04 - Hari yang ditunggu-tunggu
[ Repost! ]
-----
Kemarin semua siswa maupun siswi sudah melakukan pemilihan kandidat paling kuat untuk menjadi jajaran pengisi Osis yang saat ini masih dipegang alih oleh bagian osis yang sebelum nya.
Elisa bersama teman-teman nya menyandarkan tubuh mereka pada tembok, sesekali mereka menggoda dan meledek laki-laki yang tampan dan orang yang tak pernah mereka lihat dengan kata-kata manis sekaligus menyebalkan, tak jarang juga mereka mengerjai adik kelas yang menatap mereka dengan penasaran.
"Menurut lo.. siapa yang bakalan jadi ketos tahun ini?" tanya Elisa keteman-teman nya saat mereka berada didepan kelas XI-IPS3.
"Chandra!"
"Tumben lo penasaran. Memangnya, menurut lo siapa yang menang Lis?" tanya Via
"Fre..ga?" jawab Elisa dengan aksen bertanya membuat ketiga teman nya tertawa, "Kok lo semua ketawa sih?"
"Ya.. habis nya, lo tuh kapan move on nya lis? Padahal kalo di inget-inget yang selingkuh itu lo, yang mutusin lo, yah.. masa lo sendiri yang gak bisa move on? Yah.. nanti reputasi lo sebagai cewek tercantik di sekolah anjlok gimana?" Tanya Firly dengan membalas senyum beberapa orang yang menyapa nya.
"Ya.. anjlok." Kata Elisa dengan tertawa pelan, "lagipula, gue lagi mau ngeluluhin manusia es, dia itu.. misterius, terkadang sifatnya manis, cuek, lucu, moodboster, baik, dan berakhir sama sifatnya yang biasa, triplek. Datar sedatar-datarnya," Firly mengangguk, pandangan nya terkunci ke dua orang yang sedang bercanda gurau dan melewati mereka begitu saja.
"Gil,-" belum Firly menyelesaikan ucapan nya, Elisa sudah berlari kearah Chandra dan menahan tangan laki-laki itu agar tidak berjalan bersampingan dengan Gilang sahabat dari mantan nya yang ia tinggalkan demi orang lain. "Lisa udah gila kayak nya, beneran dah.." Kedua sahabatnya menatap nya lalu mengangguk membenarkan perkataan Firly.
"Chan, nanti pulang bareng gue gimana?" Tawar Elisa dengan bergelayut manja di lengan kokoh Chandra, "Lo mau kan? Lo sudah janji sebulan yang lalu, kalo lo bakal ngeluangin waktu lo buat pergi bareng gue.. jadi sekarang aja ya?"
Chandra membulatkan bibirnya membentuk huruf 'O' sambil mengangguk-angguk kan kepalanya, "Gue sudah ada janji, mungkin besok?" Jawab Chandra membuat Elisa terdiam, Chandra sedikit tidak enak karena membuat perempuan disebelah nya sedih. "Gue usahaiin nanti, kalo gue bisa nanti gue ke kelas lo. Bye lis!" kata Chandra seraya melepaskan tangan Elisa yang masih berada di lengan nya dan berlalu pergi meninggalkan Elisa dan ketiga sahabat nya yang dibuat diam dengan sifat Chandra yang berubah-ubah.
"Cubit gue dong nis, kayak nya gue mimpi deh sekarang.." Gumam Via ke Anis yang tepat berada disebelah nya, Anis dengan senang hati mencubit kedua pipi Via sampai membuat Via berteriak kencang dan membuat Elisa maupun Firly tersadar dari lamunan lalu terpekik senang karena mendengar jawaban Chandra.
"GILA!!! GUE SENENG BANGET LY! VI! NIS! AAAAAA!!!" Teriak Elisa dan mengabaikan beberapa orang yang memperhatikan nya.
"Bukan teman gue kok!"
"Dia siapa si?"
"Gu-gue enggak kenal sumpah!"
Via, Anis, maupun Firly berjalan masuk kedalam kelas dan meninggalkan Elisa yang masih sibuk melompat-lompat kegirangan karena Chandra mengusahakan agar mereka berdua pulang bersama.
"Elisa!" Teriak salah satu anak laki-laki berpostur tubuh tinggi tegap, membuat Elisa reflek menengok kearah suara, "AWAS!!" teriaknya lagi, namun tubuh Elisa telah terlebih dahulu terhuyung kebelakang dan hampir menghantam lantai kalau Harris tidak bergerak cepat guna menangkap tubuh Elisa.
"Sa-sakitttttt!!" ringis Elisa merasakan kepalanya berdenyut nyeri.
"Sorry, gue enggak sengaja."
"Nggak sengaja pala lo!!"
Harris berdecak pelan, "Yang penting gue udah minta maaf ya, cantik." Mendengar kata cantik, kedua pipi Elisa bersemu merah membuat Harris tertawa kecil, "Yaudah buruan bangun, lo suka banget kayaknya gue pegangin kayak gini. Kode minta gue gendong apa gimana nih?"
"DIH OGAH!"
Elisa buru-buru berdiri, kedua kaki nya bergetar membuat salah satu tangan nya berpegangan pada tembok yang berada disebelah nya. Harris melihat perempuan yang berada didepan nya dengan wajah meledek walaupun sebetulnya terbesit rasa khawatir yang cukup besar didalam dirinya terlebih saat mengetahui kedua kaki perempuan itu bergetar.
"Lo yakin gak apa?"
"Yak,-"
Bruukk!
"Yahh.. pake pingsan lagi." Harris menggendong Elisa menuju ruang UKS agar perempuan itu mendapat penanganan dari anak PMR yang mengikutinya saat ini.
****
Iqbal duduk diatas motor yang terparkir tepat dibawah pohon yang rindang, sedikit mengurangi efek silau, sedangkan Frega, laki-laki itu malah tengah sibuk dengan ponsel yang berdering karena ibu tercinta mulai bertanya tentang siapa yang menjadi ketua osis tahun ini. Mereka berdua saat ini sengaja sedikit menjauhkan diri dari banyak nya antusias dari para kakak kelas maupun adik kelas yang sudah mulai sibuk bertanya dan menerka pada setiap guru.
"Frega! Gue punya kabar buruk nih buat lo!" seru Gilang yang tiba-tiba datang menghampiri Frega dan yang lain nya.
"Ada apaan si lang, dateng-dateng berisik!"
"Yeh, sewot aja lo!"
Frega menghela napas pelan, tangan kanan nya reflek menyentuh dahi nya yang berdenyut karena suara Gilang dan Iqbal yang berisik, ditambah lagi pertanyaan ibu nya yang menanyakan hal yang sama berulang kali. Seperti; Bang, siapa yang jadi ketua osis? Abang apa siapa? Cowok atau cewek?
"Lang diem!"
"Lo yang diem, dari tadi ngejawab gue mulu!"
"Tadi lo mau ngasih tau apa lang?" Tanya Frega sebelum perdebatan kedua sahabatnya semakin panjang.
Gilang menepuk dahi nya kencang, Iqbal mendengus kesal karena sifat Gilang yang mudah terpancing tadi. "Dasar Gilang, bocah ilang." Cibir Iqbal sambil tertawa.
"Berisik ah bal! Gue mau ngomong nih serius sama bebeb Frega."
"JIJIK!"
Gilang tertawa kencang mendengar jawaban yang dilontarkan oleh Frega, "Ah kamu mah begitu, biasanya juga kalau kita berdua kamu manggil aku, baby."
"Cih, babi kali."
"Nacap gan! Pas kena hati nggak lang?" ledek Iqbal kali ini dengan tertawa karena jawaban Frega yang sedikit menyakitkan bagi orang yang mendengarnya.
"Berisik lo bal!"
"Ngambekan!"
"Bodo."
"Lanjutin aja terus sampai gue jadian sama Barbara Palvin." Sewot Frega yang melihat kedua orang itu berdebat lagi.
Ddrrtt!
Frega melihat ponsel nya dengan wajah datar, melihat nama ibu nya yang mucul pada layar ponsel. Menggeser ikon berwarna hijau lalu mendekatkan ponsel ke telinga nya.
"Assalamualaikum, bu."
"Waalaikumsalam.. siapa yang jadi ketua osis er?"
"Eng,-"
"Frega! Celana nya dipakai dulu,"
"Celana? Kamu lagi ngapain emang nya er?"
"Lagi diparkiran bu, itu suara Iqbal iseng."
"Er! Rokok nya dimatiin dulu, sesek nih!" Frega menatap malas kearah Gilang, membuat laki itu tertawa terbahak-bahak karena berhasil mengerjai sahabat nya.
"Pulang nanti temuin ibu sama ayah, diruang kerja. Assalamualaikum!"
"Ta-tapi bu,-" Frega menghela napas, menggelengkan kepalanya. "Waalaikumsalam.." menyimpan benda kotak itu ke saku celana abu-abu dan berlalu pergi meninggalkan kedua sahabatnya dengan kerutan pada dahi masing-masing.
Iqbal turun dari motor yang sejak tadi ia duduki, lalu mengikuti Frega yang berada didepan nya. Gilang yang melihat itu menghela napas karena menyadari kesalahan nya barusan pun mengejar kedua sahabatnya yang sudah menghilang dibalik tembok kantin yang terhubung dengan parkiran sekolah mereka.
Frega menghela napas berkali-kali membuat beberapa adik dan kakak kelas yang bertemu dengan nya melemparkan tatapan bingung pada laki-laki yang sebelumnya terkenal dengan senyum menawan dikalangan perempuan disekolah itu.
Frega berjalan berbelok, niat ingin pergi menuju rooftop tempat dimana ia selalu menenangkan diri bersama yang lain nya.
Brruuk!
"Aish.."
Frega menggeram tertahan karena tidak mungkin ia memarahi oranglain karena emosi nya yang saat ini tengah tertahan.
"Berdiri." Kata Frega dengan suara yang lebih berat dibanding biasanya, membuat orang itu bangun lalu menatap Frega bingung. "apa?"
"L-lo.."
"Kalo nggak ada hal yang mau lo bilang ke gue, lebih baik lo pergi."
Frega melanjutkan perjalanan menuju rooftop tanpa memperdulikan perempuan yang bertubrukan dengan nya tadi. Disaat kaki nya baru menapaki tangga kelima, tangan kanan nya ditarik dari arah samping membuatnya mau tak mau menengok.
"Apa lagi? Lo minta gue gendong ke uks ha?"
"Seharusnya lo minta maaf ke gue!!"
"Yaudah, maaf." Kata Frega dengan menekan kata 'maaf' membuat kedua alis perempuan yang berada dihadapan nya menukik tajam. "Apalagi? Lepasin tangan lo, anak baru."
Frega melepas tangan perempuan dari tangan nya, lalu dengan sedikit berlari menuju rooftop. Azahra menatap punggung Frega cukup lama, sampai perempuan itu merasakan tepukan dibahu nya, spontan membuat Azahra menengok kearah belakang dan menemukan Iqbal tengah menatapnya dengan senyum merekah dibibir laki-laki tinggi itu.
"Eh, ada adek gue disini."
"Eh lo ternyata. Nyariin Frega ya?"
Mendengar pertanyaan Azahra sontak membuat sebelah alis Iqbal terangkat, dengan kepala yang sedikit dimiringkan ke arah kiri.
"Loh, kok lo tau? Cenayang ya lo?"
"Yeh, ngaco! Enggak mungkin lah gue cenayang, orang tadi dia nabrak gue sampai jatuh, terus dari wajahnya kayaknya dia lagi bete ya? apa emang muka nya jelek dari lahir? Terus ya, dia agak.. berbeda dari biasanya."
Iqbal terkekeh mendengar rentetan kata-kata yang Azahra lontarkan selain kemarin. Tangannya terangkat membuat Azahra memejamkan matanya erat,
Puk!
Telapak tangan Iqbal mendarat tepat diatas rambut nya lalu mengusap surai hitam Azahra pelan.
"Kenapa lo tutup mata?"
Lucu, pantesan dia langsung tertarik sama lo. Mulut gue sudah gatel untuk ngeledekin kalian berdua, tapi masih ada hal yang harus diselesaiin dulu.
"Gue kira lo mau nabok gue, mang."
"Ya kali, enggak lah.. gue kan sayang sama adek gue ini.."
Iqbal mendongakan kepalanya saat melihat bayangan tubuh Frega pada dinding yang terkena cahaya, sahabatnya yang bodoh itu pasti sedang menguping pembicaraan nya dengan Azahra saat ini, namun gengsi yang melangit itu membuatnya enggan turun lalu membaur.
"Gue enggak mau disayang sama lo, maunya sama.."
"Sama?"
"Chandra!!" Teriak Azahra saat melihat tubuh tinggi Chandra yang berada dibelakang Iqbal sedang menuju kearah mereka berdua, disebelah Chandra terdapat Gilang dengan wajah tak bersemangat seperti biasanya.
Brak!
Mendengar suara itu, sontak membuat ke-empat orang yang tengah berkumpul menengok kearah atas yang berarti rooftop. Mereka terdiam sejenak lalu berlari menaiki tangga bersamaan dengan firasat buruk dalam benak masing-masing, terlebih Azahra yang mulai sedikit khawatir tentang laki-laki yang baru ia kenal dan temui kemarin.
****
"Harris, lo lihat Chandra gak?"
Laki-laki yang dipanggil Harris tadi merotasikan matanya malas, pertanyaan yang sama dan terus diulang-ulang oleh perempuan yang kini tengah terbaring di brankar UKS sekolah mereka, bahkan ia sudah bosan bahkan hafal dengan pertanyaan yang membuatnya kesal. Mau bagaimanapun, Chandra dan Fregilma adalah musuh utamanya karena sesuatu yang tidak bisa ia lupakan.
"Enggak."
"Jawab yang bener dong, gue nanti kan mau pulang bareng Chandra. Masa dia enggak tau kalau gue sempat pingsan tadi.."
"Ya emang dia perduli sama lo? Berterimakasih kek lo ke gue, gue yang gendong 'badan' berat lo ke UKS tapi malah Chandra yang lo tanyain."
"Ihh kok lo marah sih?"
"Terserah."
Harris bangkit dari tempat duduk nya, membuka tirai yang membatasi satu brankar ke brankar yang lain disaat ia ingin pergi meninggalkan Elisa yang masih belum pulih sepenuhnya, ia mendengar suara lirih Elisa yang menyuruh nya agar tetap tinggal dan menemani perempuan itu sendiri dan membuatnya mengurungkan niatnya pergi dari UKS.
Laki-laki itu kembali duduk setelah menutup tirai pembatas, ia sadar saat dirinya ingin pergi lalu kembali duduk, Elisa menatap nya tanpa berkedip sedikitpun. Harris mendongakan kepala lalu menatap perempuan yang kini tengah melemparkan pandangan ke arah lain.
"Ngapain lo ngeliatin gue? lo laper?" tanya Harris dengan nada ketus.
"Apaan sih! Kepedean banget lo jadi manusia."
"Bukan kepedean, tapi kenyataan. Lo laper ya? bentar gue telepon sahabat gue dulu."
Harris mengambil ponsel pintar dari dalam saku celana, menekan salah satu kontak lalu menempelkan ponsel ke telinganya.
"Ih apasih, orang gue gak ma,-"
Jemari telunjuk Harris berada tepat dibibir tipis Elisa, sampai membuat perempuan itu terdiam dan menatap jemari dan wajah Harris bergantian. Harris yang menyadari tingkah konyolnya malah terkekeh pelan lalu mengedipkan sebelah matanya membuat wajah Elisa sedikit merona.
"To! Bawaiin bubur sama teh anget ke uks, sekarang."
Harris berdecak pelan, "Kita urus dia nanti, yang penting lo bawa makanan yang gue bilang tadi sekarang! Sekalian lo bilangin ke salah satu temen si jelek ini suruh ke uks jangan sibuk gosip di kelas."
Mendengar Harris menyebutnya jelek membuat Elisa mencebikkan bibirnya kesal, dan soal satu hal yang ia baru sadar tetang para sahabatnya yang tidak ada satpun di uks membuat hatinya sedikit tercubit.
"Buruan, udah ngambek nih orang nya. Gue takut dimakan hahahaha," kata Harris sedikit melirik Elisa yang saat ini tengah memelototi nya dengan wajah yang menurut perempuan itu garang, namun malah terlihat lucu di mata Harris.
"Nanti kita omongin sehabis pengumuman." Harris mengangguk kan kepala, tangan kanan nya mengusap punggung leher pelan."Oke, gue tutup dulu."
Harris membalikan tubuhnya menghadap Elisa dan menemukan perempuan itu kini tengah mencengkram lengan kanan nya. "Kenapa?" pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibir Harris.
"Kenapa lo masih baik ke gue?"
"Karena.."
"Karena?"
"Kepo."
****
Frega menatap panggung yang berada di aula utama sekolah tanpa minat, hatinya mengatakan kalau ia akan menjadi ketua osis untuk tahun ini dan akan menghabiskan waktu dengan rapat, menyusun acara, meladeni omongan dari orang-orang yang berada dalam satu organisasi, menjadi penengah, dan yang lain-lain.
Sherly yang duduk disebelah laki-laki bertumbuh tegap tinggi itu tersenyum kecil, menepuk lengan Frega pelan dengan mengucapkan semangat tanpa bersuara, membuat Frega menarik sudut bibirnya agar tersenyum kecil sebagai tanda terimakasih.
Gue malah berharap lo yang ngucapin hal itu coba, ah ada yang nggak beres sama gue!
"Semangat Chan! Lo pasti jadi ketua osis tahun ini!"
Mendengar suara itu, membuat Frega reflek menengok kearah belakang, menemukan perempuan itu tengah menyemangati Chandra yang saat ini tersenyum senang saat disemangati oleh orang yang Frega harapa menyemangati dirinya. Terkekeh pelan, ia menatap kearah panggung lagi dengan wajah datar.
Ddrrtt.
Frega mengambil ponsel dalam saku jaket, membuka kata sandi ponsel lalu membaca satu pesan masuk dari nomor yang tidak ia kenal sebelumnya.
From : 083151xxxxxx
Heh kambing! Semangat! Loyo amat kayak bunga enggak ketemu matahari. Buktiin kalau lo beneran jadi ketua osis seperti yang lo omongin waktu pertama kali ketemu. Enggak usah ngambek gitu dong, gue juga dukung lo kok ehehehe. Semangat ya mbing!
Ini, azahra ☺
Disaat membaca pesan itu, tanpa Frega sadari senyumnya mengembang begitu saja. Tidak seperti senyum yang ia berikan pada perempuan yang duduk disebelahnya, melainkan senyum tulus yang membuat hatinya menghangat seperti saat menerima paket pertama dari bibinya yang berada di Tokyo, hatinya menghangat, bahkan saat dulu ia berpacaran dengan Elisa pun hatinya tidak pernah sehangat dan sebahagia ini.
Ddrrtt.
From : 083151xxxxxx
Yah gak usah dilihatin terus dong pesan nya, sampai enggak denger gitu namanya dipanggil sama kepala sekolah wkwkwk, btw selamat yo mbing!
Frega mendongak kan kepalanya selepas membaca pesan yang mengatakan jika ia dipanggil oleh kepala sekolah dan benar saja, ia melihat pak Sofyan sudah berdiri diatas panggung dengan Chandra yang berada disebelahnya dan yang lain berdiri sedikit dibelakang bersama bu Ratna yang menertawakannya sekarang.
"Panggilan sekali lagi untuk Muhammad Frega Ardinanto diharap naik keatas panggung. Tolong jangan main ponsel sebelum semua ponsel bapak sita."
Frega yang mendengar itu buru-buru menyimpan ponsel ke saku celana lalu berjalan cepat menghampiri pak Sofyan, Chandra, dan yang lain nya yang sudah berdiri diatas panggung dengan senyum terbaik masing-masing. Frega melihat Iqbal, Gilang, Tania, dan Azzahra tertawa terpingkal-pingkal karena ulahnya saat ini.
"Frega!"
"Frega!"
"Frega!"
Seluruh siswi meneriaki namanya berulang kali membuat senyum yang tadi sempat terlihat merekah diwajah tampan itu seketika lenyap. Mata nya terpejam erat, telapak tangan nya mengepal erat sampai membuat buku-buku nya memutih karena eratnya kepalan tangan itu. Iqbal yang menyadari hal itu langsung berdiri lalu meneriaki nama Chandra dan dibantu oleh Gilang, Tania, dan Azahra yang tadinya sempat heboh meneriaki nama Frega.
Chandra yang melihat itu terkekeh pelan, trauma laki-laki yang berada disebelahnya masih ada dan tertanam begitu baik sampai membuat sahabatnya meneriakan namanya agar Frega tidak terlalu takut. Chandra menepuk bahu Frega pelan namun ditepis oleh Frega yang kini malah menatap orang yang berstatus menjadi rekan kerjanya dalam organisasi dengan tatapan tajam membuat Chandra menarik napas dalam-dalam.
****
"Assalamualaikum!"
Frega memasuki rumah bercat putih dengan wajah lelah, dibelakang nya terdapat empat orang yang sedang mengekorinya kemanapun dirinya pergi.
"Waalaikumsalam.." jawab dua orang yang baru saja keluar dari salah satu ruangan, napas Gilang dan Iqbal tertahan manakala melihat ibu dari Frega menghampiri mereka berdua.
"Frega, Gilang, Iqbal, ikut ibu sama ayah keruang kerja."
"Enggak usah bu, Frega aja yang keruang kerja. Ibu sama Ayah keruang kerja duluan aja, nanti Ega nyusul enggak lari." Setelah mengatakan itu, kedua orangtuanya pergi meninggalkan mereka berlima diruang tamu. Frega membalikan badan menghadap ke-empat orang yang menatap dirinya dengan pandangan yang berbeda-beda, pandangan nya terhenti pada satu orang yang memandang nya dengan pandangan teduh nan menenangkan hati dan pikiran nya sejak disekolah tadi.
"Kalian disini aja, nanti ada yang nganterin makanan kalian. Kalau enggak... terserah lah kalian urus aja, mau pesen ya pesen lah sana gue nggak perduli. Gue mau keruang kerja dulu."
Frega berjalan menuju ruangan yang dibilang oleh orang tuanya, Tania menghela napas panjang lalu berjalan menuju tangga, tujuan utamanya kamar milik nya yang berada dilantai dua, tepat disebelah kamar kakaknya itu.
"AZAHRA, IKUT GUE!" Teriak Tania membuat Azahra mengenjang kaget ditempatnya berdiri lalu berlari menyusul Tania yang sudah masuk kedalam kamar.
Gilang duduk disalah satu sofa single empuk berwara coklat, Iqbal melempar tasnya sembarangan lalu merebahkan tubuhnya pada karpet bulu, sedangkan Chandra, laki-laki itu memilih memandang sekitar karena sejujurnya ia merindukan rumah ini dan dua orang yang menyebut dirinya tadi sebagai ayah dan ibu.
"Lebih baik lo jelasin ke Frega, ndra." Kata Iqbal memulai pembicaraan, membuat Chandra menengok kearah Iqbal yang masih menutup mata. "Lo lihat kan tadi, Frega masih takut kalau disebut namanya bersamaan. Sama seperti tiga tahun yang lalu."
Chandra tersenyum, menundukkan kepala menatap lantai keramik itu dengan pandangan sendu. "Apa yang harus gue jelasin lagi bal? Toh dia enggak mau dengar apa yang gue jelasin dan malah sibuk melebur dengan ego dan amarah nya, kan?"
Gilang yang sadar situasinya mulai tidak baik pun mengalihkan nya dengan mengeluarkan PS yang ada di bawah tv layar lebar yang berada diruang tamu. "Udah, kita main PS aja lah yok! Tadi gue udah pesen ayam sama pizza banyak."
"Bahkan Gilang pun enggan buat ingat masalah itu, nanti saran lo bakal gue pikirin lagi bal, enggak ada salahnya buat mencoba nya lagi kan?"
"Eh bukan gitu ndra, gue enggak bermaksud."
"Santai aja lang, gue juga berusaha melupakan kejadian itu. Lagipula kalian juga mikir hanya Frega yang terpukul kan? Atau semua orang juga berpikir hal yang sama?"
"Eh, aduhh malah makin panjang. Enggak gitu ndra sumpah aslian!"
"Iya udah lang, santai. Kita main PS aja udah, yang kalah nahan napas dikolam renang belakang duapuluh menit."
"Astagfirullah.. jahad kamu ndra, pake D."
Sedangkan ditempat lain, Tania duduk diatas tempat tidurnya. Kedua tangan nya memeluk boneka beruang berukuran sedang berwarna coklat. Azahra yang duduk disebelahnya menatap bingung kearah Tania yang masih diam saja, padahal mulutnya sudah tidak tahan untuk bertanya banyak hal.
"Lo pasti bingung ya kenapa gue bisa disini?" Ucap Tania dengan kekehan kecil, Azahra mengangguk kan kepalanya membuat Tania tersenyum lalu mencubit kedua pipi teman nya itu kencang. "Gimana ya, gue bingung ceritaiin dari mana."
"Dari nama aja dulu?" interupsi Azahra.
"Oke, nama gue itu.. Tania Lianeta Ardinanto, kenapa gue enggak pernah nyebutin nama belakang gue, itu karena kakak gue yang bodoh itu nyuruh gue sembunyiin kalau kami itu kakak-adik. Iqbal, dan Chandra, mereka itu sahabat kakak gue sejak kecil, sedangkan Gilang mereka baru temenan sejak SMP."
"Kenapa enggak ada yang curiga? Padahal kan lo selalu bareng Frega?"
"Gue selalu bohong ke yang lain, gue bilang dia disuruh Gilang buat jemput gue atau kadang gue bakalan dijemput Gilang atau Iqbal."
"Tapi.. maaf ya Ta, kenapa tadi Frega nepis tangan Chandra?"
"Ah itu, gue enggak mau jawab.. biar mereka berdua aja yang jelasin ke lo, karena semua itu ada hubungan nya dengan Chandra yang menjauh dari Fregilma."
"Fregilma?" beo Azahra bingung.
"Frega Gilang Radiatama, sebetulnya Fregilmadra. Tetapi karena masalah itu, kak Chandra lebih memilih menjauh demi kebaikan kakak gue sendiri, sedih sih tapi mau gimana lagi."
"Apa ini ada hubungan nya sama cerita nya kak Iqbal? Eh entar dulu dong, Radiatama siapa?"
Tania berdecak pelan, tangan nya menoyor kepala Azahra, membuat perempuan itu memelototinya dengan bibir yang dicebik kan. "Radiatama itu Iqbal, bodoh... dan soal cerita itu, memang ada hubungan nya."
"Ahh.. ribet nih, tapi gue penasaran."
"Yaudah, penasaran nya disimpen dulu, mending kita tidur karena gue ngantuk ngedongengin lo barusan, hooam!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top