25. Sahabat Yang Melekat
Warning lagiii!!!
Ada scene 21+ ya bab ini... secimit doang sih di awal, tp tetep aja yang belum usia 21 longkap yaa bacanya 😁
***
Mata Fara berkedip cepat menikmati sentuhan bibir yang lembut mengecup dadanya. Perlahan sentuhan itu naik sampai bibirnya.
"Aku cinta kamu, Far," ucap sang pengecup di depan bibir Fara, membuat Fara merasakan embusan nafas penuh gairah menerpa wajahnya.
"Rai..." desah Fara saat merasakan dekapan erat di tubuhnya. Ia kini tengah berada di malam pertamanya bersama Rai, tepat setelah mereka menikah.
Tubuh mereka polos, bergerak perlahan untuk saling merangsang sampai akhirnya menyatu nanti. Rai tidak ingin membuat Fara kesakitan, jadi ia memastikan agar Fara menikmati kegiatan panas ini.
Rai semakin kuat menindih Fara. Tangannya menjelajah ke seluruh tubuh perempuan itu, menimbulkan gelenyar aneh di dalam diri Fara yang memaksa perempuan itu untuk memohon diberikan lebih.
"Aku... aku nggak kuat..." ucap Fara sambil mencoba menahan gejolak yang sudah tak tak bisa ia pendam. Tapi Rai tahu bahwa Fara masih membutuhkan pemanasan sedikit lebih lama lagi.
Katanya beberapa orang memiliki titik kelemahan dalam bercinta. Rai langsung menemukan titik Fara di malam pertama mereka ketika ia mengecup belakang telinga Fara.
Di luar dugaan, tubuh gadis itu langsung meronta kuat sambil berseru, "Rai! Oh... Rai!"
Seruan itu membuat Rai tak ingin bermain-main lagi. Ia melumat kasar bibir Fara sampai gadis itu kehabisan nafas, "Sebut namaku keras-keras, Far!"
Rai menahan tubuh Fara dalam tindihannya, membuat Fara bergerak frustrasi. Sekali lagi, Rai mengecup belakang telinga Fara, membuat perempuan itu kembali meronta saking meluapnya gairah yang ia rasakan.
Fara ingin Rai cepat-cepat memenuhinya sampai ia mendapatkan kepuasan.
"Rai, aku mohon!" erang Fara.
"Bukan..."
Fara yang masih pening karena permainan mereka itu perlahan berhenti bergerak. Suara Rai terdengar berbeda. Ia melihat tubuh di atasnya pun berhenti bergerak dengan kepala masih terbenam di belakang telinganya.
"...Rai?" panggil Fara bingung.
Tiba-tiba kepala di samping Fara itu terangkat. Betapa terkejutnya perempuan itu ketika mendapati wajah Dewa.
"Bukan!" seru Dewa marah.
Fara panik dan takut. Ia merasa hentakan keras dari jantungnya dan dunia seperti berputar dengan cepat...
***
Fara membuka matanya, lalu segera menarik nafas. Tubuhnya terhentak kaget, tapi ia masih terbaring.
Dari sekian banyak bunga tidur, memimpikan malam pertamanya dengan sedikit twist di bagian akhir itu adalah hal paling absurd yang pernah ia alami.
Gerakan Fara tertahan dan ia baru menyadari sesuatu; seseorang merangkulnya dan kini ia mendapati dirinya terbaring nyaman di atas kasur.
Fara menggeliat melepaskan dirinya dari rangkulan erat yang melingkari bahunya.
"Kenapa, Far?" suara berat dan serak membuat dada Fara seperti terentak.
"Kamu?!" seru Fara terkejut. Seketika ia ingat mimpinya barusan.
"Aku kenapa?" mata Dewa yang terasa berat pun perlahan terbuka.
"Ini?!" Fara mulai linglung, ia berada di batas sadarnya.
"Ngomong apa sih? Udah yuk tidur lagi..." Dewa menarik Fara untuk berbaring kembali, tapi perempuan itu buru-buru melepaskan diri.
"Wa, sebentar! Aku bingung... ini mimpi bukan sih?" tanya Fara. Ia benar-benar kebingungan. Terakhir ia ingat bahwa dirinya tidur sambil menatap Dewa di sofa bawah. Perasaan bersalahnya membuatnya tak bisa tidur dan ia memutuskan untuk meminta maaf pada Dewa saat pria itu tertidur.
Tidak sangka bahwa dia sendiri ikut tertidur setelah puas menyampaikan penyesalannya.
Dewa mendesah, "Aku yang angkat kamu semalam ke atas."
"Jadi... kamu udah nggak marah?" tanya Fara penuh harap.
Dewa memeluk Fara dari belakang dan mengecup leher perempuan itu, "Kapan aku bisa lama-lama marah sama kamu?"
Fara berbalik, mengusap rahang Dewa yang tertutup janggut, "Apa yang bisa aku lakuin untuk bikin kamu ngerasa lebih baik?"
Fara terpana melihat senyum Dewa. Senyum itu muncul tanpa terlihat terpaksa, membuat Fara bertanya-tanya; darimana Dewa mendapatkan kesabaran tak berujung dalam menghadapinya?
"You already did it," kata Dewa. Alis Fara mengerung bingung.
"Sekarang kamu diem dan biarin aku jadiin kamu guling. Aku masih ngantuk," kata Dewa sebelum mendekap Fara erat-erat. Laki-laki itu bahkan melingkarkan kakinya ke atas kaki Fara.
Sementara itu, Fara tersenyum lega. Ia merangkul lengan Dewa yang kembali melingkarinya.
"Aku sayang sama kamu, Wa," kata Fara sebelum memejamkan matanya.
Berkebalikan dengan Fara, mata Dewa justru terbuka mendengar ucapan itu. Perlahan getaran hangat menjalar ke seluruh tubuh Dewa. Ia pun mencium rambut Fara sebelum kembali mengambil posisi yang nyaman baginya.
Berdua di ranjang dengan sang pujaan, tubuh berdekatan, ucapan sayang sebelum mata terpejam... terlalu berlebihankah jika Dewa merasa dirinya adalah manusia paling beruntung sedunia?
***
"Sabtu ini ada acara pernikahan anaknya CEO di kantorku. Kamu temenin aku ya?" Dewa membuka percakapan dengan Fara di meja makan.
"Nara boleh ikut nggak, Yah?" malah Nara yang menjawab pertanyaan Dewa, padahal ditujukan untuk ibunya.
"Hayooo... Nara lupa ya? Kan hari Sabtu ada karya wisata," Bu Farida mengangkat telunjuknya. Nara pun langsung memajukan bibirnya. Tapi tak lama matanya kembali berbinar.
"Berarti Ayah sama Ibu sekalian pacaran dong??" tanya Nara dengan senyum jahilnya.
Dewa dan Fara seketika saling pandang, lalu mereka pun tertawa terbahak-bahak.
Suasana makan malam menjadi semakin hangat. Selesai makan, Fara menemani Nara sebentar sampai akhirnya sang putri tertidur. Ia terkejut mendapati Dewa sudah di atas ranjang sedang memangku laptopnya di atas papan berbantal.
"Tumben, nggak di ruang kerja?" tanya Fara yang buru-buru mendekat.
"Cuma ngecek-ngecek email laporan aja kok malam ini," kata Dewa.
"Mau aku bikinin camilan?" kata Fara.
"Sini aja yuk, nonton bareng aku. Udah lama nggak nonton..."
Fara mengernyit, tapi ia bergerak naik ke atas ranjang sementara Dewa menyiapkan tontonan mereka di laptop
"Boros deh, bayar subscription tiap bulan tapi nggak nonton," kata Fara. Bahunya sudah menempel dengan bahu Dewa.
"Ya udah, tiap malem nonton bareng ya?"
"Kerjaan kamu?"
"Ya dijadwalin aja seminggu tiga malem. Kan nontonnya on demand."
Fara tersenyum dan mengangguk. Dewa memilihkan film horor-thriller untuk mereka dan Fara setuju karena sempat membaca review bagus untuk film tersebut.
Mereka menonton bersebelahan dengan bahu yang melekat karena membagi layar laptop yang memang tidak begitu besar. Di tengah-tengah film, terdapat adegan mengejutkan sehingga Fara otomatis menyenderkan dahinya ke bahu Dewa.
Merasakan sentuhan yang tiba-tiba, Dewa pun spontan mengecup kepala Fara dan perempuan itu tertawa geli.
"Lucu ya?" kata Fara.
"Apanya?" tanya Dewa heran. Setahunya film ini sudah masuk ke adegan-adegan menegangkan.
"Gimana kita bisa jadi ngerasa wajar banget bersikap kayak gini..." jawab Fara.
"Yaaa... mau gimana lagi, namanya juga udah tinggal bareng, sekamar bareng..."
"But we're best friends, Dewa," kata Fara.
"Hm..." gumam Dewa. Ia tidak ingin banyak bereaksi mendengar ucapan Fara barusan.
"Kupikir cuma pijet aja yang bisa plus-plus, ternyata sahabatan sama kamu juga," tambah Fara.
Dewa mengumpat dalam hati. Bisa-bisanya dirinya disamakan dengan panti pijat mesum. Tapi oanas di dada Dewa mereda saat Fara memeluk dirinya erat.
"Kamu adalah satu dari sedikit orang yang ingin aku keep di hidup aku, Wa. Kamu juga yang malah sempat pergi ninggalin aku dulu. Setelah pengorbanan kamu-"
"Far, can I ask you one thing?" Dewq memotong ucapan Fara.
"Apa?"
"Jangan sebut apapun yang aku lakuin ke kamu sebagai pengorbanan."
"Tapi kan emang gitu kenyataannya."
Dewa mengusap kepala istrinya itu, "Kenyataannya semua itu bikin aku ngerasa kamu baik ke aku sebagai balas budi kamu."
"Aku... aku sayang sama kamu, Wa."
Dewa diam. Ucapan itu meresap terlalu dalam di hatinya, membuatnya kehilangan kata-kata.
Fara mengadah dan mengusap wajah Dewa, "when you're gone, I missed you all the time. Manusia kayak kamu tuh langka, dan dulu aku berhasil ngedapetin kamu di sisi aku sebagai sahabat. Untung sekarang aku berhasil dapetin kamu lagi."
"Sekarang... aku sebagai apa?" tanya Dewa, entah jawaban apa yang ia cari.
"Sekarang... sahabat plus-plus," Fara kembali terkekeh membayangkan kemesraan dan adu rayu yang mereka lakukan sebelum insiden salah sebut itu terjadi.
Dewa menaikkan senyumnya sambil meringis. Kedua sahabat yang terlalu dekat itu sudah tidak lagi memperhatikan film yang mereka tonton.
Dewa menangkup wajah Fara dan melumat bibir mungil yang menggiurkan itu. Daripada harus menahan sesak karena masih saja dianggap sahabat, lebih baik ia manfaatlan bagian plus-plus yang ditawarkan perempuan itu.
Fara tertawa dan terpekik cepat saat Dewa membaringkan tubuhnya untuk dapat lebih menikmati kemesraan itu.
Dua sahabat, melekat, semakin erat...
Saat tubuh Fara sudah meremang, Dewa langsung mengangkat kepalanya dan berkata, "Here's the thing..."
Fara bergerak limbung, perlahan mengumpulkan fokus untuk memperhatikan Dewa yang juga sedang terengah.
"You hate pity affection, I hate pity sex more. Jadi, kita akan ngelakuin itu saat kamu nggak ngerasa bahwa kamu harus memenuhi tanggung jawab kamu ke aku," kata Dewa.
Ia lalu menyentuh telinga Fara dengan lidahnya lalu berbisik, "We'll gonna do it when you want it so much you'll beg to me for it..."
Dewa lalu melepaskan Fara dan beranjak ke kamar mandi.
Fara hanya melongo menatap langit-langit. Seumur hidupnya, tak pernah ia temui laki-laki yang begitu gigih menunda hubungan badan seperti Dewa.
Dada Fara bergejolak. Ia semakin penasaran pada Dewa. Ia pasti dapat menaklukan sahabat sekaligus suaminya itu kelak.
Permainan dimulai ya, Wa...
***
Ampuuunnn deh... udah cap-cip-cup masih aja dianggep sahabat. Tega banget si Fara 😭
Up satu dulu ya... kudu semedi nih mikirin kelanjutannya. Harus nulis dengan konsentrasi tinggi biar seru. Muehehehee...
Dah ah, sampai jumpa di bab selanjutnya❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top