1. Yang Pergi Dan Yang Kembali
Telinga Fara terasa pengang dan kepalanya berdenyut. Kedua hal itu memang kerap muncul jika ia terlalu banyak menangis.
Tapi rasa nyeri sebesar apapun tak dapat membuatnya berhenti menitikan air mata di depan lubang makam Rai.
Menjalin hubungan sejak SMA sampai mereka memasuki usia 30an bersama membuat segalanya terasa berat bagi Fara. Ia mati rasa dan berharap bukan hanya sekadar rasa-nya saja yang mendapatkan nasib itu.
Ia ingin menyusul Raihan-nya, cinta pertamanya, kekasih seumur hidupnya...
"Ibu..."
Sebuah tangan kecil menggenggam dan menarik-narik bajunya, membuat Fara lepas dari lamunannya. Dilihatnya Nara kecil yang terlihat khawatir.
Apakah itu kesan orang terhadapnya? Mengkhawatirkan?
Fara memaksa senyumnya dan berjongkok sehingga tingginya dan Nara menjadi setara. Anak berusia tiga tahun itu menangis.
"Ayah bobo?" tanya anak itu dengan ujung bibir tertarik ke bawah. Fara mengusap lembut kepala anaknya.
"Iya, ayah istirahat. Udah nggak sakit lagi."
"Main sama Nara lagi, ya?"
Inilah cobaan terberat Fara. Bagaimana cara menjelaskan keadaan ini kepada anaknya sementara ia sendiri belum mampu menerima kenyataan yang ada?
"Udah nggak bisa sayang... Nara bantu doain ayah ya, biar ayah tenang istirahatnya..." suara Fara sudah bergetar. Ia segera memeluk putrinya erat-erat.
"Yaaahhh..." suara sendu Nara teredam dalam dekapan Fara.
"Nara sayang... sini sama eyang dulu..." Ibu Fara dengan sigap menarik lembut lengan Nara dan mengambil alih mengurus cucunya saat itu.
Fara menatap wajah ibunya dengan tatapan terima kasih. Sang ibu pun menjawabnya dengan anggukan.
Prosesi penguburan Raihan pun berjalan dan Fara merasa jiwanya hancur seiring terbenamnya tubuh sang suami di balik tumpukan tanah yang disekop memenuhi lubang kubur.
Fara berusaha tegar, demi anaknya dan keluarga Raihan. Ia sapa tamu yang hadir dengan senyuman. Tapi sebelum pulang, ia meminta waktu untuk tinggal lebih lama di depan gundukan tanah yang masih basah itu
Saat sendirian, air mata Fara tumpah lagi. Ia mengusap lembut nama Raihan Ananda Harun yang tertera di pusara itu.
"Sekarang aku harus gimana, Rai?" bisik Fara putus asa.
"Far," sebuah suara memanggil Fara. Perempuan itu menengok ke atas, melihat siapa orang itu.
Mata Fara terbelalak dan ia buru-buru berdiri.
"Elo?!" seru Fara. Wajahnya yang sudah kusut bertambah pucat melihat sosok itu.
Sepuluh tahun dia pergi dari hidup Fara. Sepuluh tahun perempuan itu tidak melihat wajahnya dan berpikir tak akan pernah melihatnya lagi.
Kini setelah mengantar Rai berpulang dan tahu bahwa ia tak bisa lagi bertemu belahan jiwanya itu, Dewa malah datang kembali.
***
Tes, tes... cek ombak dulu. Gimana, seru nggak prolognya? Hehee...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top