05 - Melarikan diri atau perduli.

HALO SEMUANYA! JANGAN LUPA IKUTAN BELANJA 8 BUKU GRATIS ONGKIR DAN DISKON 17% UNTUK SETIAP PEMBELIAN NOVEL DI SALINEL PUBLISHER YA! MULAI DARI TANGGAL 10 - 17 AGUSTUS 2020!  UNTUK NOVEL HEART LIKE YOURS JUGA BISA KALIAN BELI DI SANA! UNTUK INFO LEBIH LANJUT SILAHKAN DM GUE YA! TERIMA KASIH!

[ Repost! ]

-----


Frega menghela napas pelan, setelah menghadapi kedua orangtua nya sejak dua jam yang lalu membuat kepalanya sedikit sakit. Pusing, dan mau pecah! Itu yang sedang dirasakan oleh pemuda berumur 17tahun yang terkenal dengan kenakalan nya saat disekolah.

Gilang yang melihat wajah sahabatnya kusut menghampiri Frega, merangkul bahu orang yang lebih muda darinya menuju ruang santai tempat dimana ia, Iqbal, dan Chandra sibuk bermain PS. Frega yang dirangkul hanya bisa mengikuti langkah Gilang karena tidak ada tenaga jika ingin melawan orang yang tubuhnya sedikit lebih besar darinya.

Iqbal menyadari kehadiran Gilang dan Frega mem-pause game yang sedang ia mainkan dengan Chandra, sebelah alisnya terangkat saat Frega seperti mencari seseorang. "Kenapa lo?" Iqbal membuka pembicaraan disaat mereka ber-empat saling melemparkan tatapan.

"Biasa.." Frega melemparkan tubuhnya pada sofa panjang yang berada didekatnya. Chandra menepuk-tepuk kaki Frega agar menyisakan sedikit ruang untuknya agar bisa duduk disofa yang ditempati oleh pemuda jangkung itu. "Ah elah! Enggak! Udah enak kayak gini, lo duduk dibawah aja jangan rusuh."

"Yaelah, lo begitu amat sama gue.."

"Hayolo... Chandra ngambek, nanti dimarahin mama nya lo!"

Iqbal menyikut perut Gilang dengan sikunya, Gilang memukul bibirnya disaat menyadari perkataan yang dilontarkan salah lagi seperti tadi saat disekolah. 

"Kenapa mulut lo lang?" tanya Frega.

"Ga, maaf.. karena gue, lo jadi kena masalah sekarang." Ujar Gilang dengan kepala yang tertunduk, Frega menaikan sebelah alisnya karena bingung dengan tingkah satu orang yang biasanya terkenal dengan berisik, tukang makan dan tidak bisa diam.

"Entar dulu, jangan lo potong ucapan gue." Gilang meraup napas sebanya-banyak nya, menatap Frega dengan pandangan menyesal seperti seorang yang sudah mengambil barang mahal dipasar.

Untuk pertama kalinya mereka bertiga melihat tatapan menyesal dari seorang Gilang Pangestu, orang yang selalu membuat onar disekolah, orang yang suka mengganti bel istirahat dan pulang sekolah dengan berbagai lagu yang sudah pasti sering di dengar, terakhir kali Gilang mengganti bel pulang dengan lagu Via Vallen – Sayang. Membuat orang-orang tertawa sekaligus membuat me Gilang dan Frega di kejar-kejar oleh kepala sekolah.

Frega beranjak dari tempatnya merebahkan diri, berjalan mendekati salah satu sahabatnya itu lalu merangkul erat bahu Gilang. "Yaelah lang.. lo kenal gue sudah berapa lama? Santai aja kali, lagipula cuma masalah kecil doang jangan dijadiin beban."

"Ta,-"

"Udah lupain aja, ini enggak ada yang mau kasih selamat ke Ketua Osis ganteng idaman? Mumpung ada wakil ketua osisnya juga nih, ayolah sini peluk om!"

Gilang yang berada tepat disebelah Frega langsung memeluk erat sahabat, disusul dengan Iqbal, dan Chandra yang langsung menubrukkan diri mereka pada Gilang dan Frega yang sudah terbaring terlebih dahulu dilantai.

"AAAAA KANGEN KAYAK GINI GUE!" teriak Iqbal tepat disebelah telinga Gilang.

"IQBAL JANGAN TERIAK DIKUPING GUE, BAMBANG!!"

"GILAAANG! BERISIK! KUPING GUE SAKIT NIH!"

"FREGA! KUPING GUE PENGENG NIH, SUARA LO MASIH KAYAK TOA!"

Teriak mereka bersaut-sautan setelah itu mereka tertawa bersamaan disaat menyadari betapa bodohnya mereka berempat disaat sudah bersama seperti dulu. Ya, mau setampan apapun itu, senakal apapun mereka, setenang apapun mereka dihdapan orang lain, disaat mereka berkumpul maka akan tetap sama dan menjadi diri mereka yang sesungguhnya.

****

Tania memperhatikan wajah Azahra dari dekat. Azahra yang tertidur dengan lelap menurutnya sangat lucu dan menggemaskan, bagaimana kalau orang itu melihat perempuan yang dipinjamkan bajunya sedang tertidur seperti ini.

"Lucu banget sih ra."

"Abang gue pasti beruntung dapetin lo.."

Tania mengusap-usap rambut Azahra pelan takut-takut membangunkan perempuan yang tengah tertidur lelap saat ini. Ponsel Azahra yang berdering membuat nya cepat-cepat mengambil ponsel yang memang ia simpan didalam saku jaket hitam, lalu menjawab panggilan masuk.

"Halo, Assalamualaikum.."

Tania berjalan sedikit menjauh agar tidak membangunkan Azahra yang masih terlihat lelah karena kantung matanya yang menghitam. Menjauhkan sedikit ponsel dari telinga nya, Tania melihat nama Mas Riad pada layar ponsel.

"Iya kak, ini temen nya Azahra. Kebetulan Azahra lagi dirumah saya habis ngerjain tugas terus dia tidur.." Tania memilih duduk di karpet berwarna merah yang menghadap ke televisi dikamar nya. "Iya nanti saya bilangin ke Azahra, oke.. Waalaikumssalam.."

Tania menghela napas lega, sebelumnya ia berpikir akan dimarahi habis-habisan karena mengangkat telepon pada ponsel orang lain, ternyata tidak. Ia memilih menyambungkan kabel-kabel ps pada televisi, lalu memilih salah satu kaset yang menurut nya sangat seru untuk dimainkan di sore hari.

Di saat ia tengah serius dengan Playstation, pintu kamarnya terbuka lebar, memperlihatkan Gilang, Chandara, Iqbal, dan Frega yang membawa beberapa kotak makanan, camilan, dan minuman ditangan masing-masing. Tatapan Frega dan Chandra terfokus pada satu orang yang masih terlelap dengan selimut yang menutupi tubuh orang itu sampai batas bahu. Sedangkan Iqbal dan Gilang malah sudah duduk mengapit Tania yang berada ditengah-tengah.

"Duduk atuh lur.. berdiri terus kayak hansip lagi giliran jaga." Ejek Iqbal yang sedang memakan ayam tepung.

"Tau nih, tadi heboh mau kesini, pas nyampe sini malah berdiri di depan pintu."

"Tolong di jaga matanya, tolong pak Frega dan pak Chandra."

Frega mendengus, menarik salah satu tempat duduk lalu menempatinya. Chandra lebih memilih duduk diatas tempat tidur, tepat disebelah Azahra yang masih terlelap seolah tak terganggu oleh kehadiran empat sekawan.

"EEH! Lo pindah,pindah!"

"Yaelah, gue duduk disini doang.."

Tania bangkit dari duduknya, menghampiri Chandra lalu menarik tangan laki-laki itu kuat sampai menjauh dari area tempat tidurnya. "Kalo yang tidur disana itu Gilang, gak apa. Mau lo ketekin juga gue gak perduli!" Gilang mendengar itu dibuat tersedak kulit ayam yang sedang ia kunyah, membuat Iqbal yang berada disebelahnya reflek memberikan teko air es langsung ke Gilang.

"Diem kenapa sih kalian, gak lihat itu anak baru lagi tidur?" omel Frega karena ketiga sahabat dan satu adiknya bertengkar karena ulah Chandra. Mendengar hal itu, Chandra, Gilang, Iqbal dan Tania tertawa bersamaan membuat Frega menatap mereka dengan pandangan kesal. "Gak ada yang lucu asli, diam lo pada!"

"Taniaa..," mendengar suara itu, mereka berlima menatap kearah satu orang yang saat ini sedang menjauhkan selimut. "ini udah jam berapa..? gue mau pulang.."

"Laah? Enggak! Makan dulu, gue udah pesen makanan juga." Heboh Gilang melarang Azahra agar tidak pulang. "Makan dulu, pulang mah gampang, lo kalo enggak makan nanti di sangka temen lo pada pelit semua."

"Lang diem lang, ngoceh mulu kayak burung beo." Ucap Iqbal

"Tau nih Gilang, abis di empanin kroto ya?" Ucap Chandra

"Pacar siapa sih dia? Kok ada aja bentuknya begini." Ucap Tania

"Hmm.., dasar people. Buruan mending kita makan kalo kalian ngomong terus kita gak makan." Lerai Frega dengan wajah kesal menatap teman-teman nya. "Heh anak baru, ayo buruan lo mau makan apa enggak? Tidur mulu kayak kebo."

Azahra melempar jam tangan yang ada dimeja dekat tempat tidur tepat ke kepala Frega yang berdiri tidak jauh dari tempatnya, Frega yang terkena lemparan mengaduh saat jam tangan milik Tania mendarat di pelipis, mendapat lemparan seperti itu membuat Frega menatap Azahra yang ternyata sedang menatapnya dengan galak walaupun muka bantal masih mendominasi.

"Apa lo!"

"Dih, dasar anak baru, gue kakak kelas lo nih! Ketos juga!"

"Ya bodo, emang ini di sekolahan!"

"Ini rumah gue!"

"Emang yang beli rumah nya lo, kan bukan!"

"Yaudah sih, kan yang beli bapak-ibu gue!"

"Ya berarti bukan rumah punya lo, udah ah gue mau pulang."

"Makan dulu baru pulang lo!"

Iqbal, Chandra, Tania, dan Gilang masih sibuk menyaksikan perdebatan tanpa berniat melerai atau menghentikan perdebatan yang jarang Frega lakukan pada orang lain, karena pada dasarnya laki-laki itu memiliki sifat tidak suka berdebat apalagi memaksa oranglain untuk makan.

Chandra berdeham pelan. "Guys! men,-"

"DIEM!"

Gilang terkikik geli melihat wajah kaget Chandra yang di bentak oleh dua orang yang masih sibuk berdebat mendebatkan hal tidak penting. "Udah ah lama, nanti gue doaiin kalian jodoh lho kalo berantem terus." Kata Gilang seraya menyeret Frega keluar dari kamar Tania.

"Elah, gue belum selesai ngomong sama si anak baru itu lang! Lo mah ganggu aja, gue gak mau ngalah sama anak tengil kayak dia." Frega meronta saat kedua kaki dan tangan nya di gotong oleh Iqbal, Chandra, dan Gilang. "Awas lo besok! Urusan kita belum selesai ya anak baru!"

"Berisik! Gue gak denger, gue pake helm!" Teriak Azahra dari dalam kamar Tania.

****

"Assalamualaikum, Azahra pulang."

Azahra masuk kedalam rumah tepat pukul tujuh malam, suasana rumah yang selalu sepi membuatnya terkadang seperti sulit bernapas. Tangan kanan nya menenteng sepatu allstar berwarna putih, sedangkan di tangan kiri terdapat bingkisan makanan dari ibunya Tania memberikan kue redvelvet yang terbilang cukup banyak.

"Waalaikumssalam.., dari mana aja kamu hm?"

Pergerakan Azahra terhenti disaat mendengar suara bariton papanya yang sedang menuruni anak tangga. "Dari rumah teman yah, habis ngerjain tugas sekaligus ngerayaiin kakak nya yang kepilih jadi ketua osis tahun ini." Azahra berjalan mendekati papa nya lalu bersalaman. "Papa tadi enggak kesekolah kan? Azahra sudah kirim pesan tadi."

"Enggak, tadi papa ada rapat juga dengan petinggi dari beberapa perusahaan." Bima menepuk sofa yang ditempatinya, "sini kamu cerita pengalaman hari ini, papa penasaran."

"Emang nya penting ya pa, enggak menarik juga kalo kata Zahra."

"Eh.. kok gitu? Penting dong, kan papa juga mau perkembangan kamu disekolah."

"Perkembangan di kantor kali pa, udah ah.. Zahra mau ngerjain tugas gambar, goodnight pa." Azahra pergi menyimpan sepatu pada rak khusus dan berlalu pergi menuju kamar yang berada dilantai dua, tepat disebelah ruang kerja seorang Bima Adhi Prayogo, pengusaha sukses yang diam-diam selalu memperhatikan perkembangan kedua anaknya dari jauh.

"Papa tau kamu kecewa dengan papa yang jarang ada waktu untuk kamu, Riad, dan mama mu. Maafin papa..," Bima mengusap wajahnya kasar, "Dek, papa pergi dulu, ada yang harus papa ambil."

****

Sudah seminggu lebih semenjak pemilihan ketua osis di SMA Praditor terjadi, sudah seminggu juga laci meja milik Frega dipenuhi dengan surat dari beberapa orang dan juga makanan ringan. Frega mendengus, "Eh, kalian mau gak? Gue gak makan kayak ginian nih, soalnya gratis." Tawar Frega dengan mengangkat seplastik penuh makanan ringan yang sudah ia kumpulkan sejak datang tadi.

Teman-teman sekelasnya menghampiri Frega, ada juga yang menaiki meja dan berlari ke meja Frega agar mendapatkan makanan ringan. "Wooii!! Itu yang naik-naik meja kakinya minta dipukul pakai penggaris apa gimana!" teriak Anggita, salah satu kakak kelas yang kebetulan mencari ketua osis yang sedang dikerubungi oleh teman-teman nya.

Mendengar teriakan dari kakak kelas cantik, laki-laki yang ada dikelas berjalan menjauh dan malah sibuk mendekat ke arah Anggita yang memang memiliki beberapa 'fans' di kelas Frega.

"Woi, udahlah! Pacar gue jangan kalian kerubungin kayak gini, kalian kayak gak pernah lihat cewek cantik aja sih, heran gue." Vino Laksmono, laki-laki dengan tinggi 183cm, berkulit sawo matang, rambut yang disisir kebelakang memamerkan dahi yang di sukai oleh kaum hawa, adalah kekasih dari Anggita Kiranasati. Vino menghadang beberapa orang laki-laki yang ingin memofoto atau modus ingin bersalaman dengan kekasihnya. "Woi yang namanya Frega ketua osis jaman now buruan keluar dari kelas, kelas lo terlalu berbahaya buat gue dan pacar gue!" teriak Vino, Frega yang mendengar itu berjalan kearah pintu, mendorong beberapa orang yang menghalangi jalan nya.

"KETUA KELAS! URUS NIH ANAK BUAH LO!" Teriak Frega membuat beberapa orang yang berkerumun pergi menjauh dari area pintu. Vino yang melihat itu bernapas lega, berbeda dengan Anggita yang malah terkikik geli melihat ekspresi wajah Vino. "Ada apa nih nyariin gue, wahai kakak kelas hitz."

"Nanti kumpulin anak osis ke mushola jangan sampe gak ada yang dateng, gue mau ngadain acara buat nyambut ulangtahun sekolah." Ujar Anggita

"Terutama lo." Sewot Vino membuat Frega berdecak kesal melihat Vino yang ikut campur urusan nya dengan ka Anggita.

"Yaelah.., masih lama kali ka Anggit, gue masih sibuk ngurusin pendaftaran anak ekskul karate, basket, sama badmintoon nih jadi gue nyuruh si Sherly sama Nadhira."

"Emang nya Chandra kemana?"

"Oh iya, gue lupa kalo dia wakil gue. yaudah nanti gue kabarin, gue nyerahin proposal pengajuan dulu ke kepala sekolah, duluan lurr."

****

Harris dan teman-teman nya sibuk berlatih untuk perlombaan antar sekolah, perlombaan basket antar sekolah menjadi salah satu daya tarik yang paling kuat selain beladiri dan satu cabor (dibaca: cabang olahraga) bulutangkis yang sedang naik daun ditahun ini.

Fauzan menepuk lengan Harris saat Chandra, dan Frega memasuki ruang latihan indoor bakset. Harris mengarahkan pandangan ke pintu masuk dan menemukan dua orang yang sedang melihat latihan mereka semua, Harris muak dengan Chandra dan Frega, sangat.

"Ngapain lo kesini, bukan nya kita udah pernah ngomongin tentang kalian gak boleh kesini kecuali ada acara tertentu ataupun olahraga."

Sebelah alis Frega terangkat. "Tenang Har, gue kesini cuma mau kasih persyaratan kalian buat lomba besok." Chandra menarik napas dalam, Frega dan Harris yang berada disatu tempat yang sama memang membuat tekanan untuk beberapa orang. "Kalo lo masih kayak gini gimana tim lo mau menang? Eh gue lupa, lo pernah menang.." sudut bibir Frega menampilkan senyum mengejek. "tapi itu dulu, sewaktu gue, chandra, gilang, dan iqbal ada di tim lo, atau bisa gue bilang tim gue?" Frega tertawa, "gue bercanda, untuk lo pada anak baru.., selamat dateng di tim basket gue, eh maksudnya Harris."

Harris mengepalkan tangan nya erat, "Itu formulir lo semua, udah di isi jadi gue harap kalian bisa menang dan gak nyia-nyiaiin anggaran yang udah sekolah berikan buat kalian. Gue pergi dulu lur, ayo Ndra." Frega memberikan map berwarna merah pada Dio yang memang berlatih disana.

Frega menghela napas panjang, ia benci mengatakan hal seperti tadi pada Harris tapi hal itu memang harus ia katakan agar Harris lebih bersemangat lagi dalam perlombaan dan bukan malah menjadikan ekskul basket semata-mata untuk ajang gengsi. Apa yang ia ucapkan tadi tidak sepenuhnya salah, karena duluia memang menjadi bagian dari tim itu, tetapi karena suatu hal, ia dan teman-temannya dikeluarkan dari tim.

"Lo gak merasa keterlaluan?" Tanya Chandra setelah mereka pergi jauh dari ruang latihan indoor. Frega terdiam sejenak, didalam hati ia berkata tidak, "enggak, gue memang harus mengatakan hal itu. Lo nanti pergi ke ruang osis ikut rapat sama kakak kelas, jangan tanya kenapa, lo ikutin aja apa kata gue."

"Gue gak mau, kalo alesan lo gak ikut rapat karena emosi atau keinginan lo doang mending lo mundur jadi ketua osis, karena anggoa osis gak butuh ketua yang lepas tangan."

Chandra pergi mendahului Frega menghampiri beberapa anggota osis yang memang ingin ke ruang rapat. Mengusap wajahnya kasar, Frega berjalan cepat menuju rooftop salah satu tempat yang memang membuatnya tenang, pikiran kacau dan emosi nya yang tidak bisa diajak kompromi memang bukan suatu hal yang bagus.

Azahra yang baru keluar dari toilet melihat Frega berjalan terburu-buru pun diam-diam mengikuti kemana laki-laki itu pergi. Di dalam hatinya bertanya kemana Gilang, dan Iqbal kenapa Frega pergi dengan buru-buru terlebih dengan tangan yang mengepal. Menaiki satu persatu anak tangga, Azahra sebisa mungkin menjaga jarak agar tidak terlihat oleh Frega, namun sepertinya hari ini dewi fortuna sedang tidak berpihak padanya karena orang yang ia buntuti bersembunyi lalu menemukan nya sedang terkagum-kagum dengan bentuk asli rooftop yang terkesan sangat hijau untuk bagian atas gedung sekolah.

"Gue yakin lo gak ada urusan disini, tapi kenapa lo ikutin gue?"

Azahra membalikan tubuh menghadap Frega yang berda dibelakang nya. "Ah lo.., jadi gue ketahuan ya?" Mengusap punggung leher, Azahra terkekeh kecil. "gue cuma penasaran kenapa lo sendirian, ditambah gue lihat lo sejak tadi keliatan banget kayak ngatur emosi lo."

Frega memilih duduk di kursi kayu dekat pot yang ditumbuhi oleh bunga. "Gue gak apa, lebih baik lo pergi karena keberadaan lo disini sangat-sangat gak dibutuhkan."

"Kalo gue gak mau gimana? Nih Gilang, Iqbal, sama Tania nyariin lo. Jadi harus gue bilang kalo lo lagi disini atau gue bilang nggak tau? Gue tau kalo lo butuh tenangin diri kan." Azahra duduk di kursi kayu yang berada didepan Frega.

"Terserah lo, lo urus ajalah."

"Okeee, kalo gitu gue bilang lo lagi di rooftop."

"Lo anaknya siapa sih, kok bodoh banget."

"Ya tadi lo bilang terserah gue."

"Kalo cewek bilang terserah kayaknya sulit banget ngeartiin apa yang dimaksud 'terserah' tapi kenapa kalo gue yang bilang 'terserah' malah lo ambil keputusan seenak jidat sendiri?"

"Ya karena lo bukan cewek," Frega mendelik kesal membuat Azahra tertawa geli. "bercanda, gue bilang gak tau.. jadi mereka bakalan cari-cari lo." Azahra berhenti tertawa, pandangan nya menatap Frega teduh. "Lo kenapa, cerita sama gue.. gue penjaga rahasia yang baik."

"Apaansih, kepo banget lo jadi manusia! Gue gak ngapa-ngapa, gue cuma mau menyendiri tapi malah lo ganggu."

"Yakin gak mau cerita? Ya suka-suka dong, sebagai ucapan terimakasih karena waktu hari pertama gue masuk lo pinjemin seragam ke gue."

"Seragam?"

Azahra mengangguk.

"Gue gak pernah pinjemin seragam gue ke lo, jadi jangan keGe'eran karena lo udah tau Tania dan sahabat gue udah baik ke lo."

"Tapi.., serius bukan lo yang pinjemin seragam ke gue?"

"Atas alasan apa gue pinjemin baju gue ke lo? Emang nya ukuran baju nya apa?"

"Karena lo kasihan, mungkin." Azahra mengingat ukuran seragam yang pernah ia kenakan. "Ukuran baju lo sendiri apa emangnya?"

"M, ukuran baju gue."

"Itu juga sama M!"

"Woy, ayolah.. yang punya seragam M itu bukan gue doang, seragam gue ada tanda nya nih!" Frega menunjukkan tiga coretan dua spidol hitam, bagian tengah nya terdapat spidol berwana merah di lengan baju paling bawahnya. "Kalo seragam yang lo pakai itu punya gue pasti ada tandanya, mau itu seragam baru atau enggak."

"Ada! Spidol biru, merah, terus hitam. Dia ada tiga coretan yang sama kayak seragam milik lo! Wangi seragam itu mirip sama parfum yang lo pakai sekarang."

Frega tersenyum kecil, beranjak dari tempatnya duduk. "Gue mau ke ruang rapat, lo kalo masih mau disini yaudah disini aja.., jangan punya niatan lompat, ini lantai paling atas." Berbalik badan, Frega berjalan menjauh dari Azahra yang masih terdiam ditempat nya duduk.

Azahra menghela napas panjang, ponsel disakunya bergetar tanda panggilan masuk. Mengambil ponsel, menggeser tombol hijau, azahra mendekatkan ponsel kearah telinga.

"Waalaikumssalam, kenapa ta?"

Hembusan angin membelai lembut wajah Azahra, membuat perempuan itu reflek memejamkan mata. "Gue di rooftop, kenapa?" Suara deru pesawat terdengar melewati gedung sekolahnya, seolah menggerakan pesawat jari telunjuknya tergerak maju mengikuti arah pesawat itu terbang. "Iya, bawa makanan ya.. gue laper, terus gue juga mau tanya soal seragam yang waktu itu lo pinjemin ke gue."

"Oke sayang kuuu.., muaah hahahahahaha"

****

Tania berlari sepanjang koridor melewati banyak siswa yang berjalan berlawanan arah dengan nya, seolah tidak ada yang bisa menghentikan nya yang saat ini sedang khawatir dengan Azahra, rasa takut nya memang mudah mempengaruhi pikiran nya, katakan ia terlalu membawa perasaan dalam hidupnya, karena itu memang benar.

Menaiki anak-anak tangga menuju satu tempat dimana Azahra berada. Perasaan nya sejak tadi memang tidak baik, entah siapa yang sedang berada didalam keadaan paling buruk, tadi ia sudah bertemu dengan sang kakak yang ternyata sedang melakukan rapat bersama teman-teman nya, Gilang sibuk diruang ekskul musik bersama Iqbal dan yang lain guna berlatih untuk acara ulangtahun sekolah, tinggal satu orang lagi yang membuat Tania takut setengah mati, Azahra.

Tania sampai dilantai paling atas di gedung sekolah ini, "AZAHRA!" teriak Tania kencang membuat Azahra berbalik badan dan membuat azahra tertawa kecil karena melihat ekspresi wajah Tania yang bisa dibilang berantakan.

"Lo gak pa-pa kan?" tanya Tania, terselip rasa khawatir yang sangat besar pada Azahra membuat perempuan yang berada dihadapannya saat ini tersenyum lembut. "Lo gue tanyaiin malah senyum, udah gila lo ya!"

"Yaampuunn.., kenapa si ta? Gue gak apa kok, gue disini Cuma cari angin doang."

"Bohong! Lo disini sama siapa tadi?"

Mendengar hal itu, Azahra dibuat gemas sendiri melihat tingkah Tania yang panik. Menarik satu kursi kayu, kedua tangan nya menekan bahu Tania agar duduk di kursi yang sudah ada di belakang nya.

"Tadi gue disini sama abang lo, tapi abang lo malah pergi katanya ada rapat."

"Ngapain lo sama abang gue? dia gak ngelanjutin berantem minggu lalu yang dirumah gue itu kan?"

Azahra menggelengkan kepala, "Enggak, gue sama dia cuma duduk-duduk aja cari angin disini."

Tania menghela napas lega, tangan kanan nya terangkat mengusap kepala Azahra hati-hati, seolah Azahra adalah barang mahal yang mudah pecah. Napas nya tercekat, airmatanya membendung di kedua mata. Tania berkedip cepat membuat airmata yang sejak tadi ia tahan meluncur begitu saja membuat Azahra panik takut-takut Tania menahan sakit atau semacam nya.

"Lo kenapa ta?" Azahra menempelkan telapak tangan nya di dua pipi Tania, "lo sakit ya? atau gue nakal ya sampe lo nangis kayak gini?" tanya Azahra membuat Tania semakin menangis. "Taaa.., jangan nangis dong, sumpah maafin gue kalo gue salah, iya gue besok dan seterusnya bakal ijin ke lo kalo mau kemana-mana, udah jangan nangis nanti gue nangis. Ta.., udah jangan nangis, nanti gue dijewer Gilang terus kuping gue caplang gimana, kan nanti berabe kalo sampe gue dianggap anak sama orangtua nya Gilang."

Mendengar itu Tania tertawa kecil disela-sela tangisan nya, "Nah gitu doong ketawaa, udah ya jangan nangis gue gak mau jadi korban jeweran nya Gilang, nanti kalo gue jadi adeknya Gilang ribet mau ngeledekin dia, mending gua jadi adek lo atau adeknya Iqbal, ikhlas gue ta."

Tania memukul lengan Azahra pelan, Azahra mengeluarkan sapu tangan yang ada disaku baju nya, membuka lebar-lebar sapu tangan nya, lalu mengusap wajah Tania seperti mengusap kaca membuat Tania tertawa sekaligus marah-marah.

"Azahra! Gue tampol lo ya!"

"Hahahahaha, bodo gue gak takut hahahaha."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top