Special Chapter
.
[BGM: 나야 나 (Piano ver.)]
.
.
.
〔 ❁ —; ʜᴇ's ᴀɴ ᴀʀᴛ〕
.
.
.
Hey Danik,
Maaf tidak berbicara denganmu secara langsung. Tapi hey, sama saja 'kan? Hahaha. Anggap saja aku sedang berbicara denganmu eoh?
Aku ingin menyampaikan maafku padamu.
Aku tau, aku tidak seharusnya begini. Aku sadar, aku turut menghancurkanmu dengan apa yang kulakukan.
Maafkan aku karena telah gagal menjadi seorang psikolog yang baik untukmu.
Aku yang seharusnya menuntunmu, membantumu berubah, menjadi penyemangatmu, pendorong bagimu, menolongmu untuk bangkit, justru merusakmu juga.
Betapa buruknya aku bagimu, bocah.
Jika kau membaca ini, itu berarti... Semuanya sudah berubah, benar?
Yah, ini semua salahku. Salahku yang terlalu percaya dengan bajingan sialan itu. Seharusnya aku menuruti kata hatiku yang sudah melarang diriku untuk dekat–dekat dengannya. Aku tau ada yang salah.
Kenapa aku bisa dengan mudah percaya padanya? Mengizinkan dia masuk ke dalam hatiku, membukanya, dan meninggalkannya begitu saja.
Aku yang bodoh, atau bagaimana, Danik?
Aku memiliki banyak penyesalan dalam hidupku. Seharusnya, aku menghampirinya saat ia kencan dengan orang lain. Tamparan, makian, dan tendangan tampaknya cocok untuknya.
Kemana perginya orang yang ku percaya dan ku cintai setulus hati, orang yang memberikan sebuah janji ikatan yang serius di hubungan terlarang kami? Kemana perginya orang yang mendorongku untuk kuat dan melawan tatapan mencela orang–orang atas status kami?
Dan begitu dia melangkah menjauh, meninggalkanku sendiri atas keterpurukanku, aku terombang–ambing. Keluargaku menolakku. Mereka membuangku, membiarkanku yang terjatuh begitu saja di jalanan tanpa ada niatan untuk bahkan mendekatiku.
Aku menjijikan, itu yang mereka katakan. Aku masih ingat bagaimana wajah mereka saat memandangku dengan tatapan seakan aku penuh hina dan bercela.
Brengsek.
Aku sendirian.
Ini rasa dingin, sesak, dan hampa yang mengerikan.
Mereka tak mau mencoba paham.
Aku tak masalah jika mereka tak mau menerimaku. Aku tak memaksa. Aku sadar, aku menentang garis yang disebut "hal wajar" dalam hidup.
Setidaknya, anggaplah aku sebagai manusia dan KELUARGA. Aku bukan sampah. Aku bukan seorang pelacur yang baru saja digilir para bajingan.
Aku hampa.
Aku jelas tidak mau bercerita denganmu. Aku tidak mau memperparah segalanya. Dan catatan, kau hanya bocah tengik sialan, Danik.
Astaga, aku tertawa sangat jahat saat menuliskan kalimat barusan.
Aku menyesal tidak bercerita denganmu. Sedikit. Aku berekspektasi, kau mungkin bisa menolongku.
Bisakah?
Tolong bawakan bunga krisan putih setiap kau mengunjungiku. Kau tau bukan, kalau aku sangat menyukai krisan putih?
Tolong, jangan temui atau cari siapapun setelah membaca ini. Bagaimana pun, ini salahku.
Aku tidak menyalahkan hubungan ini. Aku juga takkan melarangmu jika kau punya pacar tampan dan mengajaknya mengunjungiku.
Aku menyalahkan diriku sendiri atas kebodohanku.
Kenapa aku mencoba melawan, padahal aku sendiri tidak memiliki apapun untuk menjadi penyangga hidupku. Aku bodoh karena menembus sesuatu yang ternyata aku sendiri tak sanggup bertahan disana.
Aku adalah manusia naif di usiaku ini.
Sebaiknya, kau tenangkan dirimu, hei bocah. Pergilah berlibur dalam jangka waktu panjang. Aku rasa, pegunungan sangat cocok. Kau bisa menyewa salah satu villa disana dengan uangmu. Udara benar–benar baik saat ini.
Oh, aku lupa. Maaf ya, aku pasti sudah merusak acara berkemahmu.
Kau mau memaafkanku 'kan, Danik?
Tolong katakan ya.
Kau akan menjadi orang pertama yag memaafkanku, karena aku sendiri tak bisa memaafkan diriku.
Cobalah berdamai dengan rasa takutmu. Kau tidak bisa hidup di bayang–bayang seperti ini. Kau tak pernah mengerti, kapan kau akan bertemu dengan rasa takutmu, karena kau bukan penentu garis takdir dalam kehidupanmu sendiri.
Berjanjilah, kau akan mencoba berbaikan dengan dirimu sendiri. Jangan coba–coba menipuku! Aku bisa melihatmu dari atas sini, sementara aku menjalani hukuman dari Tuhan.
Jauhi obat penenangmu.
Aku tak akan sudi bertemu denganmu disini dengan keadaan serupa; overdosis.
Kau bukan aku. Jangan ikuti langkahku. Langkahku sudah berhenti, Dan. Carilah jalanmu sendiri.
Maaf tak bisa menuntunmu melewati rasa takutmu.
Kau 'kan harus mencari jalanmu sendiri. Jangan terus mengikuti arahanku. Kau bukan pasienku, Danik.
Kau adikku.
Kau bocah tengik sialan yang kusayangi.
Kau keluargaku.
Kau satu–satunya orang yang tidak memandangku jijik setelah mengetahui hubungan yang kujalani.
Dari situ, aku menyadari satu hal akan dirimu.
Kau pasti bisa melindungi siapapun yang harus kau lindungi, meski kau sendiri terluka atau bahkan sekarat.
Kau bisa menerima siapapun untuk kau rangkul dan kau jaga.
Kau mau tau kelebihanmu yang lain?
Kau mempunyai keyakinan kuat yang membedakanmu dari siapapun. Kau mempunyai penyangga untuk hidupmu. Kau mendorong dirimu sendiri untuk melangkah dengan tubuh penuh luka.
Kau berbeda, Danik.
Kau tidak mengalami gangguan kejiwaan. Kau hanya belum menghancurkan tembok yang mengurungmu dari dunia luar.
Berjanjilah, kau akan terus melangkah.
Berjanjilah, kau tak akan mengikutiku.
Berjanjilah untuk tidak overdosis.
Berjanjilah untuk berubah dan memperbaiki diri.
Berjanjilah, kau tak akan kembali ke traumamu karena diriku dan surat ini.
Berjanjilah, kau akan melindungi siapapun yang memerlukan perlindunganmu.
Berjanjilah untuk membawakan krisan putih padaku.
Berjanjilah, jangan tangisi aku.
Aku menyayangimu, adikku.
Maafkan aku.
Luv,
YJS.
.
.
.
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
~끝~
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.
.
.
.
.
.
a/n: Iya saya sadar ini gagal menyulut air mata:"))
Sejujurnya, saya gagal terus mau lanjutin special chap ini, karena belum nemu saat yang tepat dan belum dalam mood gloomy.
Begitu udah selesai, saya malah baper sendiri:")) Au dah hh.
Psst, siapa yang beli album Wanna–One? Kalau ga mau photocard Danik, bisa lho trade sama punya saya kalo saya dapet photocard bias kalian.
Psst again. Saya beli yang sky ver di tengah krisis ekonomi dompet ini🌚
Jangan lupa untuk memberikan bintang dan komentar ya;)
XOXO,
Jinny Seo [JY]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top