29. Rencana Untuk Si Loveless

"Kan G, Em, Am7, D7, itu diulang dua kali coba," kata Rai sambil menggenjreng gitar Dewa sambil berlesehan di sebelah kasur sementara Dewa duduk serius di hadapannya.

Fara hanya tersenyum tertarik melihat interaksi kedua orang itu. Ia melihat Rai mengembalikan gitar Dewa kepada pemiliknya.

"You know I can't smile without you... I can't smile without you... I can't... I can't..." Dewa mencoba mengulang kunci yang diajarkan Rai, tapi ia terhambat saat perpindahan kunci.

"Sambil dibayangin kuncinya... You know I Geeee... smile without you.... I E minor tujuh... without youuu... I A minor tujuh... and I can't sing... gitu pokoknya," kata Rai.

Fara menahan geli melihat Dewa yang tampak binging, tapi mulai menggenjreng, "You know I Geeee... smile... without you..  I Geee..."

"E minor tujuh, tapi kunci lo bener."

"Disebut malah ngedistraksi nih Rai."

"Yaudah semau lo aja, tapi jangan sampe lupa patokan ubah kuncinya. Tiap ganti baris ganti kunci."

Dewa mengangguk dan mulai menggenjreng lagi gitarnya.

"You know I-"

"Lo pernah pacaran nggak sih, Wa?"

Pertanyaan Fara spontan membuyarkan konsentrasi dan genjrengan Dewa. Laki-laki itu menatap Fara kesal sementara Rai tertawa terbahak-bahak.

"Langsung salting nih bocah satu!" celetuk Rai.

"Kapan jagonya nih gue mainan gitar," kata Dewa kesal. Ia pun kehilangan semangat untuk mempelajari lagu yang sudah beberapa bulan ini dikuliknya dan bersender di sisi kasur, dekat tempat Fara melongok dari atas.

"Tapi gue kepo beneran, lo pernah naksir cewek nggak sih, Wa?" tanya Fara sambil mencolek-colek bahu Dewa.

Dewa dan Rai saling tatap sekilas.

"Ya pernah," jawab Dewa.

"Terus? Lo kejar nggak?" Fara terlihat semakin antusias.

"Gue nggak punya waktu, Far," berkebalikan dengan Fara, Dewa malah semakin malas.

"Ya ampun, Wa... masa' iya sekian tahun hidup lo isinya seriuuuuss semua? Rileks dikit dong, Wa. Enjoy life."

"Lo aja gih. Gue nggak punya waktu. Cabut deh lo pada, gue mau tidur," kata Dewa.

Kali ini Rai dan Fara menurut karena memang mereka sudah sejak dua jam lalu menongkrong di sana. Lagipula mereka ingin jalan berdua dulu.

***

"Kenapa tiba-tiba kamu nanya-nanya soal cewek ke Dewa?" tanya Rai saat dirinya dan Fara sudah duduk bersama di sebuah kafe. Bukannya langsung jawab, Fara malah terkekeh lebih dulu.

"Kamu tahu Andien kan? Menurut kamu cocok nggak sama Dewa?" alih-alih menjawab Rai, Fara malah bertanya balik.

"Hmm... tergantung. Emang kenapa?"

"Dia curhat sama aku, naksir Dewa katanya. Minta dikenalin..."

Fara terkikik penuh semangat, membuat Rai semakin berat mengatakan apa yang ingin ia katakan

"Far... stay away of it. Kamu kan tahu Dewa sendiri nggak mau," kata Rai. Ia tak sampai hati melihat Dewa dijodohkan oleh perempuan yang ia taksir.

Aneh memang, Padahal Rai kan kekasih dari perempuan itu. Mengapa jadi lebih peduli pada Dewa??

"Dicoba dulu dong, Rai!! Kamu nggak kasihan liat hidupnya loveless gitu?!" Fara tak rela idenya langsung ditolak oleh sang pacar.

"But we need to respect his choice, Far... kamu nggak bisa gitu aja nyodor-nyodorin cewek ke dia. Kalo dia nggak nyaman gimana?"

"Aku harus nyoba at least sekali."

"Far..."

"Rai... aku coba ya? Orang kayak Dewa kalo nggak ada yang meddling nggak bakal ada yang berubah di hidupnya. Aku gini karena care sama dia kok..."

Rai bingung. Ia tahu Dewa pasti akan sangat kalut jika tiba-tiba dikenalkan dengan seorang perempuan oleh Fara. Padahal posisi Dewa saat ini saja sudah susah; memendam rasa kepada sahabatnya.

Rai harus berbuat sesuatu. Kalau tidak bisa membujuk Fara untuk membatalkan rencana ini, maka unsur kejutan bagi Dewa harus diminimalisir.

***

"Napa lo?" Dewa menjawab telepon Rai tanpa basa-basi.

"Wa, just wanna give you a heads up."

"What is it?"

"Fara mau ngejodohin lo sama temennya, Andien."

Dewa diam, membuat Rai setengah ragu telah melakukan sesuatu yang benar dan baik untuk Dewa.

"Wa, are you okay?"

"Yap, thanks."

"Sorry gue nggak bis-"

"Nggak usah minta maaf. Dia anaknya emang gitu. Nanti biar gue yang kasih penjelasan."

Dewa langsung menutup telepon. Rai masih dapat mendengan nada dingin dari suara laki-laki itu. Dalam hati ia menyesali keputusannya.

Semoga tidak ada masalah antara dirinya, Fara dan Dewa nanti...

***

"Kamu yakin Dewa mau keluar kost-an Sabtu sore begini?" tanya Rai dengan resah.

"Ih tenang ajaaa... aku minta tolong dibantuin bikin tugas. Dia mah asal nugas pasti ngedatengin kok," kata Fara berapi-api.

Kini mereka sedang duduk di sebuah rumah makan di depan meja untuk empat orang. Rai dan Fara duduk berseberangan. Di sebelah Fara, temannya beberapa kali mengecek penampilannya.

"Ish, deg-degan gue, Far!! Kira-kira dia bakal suka gue nggak ya?" kata Andien, seorang teman lintas jurusan yang sering memperhatikan Dewa diam-diam dari kejauhan.

Fara mengangguk sambil berkata, "Pasti."

Andien memiliki wajah cantik dan kepribadian yang menarik. Perempuan itu sedikit naif dan apa adanya. Dia juga menyenangkan untuk diajak bicara karena wawasannya yang luas. Fara yakin Dewa pasti akan tertarik padanya.

Mana mungkin Fara asal memilih untuk Dewa kan?

Dari kejauhan, Rai dapat melihat Dewa berjalan ke arah mereka. laki-laki itu segera memanggil Fara yang berada di sebelah Andien untuk berbalik.

Dewa memakai kaus kuning kumal dan jeans yang sepertinya sudah sebulan tidak dicuci. Fara selalu membenci penampilan Dewa seperti ini. Seandainya sahabatnya itu mengizinkan Fara untuk mengurusi pakaiannya ke laundry kiloan dekat kost-an...

"Hai, Wa. Duduk dulu deh, ada yang mau gue kenalin," tembak Fara saat Dewa sudah berada di depan meja.

Pria itu tidak membuang waktunya dan langsung menghadap ke arah Andien.

"Hai, siapapun lo, gue mau lo tahu ini lebih dulu. Gue ini yatim piatu. Asal-usul gue nggak jelas. Hidup gue juga nggak jelas. Sekarang bisa kuliah karena beasiswa, semester depan nggak tahu bisa lanjut apa nggak."

Baik Andien, Fara, maupun Rai menganga mendengar ucapan gamblang Dewa.

"Rasanya belum saatnya gue mikirin hal-hal kayak gini. Fara mungkin nggak mau ngerti, tapi gue rasa lo pasti ngerti. Nggak mungkin kan mau lanjut sama cowok kayak gue?"

"Dewa!" Wajah Fara memanas mendengar kalimat yang keluar dari mulut Dewa. Tapi pria itu menatapnya tajam dan seketika Fara merasa gentar. Dewa kembali mengarahkan perhatiannya pada Andien.

"So, this is it. Nice to meet you, anyway," ucap Dewa sambil memberikan senyumnya. Setelah itu ia segera beranjak.

Rai menelan ludah, perpaduan antara geli dan ngeri membuatnya gugup. Ia memilih diam dan mendengarkan interaksi antara Fara dan Andien.

"Ndien, sorry..." dengan wajah tak enak dan menahan malu, Fara meminta maaf pada Andien.

"Keren banget temen lo, anjiiiirrrr..." di luar dugaan, Andien malah menepuk keras bahu Fara sambil berseru penuh semangat.

"Lo... suka?" tanya Fara ragu. Andien menggeleng.

"Nggak mau lanjut sih. Dia bener, hidupnya terlalu complicated buat gue. Tapi straightforward-nya itu looohh... bikin kebat-kebit!"

Fara dan Rai saling pandang perlahan. Mereka bersyukur Andien tidak marah sehingga tidak harus menahan malu lebih lama lagi.

Tapi Rai tahu, Fara tetap akan mengajak Dewa berkelahi ketika ia mendapatkan tatapan merajuk dari Fara. Tatapan yang memberinya sinyal untuk tidak langsung pulang selepas dari tempat itu.

Tentu saja Rai harus siaga, jangan sampai terjadi perang dunia ketiga antara Fara dan Dewa.

Rai menggeleng lelah, apa jadinya mereka jika ia tak ada?

***

Cilukba!

Ah, ketebak pasti ku mau up lagi. Tiap hari juga double up 🤣

Kalo aku keseringan double up-nya bilangin ya, takutnya pada bosen deh. Etapi ngasitaunya lewat message aja biar ga malu disuruh ngurangin update-an 😝

Jangan lupa tinggalin jejak kalo udah baca, biar hepi-hepi dikit author-nya. Ihiy!

Sampai jumpa di bab selanjutnya ❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top