17. Childhood-4
Pallet Town, kota kecil serupa kenangan yang mudah terlupakan.
Atmosfer pagi diiringi semangat orang-orang yang mengawali aktivitas hari, sekalipun di permukiman terpencil ini. Kendaraan motor yang berderum makin jauh, langkah tergesa-gesa, makhluk terbang di angkasa. Meski disebut kota, tak ada yang lebih canggih dari berjalan kaki. Bahkan laluan pun masih berupa lempung ditumbuhi rerumputan.
Seperti Redo yang keluar rumah, keselamatan serta keamanan selalu bersamanya. Dengan ekspresi riang, anak berjaket merah itu menyambut senyum surya bersama mega. Akibat terus mendongak, hampir saja sepatu merah si pemilik menyandung kerumunan umbi ungu berdaun panjang, yang ternyata Pokémon rumput liar, kocar-kacir setelahnya.
Kemudian anak itu berlari, tetapi refleks berhenti lagi. Ada seorang laki-laki sebaya di depan mata. Hatinya bagai meledak-ledak, kelopak melebar bulat. Dia tercengang bukan main, tak disangka bisa mendapatinya di sini.
Biru bersilang tangan menyandar tembok. Setelan miliknya berupa baju hitam berkerah serta celana kargo hijau. Menurut Redo cocok juga, meski paduan warna yang biasa. Tidak jika raut wajah yang terlihat mengandung hati.
Tanpa ragu, anak bertopi merah-putih tersenyum lebar. Dia sapa habis-habisan kawannya itu. Lambaikan tangan, tepuk tangan, patah siku. Namun, yang disapa membalas dengan kerling ramah sekali sampai Redo tersentak ketakutan.
Intinya dia berucap, "Ugh, Redo?!" Dengan nada sebal yang nyata.
Redo pasti heran, tetapi tak akan berujar. Kialnya ingin menanyakan ada masalah apa gerangan, sayang tak cocok suasana obrolan.
Akhir kata, masuklah dua anak itu bergantian. Tentu siapa yang jalan dahulu sudah jelas, karena Redo mengekor di belakang. Sebenarnya suara pria tualah yang jadi asal muasal mereka beranjak.
Prof. Oak, semua orang tahu dia memiliki laboratorium sendiri. Jika orang-orang sini yang ditanyai, kalian akan diarahkan pada bangunan besar yang kontras dengan suasana kota, terletak di ujung tenggara. Tentu ada juga beberapa laboran, proyek penelitian dibuat bukan tanpa alasan.
'Pokémon adalah entitas misterius, sedikit yang kita tahu'.
Itulah kutipan dari salah satu kliping yang dipajang di mading. Redo lanjut membuntuti dua orang yang satu gen meski obrolannya isi pertengkaran belaka.
Dari aula, mereka berpindah ke lorong. Lewat pintu lebar terbuka, di sana ruang kerja berada.
Redo sekarang pasti sudah tahu apa yang bakal terjadi pada Redo lainnya. Namun, dia baru akan tahu apa yang ada di pikiran Biru aslinya.
"Hari ini awal mula kalian sebagai pelatih Pokémon! Selamat, anak-anak!"
Prof. Oak menawarkan seekor Pokémon permulaan yang bisa berevolusi ke berbagai tipe. Kepada Redo. Biru lantas merasa iri, dia rebut Pokémon itu atas dasar lebih tangkas, dan, ya, Redo tidak pantas. Prof. Oak pun kemudian membiarkan anak itu menjadi egois. Kasih sayang kepada Redo jauh melebihi. Pikachu dia berikan kepadanya.
Biru, dari awal tak pernah menyangka. Terbilang nekat, asal kau tahu. Harusnya dia berteriak kegirangan, atau terbahak-bahak mengejek. Bukan itu. Biru benar-benar teriris. Oleh Redo, oleh Pak Tua, oleh keluarganya sendiri. Tubuh anak tersebut terpotong menjadi keratan-keratan bak roti berlembar-lembar.
Sejak saat itu, Biru mulai berperan antagonis setiap kali bertemu Redo. Seolah mereka bukanlah teman yang pernah bermain dan bersenang-senang sebelumnya. Dia menyimpan dengki dengan alasan bahwa tak ada peduli atas apa yang terjadi dengan keluarga Oak.
Sebelum benar-benar menyadari, Biru tidak bisa lagi berinteraksi dengan Redo.
Setelah peristiwa usai, Prof. Oak ripuh di telepon. Kata dari seberang, seorang pria pemilik dojo ditangkap karena punya hubungan kejahatan dengan salah satu anggota keluarga Oak. Dia pun dipanggil sebagai saksi meja hijau.
Begitulah yang terjadi. Biru telah balik dari keadaan terkurung, tetapi setelah pulang, dia merundung Redo. Itu bukan tanpa alasan. Karena memang Biru tidak bisa menemukan rumah.
Daisy selalu takut bila dia tak ada. Ibunya lebih sering diam menyendiri. Apalagi Pak Tua pergi di saat penting sampai-sampai hampir melupakannya.
Ini tak ada beda dengan kejadian di dojo, dan Biru sangat tidak menyukainya.
Redo remaja benar-benar ingin ikut andil. Namun, memang dia bisa apa? Makin lama jarak antara Redo serta Biru makin meregang, keduanya menuju jalan berlainan dengan penyesalan masing-masing. Dia hanya berdiri mematung di tengah-tengahnya, mengamati figur masa kanak-kanak yang kian memudar.
Keping demi keping memori Biru yang melintas dalam sekejap telah menyadarkan Redo bahwa sedikit demi sedikit kehidupan yang terlihat baik-baik saja dari luar telah tergerogoti kebusukan.
Biru, oh, Biru. Bagaimana cara menyelamatkanmu?
Tampaknya tekad tokoh kita terlalu lemah sampai-sampai itu datang kembali.
Tatkala Redo pulih dari kesadaran, harapnya ini di kamar Biru. Akan tetapi, atmosfer terasa biru gelap bercampur cokelat tua, dan tak ada benda bergerak meskipun jendela terbuka lebar. Barulah Redo sadar seakan waktu berhenti. Langsung dia ketahui penyebab kepelikan tergeletak di atas meja.
Benda hitam misterius.
Redo mencelikkan mata. Seisi ruang berupa kehampaan bagai pemandangan di luar angkasa biru gelap. Di hadapan, menjulang tiga pilar yang begitu tinggi, dengan benda-benda aneh mengitarinya. Terdapat podium di tengah-tengah bersimbol PokéBall emas.
Suara-suara familier tertangkap di telinga. Dari bawah podium, menongol sesosok Pokémon berwujud tikus kuning. Agak beda cicitnya, agak beda listrik yang menyelmutinya. Redo yakin itu bukanlah Pikachu meskipun menyerupai Pikachu.
Lantas, siapakah gerangan?
"Hah? Apa otakmu itu terbuat dari Poffin? Aku Tuan Hoothoot! Eh? Oh, iya, kan, sekarang wujudku Pikachu," cicit Pokémon itu. Ia bisa berbicara kalau Redo belum tahu.
Usahanya begitu keras hendak mengubah wujud. Bentuk Pikachu menggumpal jadi bola keunguan. Struktur tidak sempurna yang awalnya serupa tikus sekarang mirip monster aneh.
"Lah, kok gagal?"
Ia bertransformasi kembali sesuai seruannya, tetapi tidak berhasil. Konstruksi tak padu yang berakhir gubal bertunas-tunas.
"Lah, gagal lagi?" Makhluk itu mendesah pelan. Ada nada pasrah di dalamnya. "Ya sudah balik bentuk awal saja."
Redo menggeridip. Visual yang dia saksikan dari bawah sana ialah podium, di atasnya berdiri Pokémon ungu kecil dengan kaki dan tangan semu, bergerak lambat tidak keruan. Wajahnya hanya titik untuk mata dan garis lengkung untuk mulut. Saat berbicara, tubuh yang kenyal kembang-kerut bagai diremas-remas.
"Tidak, tidak. Aku bukan Ditto. Jangan panggil aku dengan nama jelek itu. Panggil aku Tuan Hoothoot seperti biasa."
Redo mengangguk agak heran.
Berikutnya Tuan Hoothoot yang bukan berwujud Hoothoot melayangkan tatapan tajam, karena rupanya berubah, sontak Redo merasa terintimidasi.
Kata Pokémon itu, Redo tidak berhasil menuntaskan misi. Ingin menyangkal, tetapi ada benarnya. Heal Order kali ini memanggil bukan untuk memberi ucapan selamat atau semangat lanjut merawat. Melainkan menyayangkan usaha yang setengah-setengah.
Redo pun mengeritkan gigi, terpaksa menundukkan kepala. Tatapan kecewanya tersembunyi di balik ujung topi. Kedua tangannya mengepal erat, seolah hendak meninju sesuatu. Dari suara yang dihasilkan decak lidah dan badan yang gemetar, Redo benar-benar membenci diri sendiri.
"Kau diberikan kewenangan oleh Heal Order dalam misi ini, tetapi kau malah tidak menggunakannya dengan sebaik mungkin. Untuk itu, kami memberikan kesempatan sekali lagi. Apa sebenarnya yang kau ingin ubah dari Klien? Pikirkanlah itu dengan baik-baik."
Redo amat frustrasi. Pandangannya memburam dan segala penglihatan lenyap. Yang dia tampak hanyalah kegelapan membentang bersama gelombang. Yang dia dengar hanyalah suara gelembung yang pecah bersama bisingnya gesekan air. Tangan menggantung di bawah, badan mengikuti arah riak, tatapan sepenuhnya hampa.
Redo kembali memikirkan masa-masa kelam itu.
###
Kudus, 18 Januari 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top