39. Peanutbutter-1
Avant-garde* milik Rusty tak ayal terejawantah kepelikan universum.
(*avant-garde= orang atau karya yang bersifat eksperimental, radikal, dan tidak lazim)
Agak non-ortodoks, tetapi beraksi di luar kotak benar-benar mampu menjalin pintu jalan keluar. Lain kali, Redo harus belajar dari Rusty. Dia percaya atas apa yang dinamakan perubahan. Mungkin, dari tindak tanduk saat berjalan, dan pandangan yang tak lekang dari Rusty, demikianlah pemikirannya. Masih banyak yang Redo belum ketahui dan dari sini dia bisa memulai.
Tak terasa perjalanan berlalu begitu saja. Kompleks bangunan besar yang lebih modern menyambut di ujung sana. Selesai lewat hutan konifera, tiga orang itu pun lanjut ke padang rumput. Tentu beberapa Pokémon endemik maupun kosmopolit berjumpa, yang langsung lari padahal Rusty bersemangat sekali keluarkan PokéBall. Seruan anehnya itu ditiru bayi Biru, menjadi keluaran senandung yang menyemangati Redo supaya tidak kalah.
Mereka akhirnya sampai di tempat tujuan. Gedung yang lebih kontemporer daripada rumah-rumah di Pallet Town. Dari depan, terlihat dua sayap tinggi bak menara, di tengahnya ialah bangunan utama besar, dengan fasad tembok berkaca lebar. Pada pintu bidang terbuka merupa jalur orang-orang masuk.
Akan tetapi, saat hendak menginjak halaman, ada sesuatu yang ganjil. Di trotoar hadapan bangunan, Redo bertemu lagi dengan benda hitam misterius. Punggung lelaki itu menegang dan air muka nanar. Sementara si Rusty malah lekas berlari, siap dengan tendangan. “Wah, aku mau main sepak bola lagi!” serunya.
Namun, sebelum itu, Redo mencekal sikunya, menggeleng dengan tatapan melarang meski cengkeraman menggetar.
“Apa? Ada apa?” Rusty menoleh. “Ah! Kau ingin main sepak bola juga, ya? Oke, tapi sehabis Rusty, ya--”
Deham dan alis Redo bertaut, membuat lawan bicara terbungkam, menurut untuk menunggu. Redo mengejam mata, tangannya mengepal, dagu pun terangkat. Dia menyuruh Rusty diam di tempat--sekadar anggukan kiranya cukup.
Lelaki itu menghampiri benda hitam misterius yang mengeluarkan desing dan pendar, bergetar-getar di atas blok trotoar. Tidak ada orang selain mereka sehingga kesempatan ini digunakannya mengambil benda tersebut dan dibawa ke dekapan. Dia kemudian kembali menggandeng bayi Biru. Sebelum masuk, Redo mengisyaratkan kepada Rusty. Dari seseorang atau sesuatu bernama PB dari ceritanya, mungkin dia atau itu tahu sesuatu.
Akan tetapi, baru sedetik diberi gestur, Rusty malah melamun. Lebih tepatnya tatapan remaja berkacamata itu begitu intens, tidak mau lepas terhadap benda di tangan Redo. Saat benda hitam digeser kiri, manik matanya bergerak ke kiri, ketika geser kanan, ikut lirik kanan. Rusty berada dalam mode analitik.
“Oh! Rusty ingat! Ini! Benda ini!” serunya, saat benda itu disimpan dalam saku jaket. “Kami menciptakannya.”
Redo tergeming.
Perkataan Rusty tak ayal melahirkan prasangka baru terhadap keadaan aktual. Yang awalnya curiga terbawah naik ke daftar teratas dari hal-hal yang patut diwaspadai selama berinteraksi dengan orang asing. Jika memang benar demikian imajinasi Rusty pada Redo. Itu semata hasil terjemahan ekspresi memalingkan muka, melipat lengan, melangkah dengan berat, jari diletakkan di dagu.
Walaupun demikian, Redo tetap mengegah ke teras bangunan, dan Rusty mengikutinya. Begitu masuk pintu lebar, pemandangan yang pertama kali ditangkap berupa ruangan mahaluas dengan perabotan modern lagi bernilai tinggi, sofa-sofanya, rak buku, pot-pot, serta tempayan. Masih ada lorong di ujung yang mungkin mengarah bagian yang lebih besar.
Lantas timbul praduga baru. Dari sini, dua remaja yang mirip ini, mulai dari topi, jaket, dan ransel, serta seorang bayi--batita, mungkin--laki-laki yang baru bisa berjalan. Mau apa mereka datang kemari?
Memikirkannya pun percuma sebab tidak ada orang yang bisa memberi peduli.
Di salah satu sisi dinding, berdiri deretan lemari kaca tinggi. Di dalamnya tertata alat-alat canggih, yang sering digunakan para ilmuwan di televisi, juga tabung kaca berbagai rupa, tampak terawat dengan telaten meski dari tulisan etiket telah berumur.
Di sebelahnya, ada produk-produk yang dihasilkan dari tempat ini, di antaranya PokéBall aneka rupa yang dipasang pada wadah berlapis beledu dengan banyak cekungan, barang-barang pemulihan, obat-obatan, dan botol-botol yang Redo tak bisa kenali.
Sementara itu, di tengah ruangan, terdapat kotak kaca besar berkaki empat, sengaja diletakkan di situ guna dipamerkan ke khalayak. Ialah maket kompleks bangunan tempat ini, tiruan tiga dimensi dalam skala kecil yang begitu indah lagi mendetail. Kebanyakan dibuat dari gabus berwarna, ada bangunan-bangunan, fasilitas umum seperti lampu jalanan dan blok teras, fasilitas khusus yang modelnya unik, pepohonan, serta panah penunjuk arah. Legenda terpampang di papan samping maket, di bagian paling atasnya tertulis dengan mencolok, “Laboratorium Prof. Oak”.
Memang ini laboratorium yang Redo ketahui satu-satunya di Pallet Town, tetapi telah berubah banyak sejak terakhir kali berkunjung. Terlintas kenangan silam saat Biru remaja, Prof. Oak masih bugar, memberi masing-masing Pokémon permulaan.
“Ada apa denganmu? Seperti baru pertama kali saja ke sini. Di sana, laboratorium PB tepat ada di arah sana,” tunjuk Rusty, menemukan Redo mematung linglung di dekat maket. Perhatian Redo tertarik lalu beralih pada lorong panjang di arah kanan. Lelaki itu mengangguk, kemudian menggenggam lengan bayi Biru, mengekori si pemandu jalan yang derapnya cepat.
Namun, baru sampai setengah lorong, Rusty tiba-tiba stop. Tangannya sibuk merogoh ransel yang ditarik ke depan, entah apa saja isinya yang terlihat penuh itu. Sementara Redo, si pramusiwa yang terpana melihat-lihat, dan bayi Biru, terus melangkah hingga Rusty dilewati begitu saja, sampai tahu-tahu mereka sudah jauh di depan.
Memang interior lab begitu memanjakan mata. Banyak objek menarik terpasang di tembok ataupun tertata dalam almari, menjadi pembelajaran baru. Namun, tujuan Redo datang kemari bukan untuk demikian, melainkan untuk mengikuti kehendak Rusty. Dan, dia pikir remaja itu sudah menghilang di balik pintu, yang di atasnya terpatri pelat yang dengan cetak tulisan “Lab PB” itu.
Lantas Redo pun masuk menggandeng bayi Biru. Ruangan tersebut tak kalah mengagumkan dengan bagian depan maupun lorong. Di belakang tersusun rak-rak, berisi limpahan buku tua serta dokumen dalam ordner, bermacam-macam subjek meski dari terlihatnya ilmiah belaka. Di sisi lain ruangan, meja dan komputer menyala, di atasnya jendela mati tertutup tirai.
Saat Redo ingin mencari tahu lebih dalam, suatu sosok penghalang menghentikan langkahnya.
Sosok itu tinggi besar, berperawakan kekar mirip binaragawan, membuat Redo harus mendongak. Jas lab dan kemeja ukuran jumbo membungkus badannya, celana jin membalut tungkai masifnya, menampakkan lekuk-lekuk tubuh yang membengkak. Di genggaman tangan kanan terpegang papan dengan lembar-lembar kertas tersepit, tangan satunya menoreh pulpen yang pangkalnya bisa ditekan--supaya ujung runcingnya mencuat dan membuat huruf dengan tinta.
Namun, ada yang aneh. Saat ditengok, sosok tersebut memiliki kepala yang menyerupai binatang, mungkin hewan rodensia, dengan moncong pendek, hidung kecil warna merah, berkas rambut di pipi dan bawah wajah. Yang menonjol dari rahang atasnya ialah gigi seri besar. Selain itu, ada bagian putih yang menghiasi dahi serta sekitar mata. Apalagi kulitnya berambut tebal, berona emas--sekujurnya emas!--bersama kilau-kilau yang agak menyilaukan.
Meski rautnya memberi impresi bersahaja, terpancar aura represif yang menguar dari balik punggung dan ubun-ubun, makin menekan seiring sorot intimidatif dari ekspresi yang terkesan superior.
Redo perlahan meraih pergelangan tangan bayi Biru, tetap tak mengalihkan pandangan menengadah dari si sosok, dengan hati-hati melangkah mundur. Sepatu kanan, sepatu kiri, badan tertarik, bayi mengikut. Tungkai kanan, tungkai kiri, torso, bayi. Sedikit lagi berhasil. Kanan, kiri, jangan lepas.
Tiba-tiba Rusty muncul dari belakang, membuat Redo bergidik ngeri. “Hei, PB, Rusty lupa mengembalikan majalah dewasa yang Rusty curi lusa lalu,” ujarnya menunjuk majalah yang dimaksud.
Aura itu tak ayal menerbitkan senyum dengan mata terpejam ramah, sebuah perubahan yang revolusioner.
“Akhirnya anta kembali, Father!”
###
Klaten, 15 Maret 2022
Yey aku kembali
*stiker cheems pakai tiara bunga
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top