S H E - s i x t e e n
SHE
°
Ketika Nemesis sudah terbangun dan mendapati wajah mengerut dari Jefes Nicholas—Jeno yang masih berusia sepuluh bulan, dia tertegun.
Sura yang berada di sisi seberang dan duduk di ranjang dengan membawa piring makanan khas rumah sakit pria itu mulai kembali dari kesadarannya.
"Mu... Mu..."
Sura mendengarkan panggilan dari putranya. Panggilan mumu yang bisa Jeno ucapkan. Hanya itu yang Nemesis dengar.
"Mu... Mu..."
Sura mengusap bibir anaknya Dan berkata, "Jeno mau apa?"
"Mu... Mu..."
Sebenarnya Caesura tahu apa yang anaknya inginkan, hanya saja dia menilik pada Nemesis yang nampaknya betah sekali menatapi Jeno. Sedangkan sudah genting jika anak itu menginginkan asupan yang lain.
"Ma... mu!!!" Meski lemas dan tersiksa dengan jarum yang terpasang pada tangan kanannya, Jeno memang bayi yang keras kepala.
"Dia mau apa?" Tanya Nemesis pada Sura.
"Susu." Jawab Sura cepat.
Aktor kenamaan itu mengendik dagu. "Kasih dia susunya. Kenapa kamu malah diem aja? Sebentar lagi dia pasti nangis."
Memang betul, Jeno langsung menangis begitu Nemesis selesai mengucapkan kalimatnya. Entah bentuk perhatian dari mana, tiba-tiba saja pria itu berusaha mendiamkan Jeno.
"Hei, Jeno. Mami kamu bikin susu dulu, ya. Jangan nangis, Boy." Usapan lembut Nemesis pada kepala Jeno membuat anak itu menoleh, tapi tidak menghentikan tangisan merengeknya.
"Mas Nemesis." Panggil Sura.
"Hm?"
"Susunya... em, maaf. Susunya bukan dibikin."
"Terus?" Nemesis berpikir sejenak, sebelum menyadari sesuatu. "Oh, oke. Oke. Saya keluar dulu."
Sepeninggalnya Nemesis, barulah Sura bisa mengambil alat pemompa ASI dengan diiringi suara tangisan Jeno. Sebenarnya bayi itu mencoba menyentuh dada Sura yang terbuka, tetapi dalam kondisi begini mana bisa Sura menyusui putranya dengan langsung? Walau seringnya ketika ditinggal bekerja cadangan ASI selalu tersedia, Jeno tetap suka meminum susunya langsung dari Sura.
"Sabar, ya, Sayang. Mama pompa dulu susunya." Dan tangisan Jeno semakin kuat.
Dalam kondisi begini, Sura benar-benar tidak tega. Putranya kesakitan dan kesulitan untuk meminum ASI. Jika bisa, Sura lebih berharap bisa menggantikan Jeno. Rasa bersalah menggerogotinya. Demi bekerja Jeno justru terlepas dari pengawasannya.
Maafin mama Jeno.
*
"Mama kamu ke mana?" tanya Nemesis begitu Sura membuka pintu dan membiarkan pria itu masuk kembali.
"Pulang. Nanti gantian jagain Jeno-nya."
"Saya harus bicara sama mama kamu." Kata Nemesis.
"Bicara apa, Mas? Harusnya kita berdua yang bicara. Saya bahkan belum menjelaskan semuanya sama mas Nemesis. Jujur, saya merasa bersalah karena sudah memisahkan ayah dan anak. Tapi saya berpikir nggak punya pilihan lain, Mas. Saya pikir mas Nemesis nggak akan suka karir cemerlang mas diganggu. Saya juga takut, mas Nemesis nggak percaya bahwa saya mengandung anak mas Dan justru menyuruh saya menggugurkan Jeno sewaktu dulu masih dalam kandungan. Saya takut nggak mendapatkan apa-apa selain kata pecat dari mas Dan bang Yogi."
Nemesis memasang wajah biasa, meski begitu Sura yakin pria itu sedang menekan rasa marahnya.
"Itu hanya dalam pikiran kamu. Sekarang, saya yang akan bicara." Kata Nemesis dengan nada yang sangat stabil. "Pertama, saya akan mengatur ulang rencana mengenai kamu yang menggantikan Ratuelita. Saya nggak mau kamu harus meninggalkan anak kita hanya untuk keegoisan saya. Kedua, saya mau kamu mulai fokus mengurus anak kita tanpa perlu memikirkan pekerjaan lain. Saya nggak mau ada kejadian semacam ini di masa mendatang, anak kita harus menjadi nomor satu yang diprioritaskan. Ketiga, kamu harus memutuskan menikah dengan saya dan mengurus anak kita atau tidak mau saya nikahi dan hak asuh akan jatuh pada saya."
Caesura termenung. Ketiga hal yang disebutkan oleh Nemesis terlalu cepat dan terlalu singkat untuk pembicaraan semacam ini.
"Maksud mas Nemesis... saya dipecat? Saya juga nggak diizinkan bersama anak saya sendiri???" tanya Sura akhirnya.
"Betul. Saya memecat kamu. Karena pekerjaan kamu akan berganti menjadi sepenuhnya ibu bagi anak kita. Dan ya, kamu tidak saya izinkan bersama Jeno jika kamu bersikeras tidak mau saya nikahi secara resmi. Kenapa? Pertama karena saya nggak mau anak saya kehidupan keluarganya timpang. Kedua karena kamu sudah sangat lancang menyembunyikan anak saya. Ketiga karena kamu memanfaatkan saya untuk mendapatkan uang. Terlepas dari alasan untuk memenuhi kebutuhan keluargamu, tindakan kamu sangat jahat. Kalo aja kamu mau jujur, saya nggak akan masalah membiayai anak saya. Apalagi keluarga kamu yang sudah mau mengurus Jeno. Saya akan lebih respect ke kalian. Sayangnya, kamu membuat saya marah, Sura. Kamu benar-benar diluar batas. Jadi, saya hanya menerima satu jawaban diantara 'ya' atau 'tidak'."
Sura tahu ini adalah cara yang memaksa, tapi ada kebenaran yang Nemesis sebutkan. Dan sekarang pikirannya kacau. Menerima memang mudah, tapi Sura tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Sebab tidak ada cinta. Menolak sangat mudah, tapi jelas risikonya, Nemesis akan membawa Jeno menjauh dari hidupnya dan itu tidak bisa. Sura tidak bisa membiarkan Nemesis mengambil Jeno dari hidupnya.
"Bagaimana, Sura? Apa jawaban kamu? Karena semakin cepat kamu memutuskan, semakin cepat saya bergerak meluruskan segalanya."
Apa Sura??? Jawab pria ini!!!
Mencoba meneguhkan diri, Sura menatap putranya lebih dulu. Dia mulai yakin. Meski tak ada cinta antara dirinya Nemesis, tapi ada cinta dirinya dan Jeno. Itu akan menjadi peluang yang bagus.
"Ya. Saya menerima keputusan mas Nemesis untuk menikahi saya dan memberikan keluarga yang utuh untuk Jeno."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top