Chapter XI
.
.
.
〔 ❁ —; ʜᴇ's ᴀɴ ᴀʀᴛ〕
.
.
.
[JAEHWAN's FOCUS]
[Stat: Started]
Jaehwan terdiam, begitu pula dengan pemuda di sisi tubuhnya; nampak fokus dengan jalanan sementara tangannya mencengkram kemudi mobil erat.
Tak ada yang membuka suara sejak acara penjemputan Jaehwan dua puluh menit lalu.
Jangan tanya, Jaehwan sendiri tidak tau kenapa Daniel, pria di balik kemudi, menjemputnya untuk berangkat ke kampus hari ini. Pemuda Kang itu mendadak muncul di depan rumah Jaehwan dengan mobil kesayangannya. Jaehwan sendiri hanya mengerjap terkejut. Terlebih, Daniel tidak mengatakan atau menjelaskan apapun pada Jaehwan.
Dan begitulah. Hingga detik ini, keduanya terdiam tanpa sepatah kata meluncur. Terkadang, salah satu diantara keduanya melirik salah satu yang lain, semacam memastikan apakah pria di sisinya masih bernafas.
For God sake, Jaehwan menyerah dengan kesunyian bodoh ini.
"Kau tampak buruk."
Daniel tampak menarik alisnya keatas. Tubuh tegap pria itu juga samar tersentak, mungkin terkejut dengan Jaehwan yang membuka suara.
"Oh?"
"Tidak, aku serius."
Jaehwan hanya menatap depan. Tapi, sudut matanya bisa menangkap sosok Daniel yang memang tampak buruk, persis seperti seseorang yang baru saja mabuk. Maniknya memerah, wajahnya pucat, dan tampak lemas.
"Bisa menyetir?"
Kali ini Daniel menoleh sekilas dengan raut penuh tanya.
"Maksudmu?"
"Kau baik?"
Daniel mengedikkan bahunya. "Aku baik, sepertinya."
"Tidak, bukan begitu," Jaehwan menggeleng berulang. Fokusnya berlarian sejenak, mencari kata yang tepat untuk ia sampaikan.
"Then?"
"Kau.. baik?" ucap Jaehwan dengan penekanan di akhir kalimat tanyanya. "Baik dalam artian.. yah, kau tau," tambahnya.
Jaehwan melirik cengkraman Daniel yang semakin erat pada kemudi mobil. Pun rahang tegas sang sahabat tampak mengeras. Ia bisa mendengar secara samar bunyi gigi geraham Daniel yang bergemelutuk.
"Aku baik."
Daniel menjawab dengan suara rendah dan bergetar. Dan Jaehwan paham, jawaban Daniel adalah berkebalikan dengan kenyataan.
"Kau tau, Dan? Traumamu itu.. Kurasa bukan sebuah trauma."
Daniel menarik nafas panjang dengan payah. "Apa maksudmu?"
"Mungkin kau bukan trauma... Tapi lebih ke perasaan marah dan kecewa karena merasa gagal melindungi orang lain."
Daniel menghela nafasnya keras. Jaehwan tersadar, kata–kata yang ia sampaikan mungkin —atau memang— sangat menusuk perasaan Daniel.
Ia bungkam, membiarkan Daniel mencengkram kemudi dengan erat; Jaehwan ragu apa yang Daniel lakukan tidak meninggalkan bekas.
Sunyi kali ini jauh lebih canggung. Jaehwan berulang kali membenahi posisi duduknya, mencari sisi yang nyaman di tengah rasa canggung.
Dan lagi, Jaehwan muak dengan kecanggungan —yang ia ciptakan sendiri— ini.
Jaehwan menghela nafasnya cukup panjang. "Kau minum obatmu?"
Sunyi.
Daniel menarik rem tangan ke atas. Kepalanya kini menoleh sepenuhnya pada Jaehwan.
"Kita sudah sampai."
Daniel segera turun, meninggalkan Jaehwan yang terpaku dan canggung di bangku penumpang depan.
Jaehwan segera turun setelah tak menemukan botol obat Daniel di mobil sang sahabat.
.
.
.
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.
[01.23 PM]
"Kau mau pergi?"
Jaehwan menoleh, terkejut dengan kehadiran Daniel yang tiba–tiba. Sebuah anggukkan ia berikan pada sang sahabat.
Daniel hanya mendengung panjang.
"Kau mau pulang?"
Bahu lebar Daniel mengendik. "Aku tidak tau."
"Sebaiknya kau pulang," fokus Jaehwan turun dari puncak kepala Daniel hingga kaki jenjangnya. "Kau butuh tidur Dan."
"Aku baik."
Bohong.
Jaehwan membuang wajahnya, enggan menatap Daniel. Ia muak melihat wajah aku baik Daniel. Padahal pria Busan itu sangat buruk dalam berbohong, tapi ia tetap berbohong pada Jaehwan. Jaehwan tidak bisa memaksanya lagi untuk mengatakan yang sejujurnya.
"Oh."
"Aku antar saja."
Jaehwan menggeleng ribut. Ayolah, Daniel tidak perlu mengantarnya. Bagaimana kalau Daniel menemui Seongwoo nanti?
Well, Jaehwan memang ingin pergi ke rumah sakit setelah ini. Seongwoo bilang bahwa pria itu akan keluar dari rumah sakit siang ini. Jaehwan perlu banyak usaha untuk menahan Seongwoo di kantin rumah sakit, sebelum pria itu pulang.
Dan jika Daniel bertemu Seongwoo di rumah sakit dengan keadaan Seongwoo berbalut perban? Segalanya akan berantakan tentunya.
"Tidak, aku bisa naik bus."
"Kemana?"
Bibir Jaehwan kelu, tidak tau harus mengucapkan kebohongan apa pada sahabat beruangnya. Sudah cukup banyak ia berbohong akhir–akhir ini.
Jaehwan berdeham canggung. Daniel terus menatapnya, menuntut penjelasan Jaehwan.
Pria yang lebih pendek menghela nafas samar.
"Hanya mencari beberapa buku."
Daniel menatap Jaehwan dalam. Pria itu tampak berpikir dan menganalisa pernyataan Jaehwan.
Bahu lebar pria Busan itu mengendik.
"Baiklah. Aku juga akan mencari Seongwoo, aku belum melihatnya hari ini."
Jaehwan nyaris tersedak salivanya sendiri di sela tawa penuh paksaan.
.
.
.
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.
Bahu Jaehwan meluruh. Melihat bagaimana pucat dan kurus tubuh Seongwoo, juga balutan perban yang menghiasi lengannya, membuat dirinya merasakan perih.
Ternyata, sama saja.
Daniel maupun Seongwoo adalah seorang pembohong.
Jaehwan menghela nafas cukup panjang. Seongwoo yang semula menunduk, perlahan mendongak karena helaan nafas Jaehwan.
"Ada apa denganmu?"
Seongwoo diam. Fokusnya tak lagi pada Jaehwan atau minumannya. Manik hitam itu nampak bergetar entah karena apa.
"Seongwoo?"
"Aku.. baik."
Benar bukan?
Daniel dan Seongwoo adalah pembohong yang buruk.
Jaehwan menatap dalam wajah yang biasanya dipenuhi tawa itu. "Kau bisa mengatakannya padaku," ucapnya dengan nada menenangkan.
Seongwoo melirik wajah Jaehwan penuh keraguan.
"Aku baik."
"Daniel juga mengatakan hal itu padaku," potong Jaehwan. "Dan dia tidak baik seperti yang dia ucapkan."
Seongwoo menatap wajah Jaehwan sepenuhnya. Ada siratan terkejut di manik hitamnya.
"Daniel? Dia sakit?"
Jaehwan tertawa sarkas atas pertanyaan polos Seongwoo. "Bukan Daniel, tapi kalian."
Jaehwan melihat bagaimana manik lawan bicaranya menyiratkan keterkejutan dan tersinggung. Hal itu semakin diperjelas dengan alis Seongwoo yang tertaut samar.
Seongwoo membuka bibirnya, hendak protes, namun ia kembali mengatupkan bibirnya.
"Kenapa?" tanya Jaehwan.
"Tidak," Seongwoo melemparkan tatapannya dari wajah Jaehwan. "Tidak apa."
Keduanya kembali hening. Jaehwan hanya menatap Seongwoo dalam, sementara pemuda berbalut perban melemparkan fokusnya kemana–mana.
Jaehwan tau, Seongwoo merasa canggung.
Ia berdeham sekali, meminta Seongwoo menaruh atensi pada dirinya lagi. Pria berbalut perban menatap Jaehwan ragu.
"Jadi, kenapa–"
"Bolehkah aku... Tinggal di rumahmu?"
Huh?
Jaehwan mengerjap berulang. Tunggu, dia tidak salah dengar bukan? Jaehwan mengernyit keheranan.
"Tinggal di rumahku?"
Jaehwan melihatnya.
Tatapan penuh harap dari manik Seongwoo memancar sangat kentara di lingkaran matanya yang menghitam samar.
Seongwoo memberikan anggukkan kecil lamat–lamat. Pria itu pun tampak ragu dengan permintaannya sendiri.
"Kenapa? Keluargamu tidak mencari?"
Kepala mungil lawan bicaranya menunduk perlahan. Nafasnya terdengar memburu seakan habis berlarian.
"Hey? Kau kenapa–"
"Aku akan menceritakannya– dan kau akan menceritakan hal yang kau janjikan," putus Seongwoo tanpa memberi celah bagi Jaehwan.
Jaehwan menatap dalam Seongwoo dengan pikiran berkecamuk. Sejujurnya, ia tidak masalah, mengingat ia hanya tinggal sendiri di rumah keluarganya —keluarganya tinggal di luar kota—.
Hanya saja... Jaehwan ragu.
"Apa tidak ada yang mencarimu?"
"Kau.. menolak?" Seongwoo bertanya dengan tatapan terluka. Jaehwan yang duduk di seberangnya melambaikan tangan ribut.
"Bukan, maksud–"
"Kumohon, selamatkan aku."
Jaehwan meremat telapaknya hingga memutih.
Haruskah?
Jaehwan tidak masalah. Hanya saja, ada satu keraguan samar yang mengganjal di dirinya.
Ia melirik Seongwoo yang semakin pucat dan mulai membasahi manik lelahnya dengan air mata.
"Menyelamatkanmu?"
Seongwoo mengangguk terpatah. Air mata yang menggenang di balik kelopaknya mulai mengalir menuruni pipi tirusnya.
"Sebelum aku menjadi gila, tolong.. tolong selamatkan aku."
Menjadi gila katanya?
Memang apa yang sebenarnya terjadi hingga sosok yang biasa bertingkah konyol itu tampak sangat rapuh kali ini?
Apa yang terjadi dengan karya seni yang selalu Daniel kagumi ini?
Jaehwan terdiam. Tuas dalam otaknya berputar lebih lambat dari biasanya.
Ketika ia mendongak, fokusnya disambut dengan wajah letih dan keadaan mengenaskan seorang Ong Seongwoo.
"Baiklah."
.
.
.
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
To be continue
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.
.
.
.
.
.
a/n: Kalem yeorobun, jangan chapter menegangkan terus🌚
Eh tapi kayaknya mulai chap selanjutnya, mulai bikin dugeun dugeun lagi deh.
Eh spoiler, ups /tutup bibir dengan dramatis/🌚
Tolong sedia stok jantung yeorobun. Siapa tau kena serangan jantung .g
Ini nge–feel tida sih?:"" Dd denger lagu galau terus sambil nulis chap ini:"" /BGM: Sebelah Mata – Efek Rumah Kaca/
DAN TOLONG, PAS FANMEETING KENAPA DANIK LUCU SEKALI;_; MESTI BANGET YA POUT GITU HHH
Dan as always, mama Ong manis nan menggemaskan sekali🌚
Dan Woojin neomu tampan hh;_;
Tapi saia belum nonton Wanna–One Go yang eps 2 nih aduh;_; Nanti kalo dd jadi beneran belok ke Jinhwi sama Panwink gimana nih;_;
XOXO,
Jinny Seo [JY]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top