Chapter XIV

[Sebelumnya, saya ingin menyampaikan bahwa saya menyayangi seluruh cast disini. Jadi, saya minta maaf jika saya 'merusak' dan menciptakan kejutan yang berlebih.]

.
.
.

〔 ❁ —; ʜᴇ's ᴀɴ ᴀʀᴛ

.
.
.

[ALL FOCUS]
[Stat: Started]

Di dunia ini, ada banyak hal yang mampu menciptakan ragam pilihan. Bagaimana sebuah premis bisa terucap, adalah keputusan atas pilihan yang di buat. Pada akhirnya, seluruh pilihan dan keputusan yang menaungi tiap pribadi memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain.

Apakah kau harus menyampaikannya? Fakta yang kau ketahui? Atau tetap menyimpannya? Menjadi rahasia hingga fakta tersebut terkuak dengan sendirinya pada sosok yang bisa di hancurkan oleh fakta tersebut?

Jaehwan berdiri di persimpangan.

Bagaimana ia melangkah, adalah apa yang ia tentukan. Dua jalan bercabang yang terpampang di hadapannya, bukan berarti tak memiliki sebuah keburukan. Kedua jalan tersebut memegang kartu matinya masing–masing.

Layar ponselnya tak lagi memancarkan cahaya akibat di diamkan beberapa saat. Layar pesan masih kosong, belum tertuang salah satu dari dua pilihan yang ia miliki.

Daniel, Seongwoo ada di rumahku.

Atau,

Daniel, sudahkah kau menemukan Seongwoo?

Jaehwan tidak mengerti, apakah jika ia memilih salah satu dari dua pilihan, ia tetap menjadi penolong bagi keduanya? Daniel dan Seongwoo?

Haruskah Jaehwan menahan? Atau membeberkan?

.
.
.

* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.

Jaehwan memencet bel di depannya dengan dahi mengernyit. Sudah lima menit ia habiskan untuk menunggu daun pintu di depannya terbuka, menampilkan sosok yang sudah ia hapal di luar kepala. Nyatanya, pintu itu masih bergeming.

"Kau siapa?"

Jaehwan menoleh. Pandangannya bertemu dengan sosok pria berwajah manis dengan poni terjatuh menutupi dahinya. Ia berdiri di depan sebuah pintu yang berjarak dua ruang dari pintu di depan Jaehwan, tangannya membawa satu kaleng soda dingin.

"Kau siapa?" Jaehwan mengulangi pertanyaan yang dilontarkan padanya.

"Kau mencari Daniel–ssi?"

Jaehwan terhenyak. Sosok itu tau Daniel. Jaehwan mengangguk pada sang pria.

"Kau tau dia kemana— uh—"

"Sewoon. Jung Sewoon."

"Ah ya, Sewoon–ssi, kau tau kemana Daniel pergi?"

Sewoon menatap Jaehwan dalam, tampak berpikir juga menilai dirinya. "Apa kau Jaehwan–ssi?"

Sekali lagi, Jaehwan terhenyak.

"Kau tau namaku?"

Sewoon mengangguk. "Daniel–ssi bilang, ia mau pergi ke rumahmu saat kami bertemu di bawah. Ia tampak terburu–buru."

Apa?

Daniel.. ke rumahnya?

Jaehwan berlari, meninggalkan Sewoon yang menatapnya penuh kebingungan.

Jaehwan menyadari, ia telah kehabisan waktu. Tak ada lagi pilihan untuk dirinya. Dua pilihan yang sempat singgah, kini sudah menguap, menghasilkan premis baru pada dirinya.

Ia harus pulang, detik ini juga.





















"Jaehwan–ssi! Kau menjatuhkan kunci yang kau bawa!"

.
.
.

* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.

◻◼◻
Kang Danik
◻◼◻

Kau ada di rumah? Aku akan mampir kesana. Sudah lama aku tidak main ke rumahmu.

.
.
.

* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.

Seongwoo menatap pintu rumah Jaehwan dengan pandangan meneliti. Sekali lagi, bel rumah tersebut berbunyi nuaring dan beruntun, seakan tak sabar untuk di bukakan.

Seongwoo meyakini satu hal, bahwa yang berdiri di depan pintu rumah Jaehwan bukanlah sang pemilik rumah. Jaehwan mengatakan bahwa ia membawa kunci cadangan sendiri.

Sebuah keputusan tercipta.

Dan apa yang terjadi, seakan berada di luar takdir Tuhan sendiri.

Pada nyatanya, memang inilah jalan dari masingmasing.

"D–aniel?"

Sosok tegap itu balik menatap Seongwoo yang terbelalak. Keduanya diam dengan wajah terkejut.

Fokus Daniel terenggut oleh balutan perban di lengan Seongwoo yang tengah menggunakan kemeja lengan pendek. Bagaimana perban itu terbalut apik di lengan Seongwoo, seakan menyentil bagian terdalam Daniel.

Brugh!

"Ah!" Seongwoo memekik. Kelopaknya terpejam erat ketika Daniel menerobos masuk dan mendorong tubuhnya keras hingga membentur tembok.

Daniel bergerak cepat, mengunci pintu rumah Jaehwan, dan kembali menatap Seongwoo. Tubuh yang lebih kecil darinya itu ia kurung di antara dua lengannya; ia mencengkram pundak Seongwoo kuat hingga sang pemilik surai hitam meringis.

"Kau— disini?" bisik Daniel. Suaranya tercekat, antara deru nafas dan detak jantungnya yang saling berlomba.

"Aku—"

"Siapa—," Daniel menguatkan cengkramannya. Seongwoo benar–benar mengerang kesakitan sekarang. "Siapa yang melakukan ini padamu?"

"D–daniel, bi–ar— hmp!"

Seongwoo mengerang, antara kuatnya cengkraman Daniel, juga karena keterkejutan; Daniel melumat bibirnya terburu, tanpa memberi jeda bagi keduanya.

Seongwoo takut.

Daniel tak peduli dengan erangan juga genangan air mata milik Seongwoo. Ia terus melumat bibir pria itu, bahkan menggigitnya kencang.

Seongwoo membuka mulutnya, bentuk dari rasa kesakitan. Daniel justru membiarkan lidahnya masuk semakin dalam, mengabsen satu persatu gigi Seongwoo, lalu bergerak di lidah milik sang surai hitam.

Daniel melepaskan cengkramannya. Telapaknya merambat turun pada kemeja Seongwoo. Dalam satu hentak, selurung manik disaan terlepas, berhamburan ke tiap sudut.

Daniel menurunkan bibirnya. Kali ini, ia merambati tubuh Seongwoo. Lidahnya beralih, bermain di salah satu dari dua noktah milik Seongwoo, memancing erangan pemilik tubuh. Beberapa kali Daniel berhenti guna menghisap epidermis Seongwoo. Bercak kemerahan dan agak ungu terlukis akibat ulah Daniel. Pria Busan itu seakan memberi tanda bahwa Ong Seongwoo adalah miliknya.

Seongwoo tak bisa berbuat banyak. Ia hanya dapat mengerang, terisak, dan mendorong Daniel semampunya. Namun, pria Busan di hadapannya terus menghisap di sekitar tulang belikatnya. Seongwoo telah memanggil nama Daniel berulang, setidaknya, berharap bahwa Daniel akan mendengarnya dan berhenti.

Daniel tak berhenti. Seluruh inderanya telah tertutupi selubung. Tak ada suara yang ia dengar, tak ada permohonan dari Seongwoo yang terisak dan bergetar. Yang ada di hadapannya adalah miliknya, hanya itu.

Tubuh Seongwoo terangkat. Daniel membawanya ke sofa ruang tengah rumah Jaehwan dengan mudah. Seongwoo lagi–lagi tak bisa berbuat banyak, tubuhnya dibuat lemah karena seluruh rangsangan yang Daniel lakukan.

Telapak besar milik Daniel bergerak membuka celana yang Seongwok kenakan. Ia menurunkannya tanpa melihat seberapa jauh kain itu turun. Hal serupa pun ia lakukan pada dirinya.

Dan semuanya terjadi begitu cepat.

Premis baru tercipta kembali, untuk hari yang sama.






















"AHH!"




















Seongwoo menumpahkan seluruh tangis yang ia bendung sedari tadi.

Rasanya sangat sakit. Hatinya, harga dirinya, juga tubuhnya.

Seongwoo mati rasa. Ia hanya mampu terisak. Ia tak lagi memiliki tenaga bahkan untuk mencengkram bahu Daniel. Tubuhnya remuk, begitu pula seluruh usaha yang telah ia bangun.

Seongwoo merasakan Daniel yang bergerak, keluar dan masuk tanpa memberi jeda bagi keduanya untuk menarik nafas. Mencoba berani, ia membuka kelopak matanya. Yang ia lihat pertama adalah wajah Daniel yang memerah dengan rahang mengeras.

"Siapa yang melakukan ini padamu?! Siapa, Ong Seongwoo? KATAKAN PADAKU!"

Daniel menghentak, terus menghentak, hingga keduanya merasakan gelenyar asing di diri mereka. Hal itu membuat Daniel bergerak semakin liar dalam diri Seongwoo. Ia terbuai dengan rangsangan yang diberikan oleh rektum Seongwoo.

"Apa Jaehwan melakukan ini padamu?"

"..."

"Aku mencarimu dan kau disini! Dengan luka ini!" Daniel menunjuk balutan perban Seongwoo geram.

"KATAKAN PADAKU, SIAPA?!"

Seongwoo diam, tidak menjawab bentakan Daniel yang selaras dengan hentakannya di bawah sana.

Telapaknya mendekat pada rahang Daniel. Ia menyentuhnya lembut dan seringan mungkin. Ibu jarinya mengusap pipi Daniel lemah.

Dan yang Seongwoo lakukan adalah tersenyum.

Ia tersenyum di sela isak tangisnya.

"Tidak apa, Daniel. Tidak apa."

Keduanya menjemput rasa memabukkan bersamaan, tepat setelah Seongwoo berucap dengan suara parau.

"Kau hanya marah, Daniel. Tidak apa— semuanya baik–baik saja."

Seongwoo menarik Daniel dalam sebuah rengkuhan.

Daniel diam, namun Seongwoo merasakan basah dan hangat di perpotongan lehernya. Lalu deru nafas Daniel yang menjadi pendek, Seongwoo juga merasakannya.

Daniel menangis.











Keduanya hancur atas diri mereka dan apa yang mereka kasihi serta sayangi.

Keduanya retak.

Seongwoo adalah karya seni penuh cela.

Daniel adalah sang pangeran yang terkurung dalam sangkar.


Keduanya runtuh

—juga jatuh dalam kegelapan.

.

.
.

* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.

"Daniel!"

"Seongwoo!"

"Apapun yang terjadi, kumohon buka pintu ini!"

"DANIK!"

"SEONGWOO!"

"Buka pintunya, kumohon!"

"Kumohon—," air mata Jaehwan mengalir turun. "Kumohon jangan membuatku kembali ke titik penyesalan yang membekas lagi, kumohon."

.
.
.

* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
To be continue
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.
.
.
.
.
.

a/n:


Kolom untuk berkata kasar 👉👉

°*°
°*°
°*°

Saya no comment udah.

Maaf curhat dikit. Saya abis kecelakaan tadi, barusan aja, hahaha. Maaf kalau separuh ke bawah ga se–totalitas yang atas, nulisnya susah yeorobun, sakit;) Apalagi pas hm.. Itu parah sekali, ga nge–feel ya? Myane;_;

XOXO,
Jinny Seo [JY]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top