9
"Masih belum bisa?" tanya Lee Yowon pada sang suami yang masih berusaha untuk menghubungi putra bungsu mereka.
Sebelumnya Kim Namgil menghubungi Changkyun menggunakan ponsel Taehyung karena berpikir bahwa si bungsu tidak akan mengabaikan panggilan dari sang kakak. Namun setelah beberapa kali mencoba menggunakan ponselnya juga, Changkyun tak kunjung menerima panggilan itu.
Kim Namgil menurunkan ponsel dari samping telinga sembari menyahuti sang istri. "Dia tidak menjawabnya. Sebenarnya pergi ke mana anak ini?"
Kim Namgil menjatuhkan perhatiannya pada Taehyung yang tetap berbaring di ranjang seperti sebelumnya. "Adikmu benar-benar tidak mengatakan jika dia ingin pergi ke suatu tempat."
"Dia hanya mengatakan akan menyusul Ayah dan Ibu."
Mendengar hal itu, semakin besar perasaan khawatir Kim Namgil dan Lee Yowon. Akan tetapi keduanya tak ingin berpikiran buruk tentang putranya.
"Mungkinkah dia pulang lebih dulu?" Lee Yowon mengutarakan satu dari sekian kemungkinan.
Taehyung menyahut, "anak itu sangat ceroboh, mungkin dia meninggalkan ponselnya di suatu tempat."
"Baiklah, kalau begitu aku akan pulang dan memastikan keadaan Changkyun. Jika dia kembali, segera hubungi aku."
Lee Yowon mengangguk. Dan setelah membuat kontak mata dengan Taehyung, Kim Namgil meninggalkan ruangan itu. Bergegas meninggalkan rumah sakit, kala mobil ayah dua anak itu meninggalkan area parkir, sebuah ambulan terdengar mendekat. Mobil Kim Namgil dan ambulan tersebut bersisipan di pintu masuk rumah sakit.
Beberapa petugas medis berbondong-bondong keluar untuk menyambut kedatangan ambulan. Dan begitu ambulan berhenti, mereka bergegas mendekat.
"Buka pintunya!" ujar seorang dokter.
Petugas ambulan bergegas turun dan membuka pintu bagian belakang sembari berkata, "seorang siswa SMA terluka di bagian kepala, dia mengalami pendarahan yang cukup serius."
Brankar diturunkan, dan pemuda yang terbaring di sana adalah Kim Changkyun. Tak ada siapapun yang menemani pemuda itu, hanya para petugas medis yang menemaninya sejak meninggalkan sungai Han. Para petugas medis bergegas membawa Changkyun memasuki bangunan rumah sakit dan segera memberikan pertolongan kepada pemuda itu.
☆☆☆☆
Malam itu Kim Namgil sampai di rumahnya. Namun mendapati lampu di dalam rumahnya yang masih padam, pria itu meragukan jika putra bungsunya ada di rumah. Kim Namgil bergegas masuk ke rumah dan menyalakan lampu di ruang tamu.
"Changkyun ... kau ada di rumah?"
Kim Namgil memandang rak sepatu dan tak menemukan sepatu milik Changkyun. Sebenarnya hal itu sudah cukup dijadikan sebagai bukti bahwa pemuda itu memang belum pulang, tapu Kim Namgil memilih untuk memeriksa seluruh penjuru rumah sebelum meyakini bukti kecil itu.
"Kim Changkyun." Kim Namgil membuka pintu kamar Changkyun dan mendapati ruangan kosong yang masih rapi.
"Dia tidak pulang? Lalu ke mana perginya anak ini?" gumam Kim Namgil.
Sejenak bergeming dan mempertimbangkan apa yang akan ia lakukan setelah ini, Kim Namgil kemudian kembali ke bawah. Dalam perjalanan ia mengeluarkan ponselnya, berniat menghubungi istrinya. Akan tetapi saat itu sebuah panggilan dari wali kelas Changkyun berhasil membuatnya terheran karena sang guru menghubunginya di luar jam sekolah.
"Park Ssaem?" tegur Kim Namgil begitu telepon tersambung.
"Oh? Pak Kim, maaf aku menghubungi Pak Kim pada malam hari seperti ini." Suara Park Ssaem terdengar sedikit panik.
"Tidak apa-apa, Park Ssaem bisa mengatakan apa yang ingin Park Ssaem sampaikan."
"Begini ... bisakah Pak Kim pergi ke rumah sakit sekarang?"
Langkah Kim Namgil terhenti begitu sampai di ruang tamu. "Rumah sakit? Ada masalah apa ini sebenarnya, Park Ssaem?"
"Aku menyesal harus mengatakan ini. Kim Changkyun putra Pak Kim baru saja terlibat kecelakaan ..."
Batin Kim Namgil tersentak, seakan petir tiba-tiba menyambar di waktu damainya. Bagaimana mungkin putra yang ia cari saat ini justru berada di rumah sakit. Kim Namgil kemudian bergegas keluar dari rumah dengan langkah yang terburu-buru, ia bergegas kembali ke rumah sakit. Dan sesampainya di rumah sakit, pria itu menghampiri bagian informasi untuk mengetahui keberadaan putra bungsunya.
Sampai di lorong yang berada di depan ruang ICU, Kim Namgil melihat Park Ssaem yang berada di ruang tunggu. Dia pun bergegas menghampiri pria itu.
"Park Ssaem."
Park Ssaem yang menyadari kedatangan Kim Namgil pun lantas berdiri. Jelas terlihat kekhawatiran di wajah pria itu. Dan keberadaannya di sana adalah karena pihak kepolisian menghubungi dirinya selaku guru yang bertanggungjawab karena ia adalah wali kelas dari Changkyun.
"Apa yang terjadi pada Changkyun? Anak itu baru beberapa waktu yang lalu masih bersama kami?"
Park Ssaem terlihat gelisah karena merasa bahwa Kim Namgil tidak mengetahui apa yang sebenarnya telah dilakukan oleh Changkyun.
"Begini, Pak Kim. Aku juga merasa terkejut saat polisi tiba-tiba menghubungiku. Mereka mengatakan bahwa Changkyun terluka saat terlibat perkelahian antar pelajar di sungai Han."
Kim Namgil terperangah, tentu saja apa yang ia dengar terasa tidak masuk akal karena beberapa waktu yang lalu ia masih melihat putra bungsunya berada di sana dalam keadaan yang baik-baik saja.
"Perkelahian antar pelajar? Tunggu sebentar, Park Ssaem. Changkyun kami baru beberapa waktu yang lalu ada bersamaku, tapi kenapa Park Ssaem mengatakan bahwa putraku terlibat perkelahian?"
"Itulah yang aku dengar dari pihak kepolisian, Pak Kim. Beberapa murid juga telah diamankan."
Kim Namgil berada di dalam kebingungan. Ia sempat berpaling dan menekan keningnya hingga ia memutuskan untuk mengabaikan semua fakta yang ada dan hanya fokus kepada kondisi putranya.
"Lalu sekarang bagaimana keadaan putraku?"
"Untuk hal itu aku juga belum mengetahui pastinya, Pak Kim. Saat aku datang, mereka sudah membawa Changkyun masuk."
Pembicaraan keduanya terinterupsi oleh suara pintu yang terbuka. Menyadari hal itu, keduanya bergegas menghampiri seorang dokter yang keluar dari ruang ICU.
"Wali dari pasien?" tanya sang dokter.
"Aku, aku adalah ayah dari Kim Changkyun. Bagaimana keadaan putraku, Dokter?"
"Syukurlah, putra Pak Kim sudah melalui masa sulitnya. Tapi dia kehilangan begitu banyak darah. Selama dua puluh empat ke depan kami akan memantau kondisi putra Pak Kim. Untuk saat ini, pasien tidak bisa mendapatkan kunjungan."
"Tapi, Dokter. Apakah putraku mengalami luka yang serius?"
"Untuk saat ini kami belum bisa memastikan. Tapi kami tidak menemukan tanda-tanda adanya luka yang lebih serius. Kami akan terus memantau kondisi putra Pak Kim, dan karena itu kami memohon kerjasamanya."
Si dokter kemudian pergi setelah memberikan penjelasan. Dan setelah kepergian sang dokter, tubuh Kim Namgil perlahan merosot hingga ia bersimpuh di lantai dengan raut wajah yang terlihat begitu pasrah.
"Pak Kim." Park Ssaem turut menjatuhkan salah sartu lututnya di samping Kim Namgil dan menyentuh salah satu bahu pria itu.
Kim Namgil menghela napas dan berucap dengan putus asa, "kenapa harus putra-putraku. Kenapa harus mereka yang menanggung penderitaan ini. Aku ayah mereka, seharusnya aku yang lebih berhak berada dalam posisi mereka. Kenapa harus putra-putraku yang malang?"
Kim Namgil menunduk dalam. Kedua matanya terpejam dengan kuat ketika ia menahan diri untuk tidak menangis. Namun pada akhirnya ketika jemari itu menutupi kedua matanya yang terpejam, seorang ayah menangisi nasib buruk yang menimpa kedua putranya dalam waktu bersamaan.
"Kenapa ayah tidak juga memberi kabar?" komentar itu terucap oleh Taehyung. Semakin lama waktu yang digunakan untuk menunggu, maka kekhawatiran yang timbul semakin besar dan mengganggu batinnya.
Lee Yowon yang duduk di samping ranjang lantas meraih telapak tangan putranya yang dingin itu. "Ibu akan menghubungi ayahmu. Sekarang beristirahatlah agar kau segera pulih. Kenapa tanganmu dingin sekali?"
"Aku akan tidur setelah mendengar kabar Changkyun."
"Adikmu baik-baik saja, ibu akan menghubungi ayahmu sebentar."
Lee Yowon beranjak dari duduknya dan mengambil ponselnya yang tertinggal di atas meja. Di sana wanita itu menghubungi suaminya.
"Suamiku, bagaimana? Kau sudah bertemu dengan Changkyun?"
"Hmm." Kim Namgil menjawab pertanyaan Lee Yowon dengan sebuah gumamam. Namun suaranya yang sedikit sumbang sempat membuat gurat tanya terlihat di wajah wanita itu.
"Ada apa dengan suaramu? Kau baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja, mataku hanya baru saja kemasukan sesuatu dan itu membuatku hampir menangis."
"Kau ini ceroboh sekali."
"Changkyun ada bersamaku sekarang. Aku tidak akan datang, jadi kau harus menjaga Taehyung sendirian."
"Aku mengerti. Jangan lupa pastikan Changkyun makan malam dan juga jangan tidur malam-malam."
"Suruh Taehyung untuk segera tidur."
Pembicaraan Lee Yowon dan Kim Namgil berakhir dengan kebohongan kecil yang dilakukan oleh Kim Namgil pada istrinya. Lee Yowon kemudian kembali menghampiri putra sulungnya.
"Changkyun sudah ada di rumah bersama ayahmu. Sekarang tidurlah, ibu akan menjagamu di sini."
"Changkyun ..." Taehyung terlihat ragu. "Dia baik-baik saja, kan?"
Lee Yowon mengangguk. "Kau bisa melihat adikmu besok, sekarang tidurlah."
Lee Yowon membantu Taehyung untuk berbaring dengan lebih nyaman. Dan setelah memastikan bahwa putranya benar-benar akan tidur, wanita itu kembali ke sofa. Akan tetapi, mata yang sempat terpejam itu kembali terbuka setelah seseorang di sampingnya telah pergi.
Taehyung memandang langit-langit kamar. Bukan karena hari masih terlalu sore bagi dirinya untuk tidur. Tubuhnya terasa lemah dan benar-benar membutuhkan istirahat total. Akan tetapi hatinya masih menginginkan sesuatu. Ia tengah mengharapkan sesuatu dan hal itu membuat tubuhnya tak bisa beristirahat dengan tenang.
"Ada apa dengan perasaan ini? Aku ... merasa seperti telah kehilangan sesuatu?" bisik suara hati Taehyung yang tak akan bisa dicuri oleh angin malam yang membekukan malam gelap kala itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top