03 - Dua Sisi yang berbeda

Halo, untuk kalian yang ingin memesan cerita ini versi Novel, silahkan kunjungi salinelpublisher ! 

cerita ini sudah terbit di Salinel dalam bentuk Buku dan e-book! jadi jangan lupa untuk beli novelnya juga ya! terima kasih semuanya!

------

Frega duduk diam di lantai kamar nya, otak nya sedang berpikir keras bagaiamana caranya agar tidak mendapat banyak suara dalam pemilihan Ketua Osis, tetapi perkataan dari pak Sofyan terus berputar-putar di kepala nya membuat Frega mau 'tak mau harus memperkerjakan otak nya lebih dari biasanya.

"Abang! Makan dulu ayo, jangan kelamaan ngerem dikamar nanti gak punya pacar!" Teriak Ibu nya dari luar kamar.

Apa hubungan nya ngerem dikamar sama gak punya pacar?

"Iya bun! Frega pake baju dulu bentar."

Frega melangkah kan kaki nya malas-malasan ke lemari baju nya, mengambil baju lengan panjang berwarna putih lalu memakai nya sambil berjalan keluar kamar agar ibu nya tidak berteriak lagi dan membuat suara Ibu nya itu serak atau kotak suaranya habis, ergm. Abaikan yang itu.

Frega keluar dari kamar nya, saat berada di ruang makan Frega melihat pemandangan yang menyakitkan mata, karena kedua sahabat nya sudah duduk bersama ibu, ayah, dan adik nya di meja makan dengan wajah bahagia dan bersenda gurau, membuat wajah Frega kesal bukan main karena setiap sore hari kedua orang itu selalu berada dirumah nya, ralat. Bukan setiap sore, tetapi hampir setiap hari kedua sahabat nya berada dirumah nya dengan berbagai alasan untuk mendapat makan gratis dari Ibu nya yang terlalu baik, Ayah nya membiarkan saja, dan Adiknya malah senang-senang saja karena bertemu kedua sahabat nya.

"Bang.. Ngapain kamu masih berdiri disana? Kamu gak mau ngasih tau bunda sesuatu?" Mendengar hal itu membuat sebelah alisnya terangkat seolah balik bertanya 'emang gue buat masalah apa?' Frega duduk tepat disebelah adiknya, lalu menatap Ibu nya dengan pandangan penuh tanya dan heran. "Ohh.. jadi kamu mulai rahasia-rahasiaan sama bunda dan ayah sekarang?"

Bentar, apaan si? Gue nyembunyiin apaan? Gue nyolong duit adek gue? atau apaan? Gak mudeng gue.

Frega melihat kedua sahabatnya yang sibuk menahan tawa, adiknya pun melakukan hal yang sama karena melihat raut wajah Frega yang dibuat kebingungan oleh Ibu nya, ia menghela napas panjang. Ia sudah paham arah tujuan dari pembicaraan ini yang tentunya membuat kepala nya terasa sakit. Baru ia ingin membuka suara, Ayah nya sudah mendahului nya. "Jadi, tahun ini kamu menjadi salah satu kandidat Ketua Osis nak?"

Menghela napas panjang dan mengangguk, hanya itu yang bisa Frega lakukan. Satu fakta yang baru ia ingat adalah, Ayah nya bersahabat baik dengan pak Sofyan yang tidak lain tidak bukan adalah Kepala Sekolah di SMA PRADITOR.

"Itu bagus dong, berarti kamu dipercayaiin buat mengarahkan teman-teman kamu buat berprestasi! Walaupun bunda gak percaya sih kamu bisa, tapi kamu harus coba dulu bang!" Mendengar hal itu membuat Gilang, Iqbal, adiknya, dan Ayahnya menatap Frega kasihan karena ucapan super frontal dari Ibu nya sendiri. "Kok kalian diam? Bunda salah ngomong ya?"

"Ehem! Sudah-sudah, lebih baik kita makan sekarang dan membahas hal ini nanti setelah selesai makan. Ayah takut nanti meja makan patah jadi dua dan kita harus keluar uang lagi untuk membeli yang baru."

Iya, gue aja terus yang terpojok kan. Kalian semua yang nyuci gue yang jemur, eh salah. halah bodo amat! Kesel pangeran di pojokin mulu.

****

Azahra duduk dimeja makan seorang diri, tidak sebetulnya ada mbok Tiyem yang menunggu disebelah nya. Ia menengok ke arah mbok Tiyem, "Ibu duduk disini samping Ara sekarang, dan ibu juga harus makan!" bukan kalimat permintaan lagi yang terlontar, tetapi kalimat perintah yang artinya tidak bisa diganggu gugat.

"T-tapi no-," Azahra mendengus kesal saat mbok Tiyem ingin memanggilnya non yang artinya memang menganggap nya sebagai majikan dirumah ini, dan Azahra benci itu karena dikampung sana lebih tepat nya dirumah nya ada juga yang mengurus rumah seperti mbok Tiyem dan dilakukan seperti keluarga oleh nya, Riad, dan mama nya.

"Jangan panggil non, ibu mending duduk dulu." Azahra meraih tangan mbok Tiyem dan menariknya pelan agar duduk di bangku sebelahnya yang kosong di meja makan yang besar. "ibu, kalo manggil anak ibu pakai panggilan apa?" tanya Azahra, sejenak menunda acara makan nya dulu agar lebih akrab dengan mbok Tiyem karena saat kemarin ia datang ke Jakarta, ia tidak bertemu dengan mbok Tiyem karena beliau pulang ke kampung nya untuk mengurus anak nya yang katanya sakit.

"Kalau mbok manggil anak tuh, nang." Jawab mbok Tiyem dengan senyum lembut diwajah nya, membuat Azahra merindukan sosok mama nya yang tinggal di kampung bersama kakak laki-laki nya karena harus mengurus usaha yang mereka buat saat papa nya merantau ke Jakarta dan bercita-cita ingin membuat perusahaan yang besar dan sekarang terwujud dan menjadikan papa nya orang tersibuk mengalahkan seorang presiden dan wakil rakyat. "Memang nya ada apa no,- nduk?"

Azahra mengerjapkan matanya berkali-kali, "Apa? Tadi ibu manggil Rara apa?"

"Nduk? Non gak suka ya mbok panggil nduk?" Azahra menggeleng kuat, air mata nya yang sejak tadi terbendung pun mengalir begitu saja saat perasaan nya menghangat saat mbok Tiyem memanggil nya nduk. "Loh, terus kenapa nduk nangis? Nanti mbok dimarahin bapak."

Azahra memeluk mbok Tiyem erat, dan kembali menangis lebih keras dibanding tadi tentunya membuat mbok Tiyem kebingungan harus melakukan apa agar anak dari majikan nya berhenti menangis. Kalau anak nya menangis mbok Tiyem pasti akan mengusap-usap wajah anak nya untuk berhenti menangis, tetapi ini beda masalah. Sebagai naluri seorang ibu yang kuat dan mendarah daging dalam tubuh nya, ia membalas pelukan Azahra erat, tangan kanan nya mengusap-usap rambut panjang Azahra yang lembut itu dengan pelan seolah orang yang berada di dalam pelukan nya itu adalah barang mahal yang mudah pecah kalau-kalau tidak hati-hati.

"Ara hiks kangen mama, bu." Ucap Azahra disela-sela tangisan nya membuat hati mbok Tiyem seolah melompat keluar dari tempatnya, karena ia juga berpikir hal yang sama pasti anak nya juga merindukan nya walaupun tidak menangis seperti Azahra saat ini. "Ara gak suka disini, hiks. Ara lebih suka di kampung tinggal bareng mama sama bang Riad, dibanding disini sendirian karena papa sibuk hiks kerja."

"Ssstt... sudah ya nduk, jangan nangis lagi. Nanti cantik nya hilang loh," mbok Tiyem melepas pelukan nya, tangan nya menangkup kedua pipi Azahra agar anak itu menatap nya, kedua ibu jari nya mengusap air mata yang masih menghias wajah Azahra, "dengerin kata ibu nih, nduk fokus sekolah sampai tamat, nanti kalau sudah selesai sekolah nya kan bisa pulang ke kampung dan kumpul bareng sama mama dan abang nya." Azahra mengangguk dengan senyum yang 'tak lepas dari wajah nya, dan kembali lagi memeluk mbok Tiyem erat.

"Sudah ya, ayo.. makan dulu, nanti nasi nya nangis kalau nggak dimakan nduk." Ajak mbok Tiyem saat melepas pelukan nya.

"Tapi ibu makan juga ya, bareng Ara?"

"Iya, ibu makan juga nduk." Baru Azahra ingin memasukan sendok yang penuh makanan kedalam mulutnya, "Hayo... sebelum makan, baca doa dulu." Azahra yang mendengar itu memperlihatkan cengiran nya dengan wajah merona.

"Iya bu, hehehe habisnya masakan ibu baunya bikin perut Ara bunyi terus sih."

****

Pagi ini Frega berangkat menggunakan mobil karena ayah nya menyuruh nya untuk memakai mobil yang selalu didalam garasi rumah mereka dan menyuruh nya untuk meninggalkan motor kesayangan nya dirumah.

"Dih, mager gue bawa mobil. Apa banget dah," Kesal Frega saat melihat mobil Pajero Sport yang sudah dikeluarkan dari garasi dan sudah dipanaskan sebelumnya oleh ayah nya yang sangat niat agar ia membawa mobil kesekolah hari ini, "Yah! Ega nggak mau bawa mobil, kunci motor sama motor-motor nya kemana dah?! Kok gak ada digarasi?!" Teriak Frega dari luar rumah karena panik tidak menemukan motornya digarasi.

Karena tidak kunjung mendapat jawaban, Frega masuk kedalam rumah dan tidak menemukan ayah, dan ibu nya dimanapun. Ia melihat adiknya yang baru keluar dari kamar dilantai dua pun berlari menaiki tangga menghampiri adik nya. "Lo lihat ayah sama bunda gak? Motor gue hilang!" Adu Frega dengan wajah panik nya membuat adiknya tertawa tidak berhenti-henti. "Heh! Gue serius, motor gue enggak ada di garasi!!"

"Motor lo kan dipake sama ayah buat nganter bunda ke pasar, masa lo lupa mereka udah berangkat dari selesai sholat subuh tadi?" Frega menepuk dahi nya kencang, ia melupakan hal itu. "Udah ah! Gue berangkat duluan, udah ditungguin. Bye!"

"BUNDAAA!!!!! AYAHHH!!!!!" Teriak Frega dari dalam rumah membuat kedua orang yang berada didepan rumah terkejut karena teriakan menggelegar dari Frega yang kesal karena motor kesayangan nya dipakai seenak jidat ayah dan bunda nya.

"Abang kamu kenapa?"

"Enggak tau, udah yuk berangkat! Dia mah biarin aja, orang lebay!"

****

Azahra berlari menuju kelas sekuat tenaga yang ia punya, hari ini ia kesiangan karena semalam ia terlalu serius membaca cerita di wattpad sampai jam 3 pagi, saat sampai dikelas ia menemukan kelas dalam keadaan kosong yang artinya tidak ada orang didalam nya, ralat. Hanya ada dia disini seorang diri.

Azahra mengeluarkan ponsel dari dalam tas nya, lalu mengirimkan pesan ke Tania yang mungkin saja terlambat juga datang kesekolah atau malah sekolah libur dan ia tidak diberitau.

Rara : Ta, lo dimana? Kok kelas sepi gak ada tas nya?

Azahra duduk diatas meja dekat pintu masuk, pandangan nya hanya terfokus pada ponsel yang saat ini dipegang oleh nya.

Talata : Eh, gue lupa ngabarin kalo hari ini pemilihan ketos! Lo tunggu disana gue ke kelas, oke? jangan marah ...

Rara : Not okey! Traktir banana milk pulang sekolah baru gue gak marah.

Talata : Heh neng geulis! Enak bener lo minta ditraktir, gue juga dong : (

Rara : Loh? Ini siapa?

Talata : Pacarnya Talata yang gans dund, et! Panggilan lo buat ayang beb gue banyak amat dah, maren Tata, Nyai, Mom, sekarang Talata. Jangan maruk dong, bagi gue satu biar dikata romantis. : (

"Kerjain ah..." Gumam Azahra saat membaca pesan balasan dari Gilang selagi menunggu kedatangan Tania yang sedang menyusul nya ke kelas.

Rara : Yeuu... bagong gak jelas_- dah dulu ya, gue mau ngadu dulu ke Talata tentang yang kemarin : )

Talata : RA! JANGAN RA! ABIS GUE ENTAR DI BANTING DI MATRAS SAMA ISTRI GUE ITU. BALIK GUE TRAKTIR DAH LO MAU APAAN JUGA GUE BELIIN RA, ASAL JANGAN DIADUIN

"ppff-HAHAHAHHAHA" Tawa Azahra meledak saat membaca pesan yang baru masuk kedalam ponsel nya, Azahra men-scroll ­ulang pesan yang dibalas oleh Gilang dan tertawa lagi dan lagi membuat perut nya keram dan melupakan sejenak kesedihan nya. "Mamang bucin banget dah... udah kayak cerita fanfiction di wattpad."

Rara : Wadoo mata saia sakit pak, dasar BUCIN. Talata aja belom nyampe dikelas :v siap! Traktir makan sama nonton ya mang, makasih loh... jadi enak saya.

Talata : HEH SEMPAK CENGCORANG! CURANG LO AH, GAK LIKE NIH GUE.

Talata : Btw BUCIN itu apa?

"AZAHRA... are you here my baby duck?" Teriak Tania dari depan pintu dan langsung masuk kedalam kelas tanpa melihat Azahra yang sejak tadi duduk diatas meja dekat meja persis didekat pintu. "Lah, kok si Rara gak ada? Wahh gue dikerjain sama anak bebek nih."

"Ta?"

"Lah, siapa yang manggil gue nih?"

"Tata?"

"Dih, udah dong! Gak lucu sumpah gak lucu!" sungut Tania kesal saat melihat kesekeliling tidak menemukan seorang pun, tetapi ada yang memanggil namanya dua kali. Azahra mengerutkan dahi nya bingung melihat kelakuan aneh Tania, ia memegang pundak Tania dan membuat perempuan itu terpekik kencang sampai membuat dirinya ikut berteriak juga.

"AZAHRAA!!"

Iqbal yang baru sampai didepan kelas kedua orang itu pun refleks menggeleng pelan karena melihat tingkah ajaib dua orang yang saling mengenal, iya. Iqbal memang datang terlambat hari ini karena motornya mogok dijalan dan mengharuskan nya mendorong ke sekolah, Iqbal masuk kedalam kelas X-MIPA 2 lalu menyentuh bahu kedua perempuan yang ada dihadapan nya dan membuat kedua orang itu berteriak kecang.

"WOI! DIEM GAK LO BERDUA!" Lerai Iqbal yang merasa kuping nya mulai sakit mendengar teriakan yang semakin kencang saat ia menepuk pundak kedua perempuan itu, "ah, gila... suara lo bedua cempreng banget sih!" eluh Iqbal yang merasa kuping nya pengang.

"Loh? Kok? Jadi.. yang nyentuh pundak gue tadi itu... lo ra?" tanya Tania yang melihat kehadiran Azahra dan Iqbal dibelakang nya, Azahra mengangguk sedangkan Iqbal memasang wajah tidak perduli nya. "Kok, lo disini ka?"

"Kebetulan lewat, terus gue dengar lo teriak gak jelas. Jadi.. ya gue pisahin dari pada sekolah hancur gara-gara teriakan lo berdua." Jawab Iqbal cuek, "Yaudah, gue ke kelas dulu. Lo berdua ke aula gih, udah mau mulai kan pemilihan nya."

Iqbal keluar dari kelas X-MIPA 2, meninggalkan kedua perempuan yang masih diam di dalam kelas, Azahra menyikut lengan Tania yang masih berdiri disamping nya tanpa berniat pergi ke Aula.

"Ta, yang tadi itu..." Tania menengok ke arah Azahra dengan sebelah alis yang terangkat, "yang tadi itu.. nama nya siapa ta? Kok keren gitu ya?" tanya Azahra dengan wajah yang penasaran. Tania terdiam sejenak, perasaan nya tiba-tiba saja tidak enak mengingat seseorang yang mulai menyukai teman baru nya ini.

"Oh.. itu, nama nya Iqbal. Sahabatnya Gilang, kenapa emang nya ra?"

Azahra menggeleng kan kepala nya sambil tersenyum, "Kalo yang waktu itu, siapa nama nya ta?" dahi Tania mengerut seolah mengingat orang yang dimaksud oleh Azahra. "Yang waktu itu loh.."

"Yang mana sih ra? Gue lupa nih, kemarin kita nemuin orang banyak tau!"

"Ish! Yang nyamain gue sama kambing conge!!" Sewot Azahra karena baru mengetahui sifat pelupa yang dimiliki oleh Tania. Tania menepuk tangan nya kencang dengan wajah senang nya.

"Oh.. yang itu! Itu mah nama nya, Muhammad Frega Ardinanto!" Seru Tania bersemangat, "Kenapa gitu lo tiba-tiba tanya tentang nama mereka?" tanya Tania penasaran, Azahra tersenyum kecil dengan menggelengkan kepala nya. "Ah gue tau.. lo suka ya sama salah satu dari mereka? Hayo jujur..."

"Engg-," Ucapan nya terjeda saat ponsel nya berdering menampilkan nama Talata dilayar ponsel nya, "Yeuh, si pak bos takut banget bini nya gue culik nih!" kesal Azahra seraya mengarahkan ponsel nya ke Tania yang penasaran. Tania tertawa pelan, ia yang sudah paham dengan sifat Gilang tidak terlalu mengambil pusing.

"Yaudah, angkat aja ra.." Azahra menggeleng, memberikan ponsel nya ke Tania agar perempuan itu sendiri yang mengangkat panggilan masuk itu, hitung-hitung mengerjai Gilang lagi.

"Ha-,"

"Heh jamblang! Cewek gue jangan diculik, lama banget lo berdua dikelas! Ngapain sih?!" Teriak Gilang dengan kencang, Azahra tertawa tanpa suara karena melihat wajah Tania yang kaget mendengar ucapan Gilang. "Woi! Jawab! Gue samperin nih ya, ke kelas lo berdua!"

"Apasih, kok kamu gak sopan banget ngatain Ara jamblang! Dia tuh bukan jamblang, tapi bebek! Aku marah sama kamu. Tolong dicatat itu Gilang caplang Pangestu!" Sewot Tania yang langsung mematikan panggilan dengan sepihak.

Azahra yang melihat kejadian tadi pun mengacungkan kedua ibu jari nya untuk Tania, karena ia merasa dibela oleh teman, ah ralat. Maksudnya, sahabat baru nya itu. "Ponsel nya gue bawa dulu ya ra? Gue emang harus ngasih pelajaran sekali-kali ke si caplang. Udah yuk, kita ke Aula sekarang!" ajak Tania dengan merangkul pundak Azahra keluar kelas.

"Kok panggilan gue anak bebek sih? Nggak ada bagus-bagus nya pisan." Protes Azahra saat mereka berdua menuju ke Aula sekolah yang sudah dipadati oleh seluruh murid dan guru yang ada disekolah.

"Udah gak apa, bebek kan lucu. Nurut aja sama gue ra."

****

Azahra terdiam ditempat nya, dengan bibir yang terbuka saat mendengar orang yang menjadi Ketua Osis untuk tahun ini. Riuh suara tepuk tangan menggema di dalam aula SMA Praditor siang ini, banyak suara teriakan yang menyerukan nama 'Frega' dan 'Chandra' sebagai kandidat Ketua Osis. Sebetulnya masih ada beberapa nama lagi yang diserukan oleh semua murid dari berbagai kelas, tetapi dua nama tadi adalah nama yang paling kencang saat diteriaki.

Tania melambaikan tangan nya tepat diwajah Azahra yang masih terkejut dengan kandidat ketos tahun ini, terlebih melihat wajah salah satu kandidat yang kemarin ia temui. "Jangan sampai terpesona gitu dong ra, ampe mangap gitu ngeliat nya." Goda Tania dengan mencolek - colek dagu Azahra yang sudah kembali kesadaran nya.

Azahra mendengus kesal, kedua tangan nya bersedekap melihat seringaian diwajah orang itu. "Cih! Gue jamin gak akan ada yang mau milih dia, pasti yang menang Chandra-Chandra itu! lihat aja, kesel gue lihat muka dia tuh!" Gilang yang mendengar itu tertawa, bersama Iqbal dan Tania. Ketiga orang itu menggerling jahil saat menatap Azahra yang malas berada ditempat ini ditambah lagi tatapan yang terus-terusan dilempar kearah nya membuat nya gerah bukan main.

"Setau gue nih, kalo benci jangan terlalu berlebihan." Kata Iqbal yang sudah bisa mengontrol tawa nya, Azahra menengok ke arah Iqbal dengan sebelah alis yang terangkat seolah bertanya, 'kenapa'. "Awalnya benci, jadi nya cinta. Kayak gue dulu, gue benci banget sama cewek itu dan dia juga sama. Setiap hari kalo gue ketemu pasti selalu berantem," Iqbal menghela napas pelan, Azahra yang awalnya tidak ingin mendengarkan pun menjadi tertarik dengan cerita Iqbal. Laki-laki itu tertawa pelan, "Kalo gue inget-inget lagi berantem nya juga lucu, kita saling ngata-ngatain dan akhirnya gue sadar. Kalo gue suka, ah ralat. Lebih tepat nya jatuh cinta sama cewek itu, dan cewek itu juga suka sama gue dari awal ketemu."

"Terus ka? Kok lo bisa tau cewek yang lo suka itu udah suka sama lo dari awal kalian ketemu?" tanya Azahra penasara, Gilang dan Tania saling menatap satu sama lain saat mendengar Iqbal menceritakan kembali sesuatu yang sudah ditutup sekian lama.

Iqbal menengok ke arah Azahra dengan senyum yang mengembang diwajah nya, tangan nya mengusap kepala Azahra pelan. "Gue sempat jadian sama dia, kurang lebih dua tahun. Dan ya... jadi gue udah tau segala hal tentang dia dan begitu seba-," Iqbal mengalihkan pandangan nya ke Tania yang sempat memanggilnya dengan suara yang sangat pelan diAula yang terbilang sangat ramai ini. "Loh? Kok gue jadi cerita gini ya? sorry-sorry," laki-laki itu tertawa dengan keras membuat Gilang dan Tania menghela napas kasar.

Mau sampai kapan bal...

"Tapi kalo di ingat-ingat lagi, bukan cuma gue doang yang kehilangan. Anggap lah, kehilangan gue gak seberat orang itu." mendengar hal itu membuat Gilang dan Tania menahan napas, sedangkan Azahra terlihat sangat bingung dengan arah pembicaraan Iqbal yang bisa dibilang random. "Walaupun gue kehilangan, tetapi gue masih tetap bisa bertemu sama dia walaupun gue harus menunggu cewek itu pulang dari luar negri setelah study nya selesai. Sedangkan orang itu..." Iqbal menghela napas, "Dia.."

"Udah ka, gak perlu dilanjut. Walaupun sebenernya gue penasaran siapa yang lo maksud, tapi gue yakin nanti ada saat nya gue tau. Bukan lewat lo, si mamang, atau Tata. Tetapi lewat orang nya langsung." Potong Azahra karena merasa banyak perubahan suasana diantara mereka ber-empat. "Oh iya, gue Azahra Septi Ananto! Lo?"

"Gue Iqbal Radiatama, sahabatnya Gilang Pangestu, Tania Lianeta, sama ab-, Muhammad Frega Ardinanto."

Azahra memperlihatkan cengiran lucu diwajanya, "Hehe gue senang bisa kenal lo pada, ermh.. gue panggil lo.. akang! Soalnya Gilang udah gue panggil mamang, Tata udah gue panggil mom."

"Iya deh sesuka lo aja ra, akhirnya adek gue nambah lagi."

"Jadi, kalian semua bisa memilih salah satu dari kelima kandidat didepan sebagai Ketua Osis tahun ini berdasarkan vis-misi yang menurut kalian sama dengan pemikiran mereka. Satu orang bisa memasukan inisal huruf kelima orang ini kedalam keranjang dari sekarang, pemberitahuan siapa yang akan menjadi Ketua Osis akan diumumkan besok pagi, sekian."

Gilang dan ketiga sahabat nya saling menatap satu sama lain dengan raut wajah heran, bingung, dan tidak mengerti.

"Emang nya mereka berlima udah pidato ya?" tanya Gilang

"Gak tau, gue juga bingung, mang." Saut Azahra.

Tania menoyor kepala Iqbal yang berada disebelah nya, "Dih! Kok gue lo toyor sih dek! Gue salah apaan sapi!" sewot Iqbal karen tidak terima di toyor oleh yang lebih muda sedangkan Tania memutar matanya malas tidak menjawab pertanyaan Iqbal agar lebih sadar apa kesalahan nya. "Oh.. gue paham, yaelah sorry deh. Gue kan kebawa suasana ta, lo tau sendiri kan gue gimana."

Tanpa mereka berdua sadari, Azahra dan Gilang sudah menghilang dari sekitar mereka. "TATA!! BURUAN SINI! GUE LAPER NIH, SI MAMANG JUGA UDAH ENGAP DISINI, PANAS!"

"Lo sih! Jadi ditinggal kan gue!"

"Yeh! Lo tuh!"

Azahra yang melihat Tania dan Iqbal tidak beranjak dari tempat nya pun berdecak kesal, memukul lengan Gilang agar melerai kedua orang yang malah main salah-salahan dibarisan belakang. "Mang! Cewek lo noh, berantem sama Iqbal!" Gilang menengok kearah belakang dan menemukan pacarnya dan sahabatnya masih bertengkar dibelakang.

"Yaudah gue kesana dulu, lo duluan aja ra. Ketemu di kantin!"

Azahra maju selangkah demi selangkah karena seluruh murid berbaris untuk memilih siapa yang akan menjadi Ketua Osis, saat sampai giliran nya memilih siapa yang akan mejadi ketua osis ia melihat beberapa wajah yang sebelum nya ia belum ketemui, kecuali Frega-frega itu dan dua perempuan yang tersenyum kearah nya.

Azahra melihat inisial nama di potongan kertas bulat yang ada ditangan nya, Ch, Na, Sh, Fr, Do. Ia maju selangkah dan berdiri tepat ditengah - tengah, ia melirik ke seorang laki-laki yang bertubuh tinggi tegap, dengan kulit sedikit coklat, disebelah laki-laki itu ada Frega yang sudah pede akan dipilih oleh perempuan itu, bagaikan gerakan slowmotion perempuan itu memasukan pilihan nya kedalam keranjang dengan senyum diwajah nya.

"Thank you, i'm Chandra. Nice to meet you, em?"

"Azahra." Jawab Azahra dengan senyum yang tidak hilang dari wajahnya karena melihat senyum dari wajah Chandra, membuat Frega yang berada disebelah nya menahan kesal entah karena apa.

Halah, basi. Jijik gue lihat nya.

"Oke, nice to meet you Azahra." Azahra mengangguk kecil lalu berlari keluar aula dengan wajah yang berseri-seri karena ia baru menemukan seorang laki-laki yang sangat mirip dengan Riad- Kakaknya -yang ada dikampung sana.

Azahra berjalan santai menuju area kantin sekolah nya yang terkenal besar dan memiliki menu khas yang berganti-ganti disetiap hari nya, ia mendatangi salah satu stan makanan, memesan makanan dan minuman lalu berjalan ke salah satu meja yang kosong seraya menunggu Tania, Gilang, dan Iqbal yang katanya akan menyusul nya dikantin.

Saat pesanan nya datang, ketiga sahabat baru nya datang dengan dua orang yang berjalan paling belakang. Tania duduk disebelah Azahra yang sedang menikmati semangkuk mie pedas, Tania yang melihat kuah mie yang berwarna merah pun menggeleng karena melihat selera makan Azahra yang bukan main.

"Gila... kuat lo neng makan itu?" Tanya Gilang spontan saat melihat semangkuk besar mie pedas yang terkenal disekolah mereka, Azahra mengangguk kan kepalanya karena ia sedang sibuk memakan mie yang ada dihadapan nya.

"Kok mirip sama seseorang ya?" Cletuk Iqbal, "Eh Chan! Ga! duduk sini, ngapain lo berdua masih berdiri aja disana? Mau jadi bodyguard ya?" Ledek Iqbal ke dua orang yang terkenal most wanted and prince disekolah yang masih berdiri dibelakang Azahra yang tidak memperdulikan mereka semua.

Tania menatap Gilang dengan wajah memohon, "Beliin lang..." Gilang menggeleng, pandangan nya masih fokus dengan daftar menu yang ada distan makanan yang mereka tempati. "Oh gitu.. yaudah, gue marah sama lo lang." Kegiatan nya berhenti saat Tania memanggilnya dengan 'lo' dan bukan 'kamu'

"Tapi ta.. nanti kamu bisa sakit perut, kalo si eneng mah emang udah biasa.." Kata Gilang berusaha merayu pacarnya agar tidak memakan makanan yang pedas.

"KAN ADA KAMU YANG ABISIN KALO AKU GAK ABIS!!"

Glup.

Semua orang menelan saliva nya seolah tanda perihatin ke Gilang yang sudah pasrah mendengar omelan Tania, Gilang itu tipe pemakan segala asalkan gratis terlebih kalau disuruh makan-makanan yang pedas, dulu sebelum berpacaran dengan Tania pun Gilang sudah hobi makan pedas.

"Yaudah, gue beliin. Kalo lo sampe telepon gue ngerengek sakit perut gue gak mau kerumah lo." Setelah mengucapkan itu, Gilang bangkit dari duduk nya namun ditahan oleh Tania yang memasang raut wajah sedih.

Wuih gue kira yang bucin si mamang doang, tau-taunya si Tania juga sama bucin nya. Pengen ketawa takut keselek elah.

"Udah mang, lo pesenin makanan yang aman buat Tata aja. Kalo dia masih penasaran nanti gue suruh dia nyicipin mie gue yang rasanya pedes banget ini." Tania mengangguk setuju lalu menatap Gilang agar laki-laki itu tidak marah lagi padanya.

"Aduh.. berasa ngontrak saya tuh disini." Kata Iqbal sambil mengipas-ngipas wajah nya dengan daftar menu.

"Buruan pesen, gue nitip."

"Gue juga,"

"Gue pun,"

"Elah, gue juga mau dong mang! Roti bakar yang atasnya ada ice cream nya gitu."

Gilang menatap malas ketiga sahabat nya, tangan nya mengambil kertas yang memang disediakan di meja lalu mencatat pesanan yang mereka mau. "Gila.. banyak banget dah, abis pada ngerjain proyek dimana lo pada?" tanya Gilang yang dibuat heran karena pesanan yang lumayan banyak, terlebih Iqbal.

"Udah deh, gak usah banyak omong. Gue laper!" Sewot Iqbal yang sudah sibuk ikut makan mie pedas milik Azahra bersama Tania yang sudah kepedasan sampai wajah nya memerah.

"Nih Ta, lo minum teh anget tawar gue buat ngurangin pedesnya!" kata Azahra yang panik, sedangkan Gilang langsung buru-buru menaruh kertas pesanan mereka dan berlari ke stan es kelapa untuk pacar nya yang kepedesan. Disaat mereka semua sedang sibuk meladeni tingkah Tania, tanpa Azahra sadari ada empat pasang mata yang memperhatikan dirinya sampai membuat kedua orang itu terpesona dengan tingkah natural yang Azahra tunjuk kan.

"ABAANGG!! PEDES!! IHHH NIAT BANGET BIKIN SAKIT PERUT INI MAH!! BANG! BESOK JANGAN BIKIN PEDES-PEDES BISA GAK!!" Protes Tania yang sibuk memarahi penjual mie dari meja nya, membuat Azahra dan Iqbal tertawa kencang sampai kedua nya terbatuk-batuk. Sedang kan sang penjual mie malah menggelengkan kepala seraya mengusap dada nya pelan, dan bersyukur karena sudah mengenal Gilang dan sahabat-sahabatnya dari lama.

"Astagfirullah, ini anak nya siapa sih?" tanya Azahra disela-sela tawanya. Gilang datang dengan tiga gelas besar es kelapa, tangan nya dengan cekatan meletak kan minuman tadi dihadapan Iqbal, Azahra, dan Tania.

"Udah buruan minum! Yang kepedesan siapa yang panik siapa kan jadinya, nyusahin lo berdua!" grutu Gilang yang masih sibuk membantu Tania minum.

"Loh.. loh.. kok kita sih? Gak like kita sama mamang Gilang!" seru Iqbal dan Azahra yang memasang wajah merajuk. Pesanan yang mereka inginkan sudah sampai ditempat, rata-rata pesanan nya mie pedas dengan ekstra bihun, roti bakar yang diatasnya ada ice cream, pisang bakar keju, piscok, otak-otak bakar, dan yang terakhir adalah ice cream.

"Udah deh, makan dulu." Intruksi Iqbal yang sejak tadi sudah kelaparan.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top