulai setelah makan siang dan kau sudah berjanji akan menemaniku ke bengkel Daniel," ujarnya yang membuat suasana hati Ally memburuk tiba-tiba.
Ally benar-benar lupa, bahwa dia memiliki janji untuk menemani Carrie memperbaiki mobilnya di bengkel Daniel. Saat itu Ally baru pulang setelah lembur bekerja di Bar Sienna Waters, lalu Carrie menelepon dalam keadaan mabuk dan mengatakan bahwa gadis itu mengalami kecelakaan.
Kecelakaan dalam arti yang sesungguhnya sebab Carrie menabrak pagar rumah seseorang, hingga dia harus mengganti rugi perbaikan serta mobilnya sendiri.
"Kau tahu Carrie," kata Ally berusaha setenang mungkin, agar Carrie tidak mengendus sesuatu yang disembunyikannya. "Pekerjaan yang terlalu banyak membuatku lelah dan akhirnya sering memberikan efek lupa."
"Oh, baiklah. Itu bukan masalah besar, jika saja kau bersedia berkencan dengan Mr. Stonner."
Ally menoleh ke arah Carrie, dia sekarang bersandar pada dinding lorong kecil antara kamarnya dan kamar sang ibu yang terhubung dengan dapur, serta ruang tamu. "Kau serius?" Kedua netra Ally membesar. Gadis itu paham maksud Carrie. Berkencan dengan lelaki kaya adalah salah satu cara, jika ingin hidup berkecukupan.
Gadis itu menggeleng pelan. Dia meneruskan langkah menuju ruang tamu dan Carrie mengikuti, dari belakang. "Aku sudah terbiasa dengan kerasnya kehidupan, jadi semua ini tidak ada apa-apanya,"
Sesuai dugaan Ally, ibunya memang tertidur di sofa ruang tamu berwarna ungu pucat. Botol-botol anggur kosong berjajar tak keruan di atas meja, di antara sofa dan TV yang juga masih dalam keadaan menyala.
Ally berhenti sejenak, lalu seperti biasa masuk ke dalam kamar ibunya untuk mengambil selimut dan menyampirkannya di atas tubuh wanita itu. Kemudian membereskan botol-botol kosong tersebut serta mematikan televisi.
Carrie sudah menunggu di teras rumah, saat Ally baru saja selesai mencuci tangan dan mengelapnya pada bagian paha celana jins, hingga meninggalkan sedikit jejak basah.
Dari sudut Ally memandang, Carrie tampak berdiri menyamping di teras, sembari memeluk tas tangannya.
Dan seperti bukan Carrie, dia terlihat tidak bergerak sedikit pun.
Tidak pula menggigit-gigit karena tengah menunggu Ally.
Yang ada gadis itu justru memberikan ekspresi terkejut hingga rahangnya siap terjut bebas, dan beberapa kali Carrie melirik ke dalam rumah Ally bersama reaksi yang mengundang rasa penasaran.
"Ada apa?" Ally bertanya sembari menepuk pundak Carrie, setelah mengambil langkah lebar ke arahnya.
Carrie tidak langsung menjawab, melainkan hanya melirik ke arah Ally. Hal yang membuat Ally mengikuti arah pandangan Carrie dan kedua netra abu-abu itu menemukan, sesosok pria berambut hitam, memiliki tulang rahang yang tegas dengan kedua mata khas Asia.
"Excuse me, Sir. Apa kau ...." Ally tidak mampu melanjutkan ucapannya, terutama saat pria asing itu menoleh ke arah mereka berdua, dan membungkukkan sedikit punggungnya, sebagai tanda penghormatan.
Demi Tuhan! Ini adalah perilaku yang berhasil membuat suasana menjadi canggung.
"Saya Park Seokjin, supir pribadi Mr. Stonner dan dia meminta saya untuk mengantar Anda ke mana pun yang Anda inginkan hari ini," katanya yang sungguh membuat Ally kebingungan setengah mati, akibat mendengar perintah yang sungguh di luar dugaan.
Belum lagi ketika Park Seok Jin memberikan sebukat bunga mawar merah berukuran besar, ke arah Ally. Hal itu semakin mengejutkan Ally, terutama setelah mengetahui siapa pengirimnya dan ....
Pertanyaan-pertanyaan mulai memenuhi benak Ally, termasuk salah satunya adalah 'APA YANG SBENARNYA MR. STONNER LAKUKAN?!'
***
Chapter ini menurut kalian?
Masih mau baca kelanjutannya, gak? Next chap Ally bakal dipertemukan dengan Harry.
Sejauh ini apa kalian suka sama ceritanya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top