19. Damn Dad-2
Pilar-pilar cahaya menembus jendela, kesilauan menyusuri koridor rumah. Suara dari arah ruangan lain menarik keinginan sanubari guna mendekat. Di sana, seorang wanita dengan celemek bergumul bersama penggoreng dan panci serta kompor menyala. Sesekali tangannya lihai memasukkan berbagai bahan masakan.
Redo menyapa ibunya, berharap menyadarinya. Wanita itu berbalik, tersenyum secerah hari kemarin. Rautnya kemudian terheran menatap si remaja yang telah siap dengan jaket serta ransel.
"Oh, Dear. Kau sudah mau berangkat?" Redo menganggut.
Wanita itu kemudian meletakkan pisau pada talenan.
"Ini masih pagi, nanti saja ke sananya. Saat ini mungkin Daisy masih siap-siap."
Atas perintah kial wanita itu, Redo pun menurut. Ransel dia letakkan di kursi meja makan.
Ada rasa tak percaya saat tapak kaki melangkah. Mungkin dia harus senang, mungkin juga tidak. Ini semacam kejadian mustahil. Sesuatu yang aneh, menimbulkan pemikiran syak.
Redo sukar mengakui ibunya kembali normal, wanita yang sekarang memintanya bantu memasak. Juga sang ayah yang masuk ke dapur seraya menguap, terkesan atas apa yang dia lihat. Remaja pengupas umbi-umbian dan wanita peracik bumbu.
Sehabis sarapan siap, sang ayah mengangguk selepas masuk untuk kedua kalinya dengan setelan jas hitam. Redo yang meletakkan mangkuk ke meja tergemap sedikit, lantas lanjut menata hidangan.
Kegiatan singkat pagi itu hampir usai saat sang ayah di teras memasang pantofel. Dia dengan tas kerjanya, juga semangat yang akan dibawa bepergian selama seminggu.
Lalu ketika si wanita menganjurkan bekal, mengantar keberangkatannya. Dia menggoda entah kepada anaknya atau ke siapa. "Redo ingin mengalahkanmu, Ayah! Dia sudah siap-siap ketika kau masih tidur tadi."
Sang ayah tertawa ringan seakan tersanjung. "Redo memang anak yang b҉e҉r҉b҉a҉k҉t҉i҉!"
Redo memalingkan muka, agak tersipu.
Ibunya tiba-tiba berseru gelisah, "Oh! Aku lupa sedang memasak air!"
Redo ingin menawarkan diri yang pergi, tetapi dibalas gelengan lembut.
"Redo, antar ayahmu berangkat kerja, ya?" pinta si ibu.
Redo tidak bisa menolak.
Di halaman rumah, dua orang dari gen yang sama dengan karakteristik mirip, berjalan berdampingan. Satu dengan jas dan pakaian rapi, satu dengan jaket merah dan celana jin.
"Wow, Redo! Kau bertambah tinggi, ya?" Sang ayah terkejut mengamati puncak kepala Redo yang sebenarnya belum melebihinya.
Redo pun mengangguk canggung, membuang muka. Lalu dia ikut terhenti saat sang ayah stop melangkah.
"Tunggu sebentar." Dia menarik tasnya ke depan. Ritsleting terbuka dan pria itu kelimpungan merogoh tas.
Redo penasaran dan mendekatkan kepala meski matanya tidak mengarah ke dalam tas.
"Ini untukmu."
Pria itu mengeluarkan sebuah barang. Redo mematung, lalu dibuat terkesima melihatnya.
"Bukan barang yang begitu bagus, tapi setidaknya sedikit berguna untukmu, bukan?"
Redo memperoleh PokéBlock. Benda balok yang terbuat dari plastik transparan, di dalamnya terdapat beberapa lapis warna-warni mirip rona buah beri. Dia pun memasukkan PokéBlock tersebut ke kantung khusus pada ransel.
"Tolong jaga ibumu, ya?" pinta pria itu. "Selagi Ayah mencari nafkah," tambahnya.
Redo mendampingi sampai di ujung padang ilalang, berakhir di sana melepas siluet sang ayah yang kian jauh. Dia pun balik ke rumah.
Masa berlalu begitu cepat bagai jam terbang yang di depan mata. Redo jadi beranjak karena jarum arloji menyatakan demikian.
Ibunya melambai di ambang pintu dan Redo tak pikir panjang balik menghadapnya. Dua-tiga patah kata yang seakan mendoakan anak semata wayang. Padahal tinggal bergeser lima langkah bisa sampai—satu jika melompat—kerisauannya sudah membentang jauh hingga luar Kanto.
Tepat kala Redo melancarkan aksi, dia tersentak. Wanita berambut pirang, ibu Biru, mengawai kepada Daisy yang sudah bersedia. Ibu Redo yang melihat kesempatan pun berseru dengan cedok pasir di tangan, dan kemudian mesem kepada Daisy seiring turun ke pekarangan.
Tak ingin menahan sipu lagi, Redo bergegas menghampiri Daisy.
"Huh? Ada apa denganmu?"
Si laki-laki tak menyahut, menunduk saja.
Daisy pun tak acuh sebab tampak buru-buru. "Soal kemarin aku tak mempermasalahkan lagi, jadi lupakan saja. Ayo, masuk."
Walau bukan begitu maksudnya, Redo tak menolak, justru agak senang. Dia ikuti langkahnya.
Namun, sebelum mencapai daun pintu, ibu Redo berseru, "Daisy, tolong bantuannya, ya! Siapa tau dia yang cocok mengingat umurmu itu! Kau belum menemukannya, bukan?"
Daisy balas menyapa dan tersenyum canggung, langsung menarik Redo ke dalam.
Di sela-sela melalui lorong rumah, perempuan itu meracau. Niatnya dibuat tidak terang, tetapi Redo dapat mendengar jelas.
"Uh, ibumu itu. Kenapa selalu menanyakan hal yang sama setiap bertemu?" Dia pun berlanjut ke ocehan.
Dari kesimpulan yang Redo tangkap, dia tidak senang rangkain leter Oak yang tersemat di namanya. Dalihnya, dia itu belum nyonya. Daisy 'masih' nona. Stereotip umur tidak berlaku di sini.
Redo angguk-angguk, tidak mengerti apa pasal pegal hati.
Sesampai di kamar Biru, dia menjelaskan ini-itu mengenai kebutuhan si bayi, soal-soal lainnya. Redo sigap mencatat setiap urusan dalam buku kecil.
Daisy pun pamit pergi dahulu, menyuruhnya rawat baik-baik si bayi, dan jangan tidur di tengah kerja! Aneh, rasanya. Dia tetap bilang begitu padahal beberapa saat lalu tidak mempermasalahkan.
Redo mengangguk seiring 'nona rumah' beranjak pergi. Berikutnya dia berbalik dalam kekakuan, melepas ransel dan menaruh di dekat meja. Tapak kakinya mengusap karpet merah yang terlihat lembut. Perlahan manik mata cokelat hazel melirik ke arah ranjang berkaki. Ada yang menatap sedari tadi.
Bayi Biru berdiri, berpegangan pada ranjang kasur. Mata beriris cokelat madunya nan polos tak berkedip, terus memperhatikan. Sementara si remaja laki-laki lama mematung di tempat, dengan raut muka bertanya-tanya laksana baru pertama kali bertemu.
Bunyi lonceng angin memecah keheningan.
Redo mengulurkan tangan, ada semu merah di pipinya. Bayi Biru tergelak khas dan tersenyum lebar, dia pukul pagar ranjang berulang-ulang. Kedua lengan Redo pun merangkul pinggangnya, mengangkat ke dekapan. Dipeluklah dia dengan penuh keharuan.
Beberapa saat kemudian, bayi Biru sudah diurus. Namun, si pengasuh tersadar, seperti melupakan sesuatu. Tangannya mengeluarkan benda kotak dari saku jaket merah. Ternyata dia belum mengecek status bayi Biru di PokéDex v2.
###
Baby Blue (bayi Biru) ♂️
Lv. 20
PokéDex No.: N/A
Name: Baby Blue
Type: Normal
OT: REDO
ID No.: 162915
Exp. Points: 20001
To Next Lv.: 999
Item: Milk bottle
###
Level dua puluh, sama ketika terakhir kali momen di pinggir sungai. Benda yang digenggam, 'milk bottle'—mungkin maksudnya botol susu yang sedang diisap bayi itu. Ngomong-ngomong, bayi Biru sudah bisa berdiri lama, meski masih harus berpegangan dengan benda atau sesuatu yang setinggi tubuhnya, misalnya bahu si Redo yang tengah bersila.
Remaja itu kemudian mengalihkan perhatian, mencerling kalender di atas meja. Tanggalnya sama jika dihitung dari malam-malam yang terlewati. Hanya saja situasi yang mengalami perubahan. Bisa jadi ada sangkut paut dengan peraturan Heal Order nomor dua: 'Setiap kenaikan level menghasilkan konsekuensi tersendiri'.
Apakah karena itu? Redo memejam mata, menggeleng perlahan. Masih banyak hal yang dia belum mengerti, di saat berbagai pertanyaan mengganjal dalam pikiran.
Redo benar-benar dibuat gering hulu hingga tersenyum hampa.
Malam pun tiba, jam pulang jatuh di depan mata. Singkat waktu Redo membawa tasnya menuju rumah sendiri, melalui kegelapan walau hanya beberapa langkah.
Baru melepas sepatu sesudah menutup pintu depan, wanita yang bersahaja langsung menyambut seolah menunggunya.
"Ibu kesepian seharian sendiri di rumah," kesah wanita itu sembari membelai rangkaian bunga di genggaman. "Ayahmu juga hanya seminggu sekali pulangnya."
Dari dialog itu Redo memahami satu hal. Baik di dunia asli maupun buatan, pujaan berlebihan terhadap perhatian adalah perkara yang berbahaya.
Redo pun bertanya ke ibunya soal Biru. Respons pertama yang dia dapat ialah raut bingung.
"Biru bayi?" Redo menggeleng. "Eh, yang versi dewasa? Rambut cokelat madu dan mata yang sama?"
Barulah wanita yang ditanya paham maksudnya.
"Oh, ayahnya Biru dan Daisy!"
Pada akhirnya apa yang didapat, terjadi sudah. Ibu Redo bercerita soal orang tersebut, tentang ayah Biru terkait insiden ketika Redo belia dan tidak tahu apa-apa.
"Waktu itu, kamu masih di sekolah dasar. Tidak ada yang menduganya sama sekali dan sampai sekarang Ibu pun masih tidak percaya. Tapi, pasti kamu sudah berulang kali mendengar cerita ini. Ya, ayah Biru adalah atasan Team R dan dia dipenjara bersama para bawahannya. Tahun lalu dia sudah bebas, tapi Ibu belum pernah bertemu dengannya lagi sampai sekarang."
###
Kudus, 22 Januari 2022
Catatan penulis:
● ibu Redo= ibu dari Redo
● ayah Redo= ayah dari Redo
● ibu Biru= ibu dari Biru
● ayah Biru= ayah dari Biru
/iya mereka gak ada namanya/
● kakak Biru= kakak perempuan dari Biru (Daisy)
● bayi Biru= Biru Oak dalam usia bayi (1-3,5 tahun)
Sasuga my boy :"'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top