12. Farasya!
[15 Tahun Lalu]
"Jadi ada meeting dadakan? Oke, nggak apa-apa kok... Beneran nggak apa-apa... Iya, udah biasa lah pulang sendiri... Iyaaa nanti aku kabarinnn, kamu sekarang bawel deh!"
Dewa memperhatikan interaksi Fara dan Rai lewat telepon. Dia menghela nafas pelan dan mencari objek lain untuk ditatapi saat sahabatnya itu selesai bertelepon.
"Cabut lo?" Tanya Dewa sambil melihat ke taman di depan gedung jurusan.
"Hm," jawab Fara. Rasa penasaran Dewa pun timbul karena suara perempuan itu begitu pelan dan sedikit bergetar.
Dewa spontan melebarkan senyumnya saat melihat wajah Fara memerah dengan kuluman senyum kala memandangi ponselnya.
Selang beberapa saat, Fara pun menyadari tatapan Dewa. Ia langsung menjulurkan lidah dan tertawa salah tingkah.
"Sorry rada bengong. Akhir-akhir ini Rai makin sweet sama gue, jadi enak kan... hehehe..." Fara memberi penjelasan tanpa diminta.
"Bukannya dia nggak bisa nganterin lo sekarang?"
"Iyaaa... tapi dulu mana ada neleponin minta maaf. Ngabarin aja suka lupa," kata Fara. Cengiran Dewa melebar.
"Bagus deh," respon Dewa.
"Kadang gue suka mikir kalo gue cuma pengisi waktu luang dia doang... tapi ternyata nggak gitu."
Dewa mengernyit mendengar curahan hati Fara. Bukan sekali perempuan itu menceritakan tentang hubungan dan perasaannya kepada makhluk bernama Rai. Bahkan, topik tentang pria itu selalu menjadi topik favorit Fara.
Rai begini, Rai begitu, Dewa selalu dipaksa mendengarnya setiap mereka menongkrong bersama. Tapi ia menikmati ekspresi Fara yang seru bercerita. Ia ingin menanggapi tiap antusiasme sahabatnya itu, entah apa sebabnya.
"Pacaran dari SMA masih insecure aja lo, Far?" tanya Dewa. Fara mengadah sampai tersenyum.
"Kadang gue takut nggak bisa ngimbangin passion-nya. Dia selalu seneng berkegiatan, gue anaknya mager..."
"Ya udah putusin aja," tantang Dewa. Fara menatap sahabatnya yang selalu terlihat begajulan itu.
Dewa sekilas terkesan liar dan tidak terawat, tapi laki-laki itu adalah salah satu orang terpintar yang pernah Fara temui. Dia sosok yang tidak banyak bicara, berwawasan luas dan menyenangkan untuk diajak mengobrol.
Tapi kali ini Fara tidak suka ide dari Dewa sama sekali.
"Ngaco lo! Pacarannya aja susah!!"
"Emang gimana pacarannya?"
"Iiih... kan dulu gue udah pernah ceritaaa... Kita deket karena sama-sama ngurusin festival sekolah. Gue naksir tapi nggak berani bilang karena takut diketawain, dia tuh populer di sekolah. Nggak tahunya gue ditembak sama dia pas malam pembubaran panitia."
"Terus langsung pacaran?"
"Ya nggak lah! Yang ngejar dia banyak, gue takut makan hati. Jadi gue tolak. Eeehhh... endingnya luluh karena nembak pake pengeras suara pas istirahat. Hahahaa..." wajah Fara menghangat mengingat masa pendekatan dirinya dan Rai saat mereka masih duduk di kelas sebelas dulu.
Rai terang-terangan mengejarnya sampai akhirnya teman-teman satu sekolah tahu dan mendesaknya untuk menerima Rai. Setelah itu mereka seperti tak terpisahkan. Apapun dihadapi berdua, termasuk kelulusan dan ujian masuk perguruan tinggi.
"Inget lagi cerita itu kalo lo insecure. Jadi seneng kan lo?" Kata Dewa.
Fara termangu, jantungnya berdebar. Dewa benar, kisah itu selalu sukses membuat ia merasa kasmaran kembali.
"Thanks, Wa," ucap Fara.
"Ya udah, gue cabut ya," kata Dewa pamit.
"Eh, nebeng dong..." kata Fara sambil bersiap untuk beranjak juga.
"Nebeng ke mana?" Dewa melongo.
"Balik. Anterin. Ya?"
"Ogah. Rumah lo kan jauh."
"Aaah... Dewa gitu amat siiihh... lo tega sama gue balik sendiri??"
"Tega lah! Biasa juga sendiri lo..."
"Jangan gitu dong, Waaa... gue magerrr..."
Fara menarik-narik lengan kaus sahabat sejurusan yang sudah siap kabur meninggalkannya. Seandainya saja perempuan itu tahu bahwa dalam hati Dewa sebenarnya ingin mengikuti keinginannya.
Tapi Dewa sudah janji...
"Far, lepasin nggak?"
"Nggak!"
"Rese' banget sih!!" Dewa menepuk-nepuk tangan Fara yang sudah menggenggam erat ranselnya. Mengusir perempuan itu tak beda dengan mengusir lebah.
Lebah raksasa.
Saat sedang sibuk berseteru, tiba-tiba sebuah suara memanggil Fara,
"Sayaaang... aku dataaang..."
Fara dan Dewa langsung diam dan menengok ke arah suara.
"Rai?!" seru Fara saat melihat Rai mendekat dengan cepat karena berlari.
"Aku ijin telat meeting akhirnya. Kepikiran janji buat nganterin kamu," kata Rai sambil terengah-engah.
Dengan sigap Fara mengambil botol minum di tasnya dan memberikannya pada Rai. Fara memang selalu siap dengan botol minumnya. Antara irit dan go green katanya.
"Tuh! Udah ada Rai kan?! Gue cabut ya!" seru Dewa yang ingin segera beranjak dari pasangan tersebut.
Fara seperti kebingungan, lalu ia menatap Dewa dengan binar di matanya dan tersenyum. Seketika Dewa merasa ada yang menepuk dadanya saat itu.
"Iya, thanks ya, Wa..." ucap Fara lembut.
Karena Rai tiba-tiba datang saat Fara berinteraksi dengan Dewa, gadis itu pun tak sengaja mengeluarkan ekspresi penuh cintanya saat bicara pada Dewa.
Dewa segera berbalik dan menjauh. Semakin jauh semakin kencang jantungnya berdebar.
Sebelumnya, Dewa hanya pengamat yang menikmati Fara dan keajaiban gadis itu dalam mencintai Rai. Dewa selalu menyimpan ekspresi-ekspresi Fara dalam memikirkan Rai dalam memorinya.
Tapi kejadian barusan membuat hatinya tak keruan. Senyum itu, tatapan itu, kelembutan Fara...
Dewa mengutuki dirinya yang kini seperti kecanduan dan menagih ekspresi cinta Fara yang ditujukan untuknya.
***
[Saat Ini]
"Aku harus lembur nanti, kamu mau tunggu di kantor kamu atau tunggu di kantor aku aja?" kata Dewa saat di mobil bersama Fara menuju kantor. Fara langsung menengok mendengar opsi yang tidak membuatnya nyaman itu.
"Kantorku lagi ada acara per divisi gitu, tapi assistant team baru minggu depan karena jadwal para bos-bos-nya padat," kata Fara dengan nada merajuk.
"Jadi?" tanya Dewa yang belum menangkap inti penjelasan Fara
"Jadi hari ini kantor udah bakal sepi dari jam setengah lima sore dan aku gabut banget nunggu di kantor sendirian," kata Fara
"Okay, berarti kamu ke kantor aku ya..." jawab Dewa.
"Emang aku nggak bisa nunggu di mall gitu ya, Wa? Biar aku nonton film dulu," pinta Fara. Sebenarnya dia malas sekali menongkrong di mall sendirian. Tapi sepertinya tidak ada tanda-tanda dirinya diizinkan pukang sendiri oleh Dewa.
"Kamu nonton film sendirian??"
"Ya sambil nunggu kamu."
"Aku selesai jam delapan malem. Emang nggak nanggung nontonnya?" tanya Dewa yang mencoba mengingat-ingat jadwal film di mall dekat kantor.
"Kayaknya kalo nontonnya jam enam cukup deh waktunya."
Sebenarnya Dewa lebih tenang jika Fara menunggu di kantornya. Tapi menunggu berjam-jam sendirian di tempat asing mungkin akan membuat istrinya bosan.
"... oke nanti kabar-kabarin aja ya."
***
"Wa, ternyata yang film jam enam durasinya tiga jam semua. Ada yang jadwalnya jam enam, tapi jauh dari kantor. Kelamaan kalo aku nunggu sambim nonton," jelas Fara di telepon.
Dewa menekan-nekan pangkal hidungnya. Ia antara resah memikirkan Fara dan mengambil waktu terlalu lama mengurusi urusan pribadinya. Beberapa kali ia menengok ke arah ruang rapat tempat brainstorming strategi marketing baru sedang berlangsung.
"Ya udah ke kantorku kalo gitu ya," ucap Dewa cepat.
"Aku langsung pulang aja ya, Wa?"
Ada yang meletup di dada Dewa saat mendengar Fara berkata demikian.
"Maksudnya gimana?"
"Maksudnya aku pulang sendiri aja, nggak sama kamu," penjelasan Fara ini malah membuat dada Dewa semakin panas.
Dulu, 15 tahun lalu, perempuan itu getol sekali memintanya mengantar pulang. Sekarang Fara malah seolah menghindarinya begini.
"Nggak. Kamu ke kantorku," tolak Dewa tegas.
"Dewa, ini baru jam setengah enam. Aku harus nunggu dua jam di kantor kamu gitu?" tanya Fara di seberang telepon.
"Iya lah."
"Kok pake 'lah'?"
"Ya habisnya mau ngapain lagi?"
"Ya aku bisa pulang duluan lah! Ngapain juga mau pulang aja harus setergantung itu sama kamu?!"
"Nggak boleh ya, Far. Udah deh sini buruan, jangan bikin aku khawatir."
"Kenapa kamu jadi ngekang aku gini sih?!"
"Fara... aku nggak mau berdebat. Kamu ke sini dulu baru kita bicara."
"Ini tuh bener-bener jebakan ya?! Apanya yang house-mate?! Nge-kost bareng?! Udah nikah aku jadi diatur-atur gini..." Fara semakin meluapkan keluhannya, membuat Dewa kehilangan ketenangannya.
"Farasya!"
Dewa nyaris melempar ponselnya sambil memaki diri karena telah membentak perempuan yang kini sangat ia khawatirkan.
"Ke kantorku... tolong..." ucap Dewa sambil mengusap wajahnya. Jantungnya berdebar kencang. Buru-buru ia rendahkan kembali suaranya dan berusaha memohon pada sang istri.
Ia mendengar Fara mendeham tanda setuju, lalu buru-buru memutus percakapan mereka.
Dewa pun menyalahkan dirinya setelah itu. Ada sesak yang muncul dari rasa takut. Pria itu begitu takut Fara membencinya.
***
Holaa... makasih udah nungguin terus Fara dan Dewa yaa.
Hari ini pake berantem pula ya mereka, hehe... gitu deh pengantin baru, kadang akur kadang berantem 😝
Sampai jumpa di bab selanjutnyaaa...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top