Chapter VI


.
.

〔 ❁ -; ʜᴇ's ᴀɴ ᴀʀᴛ

.
.
.

[Full of Flashback]

.
.

[PART THREE]

.
.

Usia Seongwoo menginjak 12 tahun pada tahun ini. Di usia yang tak bisa sepenuhnya dikatakan 'anak kecil' lagi, Seongwoo mulai belajar banyak hal. Ia tak bisa dikatakan buta sepenuhnya dengan 'dunia' yang ia jalani. Seongwoo sudah mulai melangkah dengan mata terbuka.

Seongwoo memiliki banyak hal yang sudah ia pelajari. Setidaknya, ia sudah bisa mengerti secara awam. Tentang kiri dan kanan, baik dan buruk, benar dan salah-

-Termasuk hubungan yang tidak seharusnya terjalin pada takdir hidupnya.

Seongwoo perlahan mengerti, apa yang terjadi. Lingkungan dan rasa penasaran jelas memberi dorongan padanya untuk mencari tau. Seongwoo perlahan paham, kontak fisiknya dengan sang daddy yang berstatus sebagai pamannya di mata hukum, lumayan berlebihan dari kata normal.

Seongwoo sadar, ada yang salah. Ada sesuatu yang seharusnya 'ada di tempatnya'.

Seharusnya, ada batasan di antara hubungannya atau kontak fisik berlebihnya dengan sang paman. Ada satu garis yang seharusnya tak dihapus begitu saja dengan paksa. Ada ikatan darah yang seharusnya membelenggu mereka.

Seongwoo kecil berubah.

Ia mengerti. Ia belajar perlahan. Ia membuka lembaran yang seharusnya sudah terbuka untuk di perlihatkan padanya sejak dulu.

Seongwoo menjadi dewasa lebih cepat dari murid sekolah dasar pada umumnya.

.
.
.

* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.

"Kau pulang cepat hari ini. Apa kau belajar dengan baik, baby?"

Detak jantung Seongwoo meningkat kala ia merasakan telapak daddy-nya mengusap puncak kepalanya dan turun ke permukaan epidermis yang melapisi tulang atlasnya. Sebuah kecupan di pipi menyusul selang beberapa detik kemudian.

Seongwoo tersenyum. "Hariku sangat baik, aku dapat nilai bagus tadi. Bagaimana dengan dad?"

Pria dewasa di depan Seongwoo mendongak, memudahkan Seongwoo untuk membukakan dasi yang melingkari kerah kemejanya. Iris abu-abunya jatuh pada tubuh Seongwoo yang sudah terbalut piyama biru lembut.

"Yah, melelahkan. Maaf baby, dad baru bisa pulang semalam ini."

"Jam tujuh tidak semalam itu dad," Seongwoo memberikan sebuah tawa kecil di ujung.

"Ah iya baby. Besok hari ulang tahunmu eh?" manik gelap yang lebih tua bergulir, memperhatikan kalender yang tergantung di dinding kamar utama, tempat dimana keduanya sedang berhadapan saat ini.

Seongwoo hanya tersenyum. Sedikit melebarkannya, ia memberikan celah pada giginya untuk mengitip dari balik bibirnya.

"Apa yang kau inginkan? Dad akan pulang cepat besok, untuk baby boy kesayangan dad satu ini."

Seongwoo mendongak, mempertemukan fokusnya dengan pria di depannya.

"Bisakah kita menghentikan ini... paman?"

.
.
.

* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.

Seongwoo menjerit kuat. Tidak peduli dengan pita suaranya yang bisa rusak karena perbuatannya. Ia tetap menjerit dan berteriak. Tubuhnya sendiri tengah bergerak penuh berontak, menolak segalanya sebisa mungkin.

Air matanya mengalir turun ketika pria berusia kepala empat yang ia kenal menambahkan jarinya di bawah sana, merobek dirinya tanpa rasa bersalah ataupun khawatir.

Memang, apa yang bisa Seongwoo harapkan? Bantuan? Jangan bercanda.

Tubuh Seongwoo sakit. Kepalanya berdentam, tubuhnya terasa di belah begitu saja, dan- tubuh bagian selatannya terasa kebas.

Organ tubuh miliknya yang kini ia ketahui bernama penis, tengah terikat kuat dengan pita merah. Lilitannya memanjang dari bagian skrotum hingga kepala penisnya. Simpulnya cukup rumit- dan mengikat dengan kuat.

Uretranya penuh terisi benda logam panjang yang melesak dalam, hingga menyentuh prostatnya. Apa namanya? Sou- Sounding rod?

Seongwoo nyaris pingsan beberapa kali ketika penisnya berkedut kencang, ingin memuntahkan cairan yang tertahan oleh ikatan pita di penisnya dan sounding rod di uretranya. Dan setiap Seongwoo nyaris menjemput 'gelap', sang daddy terus menusuk lengannya dengan jarum suntik berisi cairan yang entah kenapa selalu membuatnya- segar kembali?

"Kau tau sayang? Itu morfin. Dan kau mendapatkan hadiah spesialmu ini di usia 12 tahun... yang tinggal beberapa jam lagi hm?"

Tubuh Seongwoo bergetar, dari ujung hingga ujung. Ia melihat bintang, langit, bulan yang terproyeksi di otaknya. Bayangan-bayangan samar yang terus bertabrakan mengisi kepalanya berganti secepat kilat.

Daddy-nya berhenti menggerakan jarinya di rektumnya, ia bisa merasakan itu.

Seongwoo menggeliat dan menggelepar. Dahinya mengernyit semakin dalam merasakan sensasi asing yang menggerogoti tubuhnya karena cairan bernama morfin yang telah mengalir di tubuhnya.

"K-kumo-hon.. Su-da- AHHK!"

Seongwoo melolong dengan nada penuh kesakitan. Tubuhnya 'dirobek' begitu saja oleh penis daddy-nya yang memaksa masuk ke dalam rektumnya, tanpa memberi ruang bagi Seongwoo untuk setidaknya mengambil nafas.

Air mata Seongwoo turun begitu deras, tak lagi terbendung oleh kelopaknya yang sudah membengkak.

Setiap gerakan masuk, Seongwoo selalu tersedak salivanya sendiri; atau paling tidak tercekat nafasnya. Jeritannya akan mengeras setiap organ pria -yang ia rasa tak perlu ia anggap sebagai keluarga lagi- di hadapannya menghujam titik yang sama berulang. Titik lemah milik Ong Seongwoo.

"Sudah! Su- ahk! ah! Sudah!"

Bukannya melambat, gerakan di bawah sana justru semakin cepat. Keluar, masuk, menabrak Seongwoo dengan begitu kasarnya. Tak ada rasa lain selain sakit yang terus mengisi dirinya.

Titik dimana seluruh rasa kecewa, marah, sakit, dan segala rasa menyedihkan lainnya mengumpul menjadi satu, adalah ketika Seongwoo mendengar geraman dari bibir pria 'sakit' di atasnya, gerakan menghujam yang semakin intens, serta rasa hangat yang langsung memenuhi tubuh bagian selatannya hingga ke dalam abdomen rata miliknya.

Lagi-lagi, Seongwoo melihat bintang yang mendekat seiring dengan rasa sakit di seluruh tubuhnya maupun sendi-sendi tulangnya.

Tak ada morfin yang memaksanya untuk terus membuka matanya kali ini.

"Selamat ulang tahun, sayang. Apa kau suka kadomu? Aku berdoa, tidak ada sikap membangkang lagi darimu setelah ini, arra?"

Seongwoo mendengar semuanya sebelum gelap menariknya ke dalam palung tanpa ujung.

.
.
.

* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.

Seongwoo tiga belas tahun.

Usia dimana ia menemukan rasa bahagia di sela seluruh rasa sakitnya.

Seongwoo tiga belas tahun.

Saat dimana Seongwoo mengerti, bahwa morfin bukanlah pemicu euforia memabukkan yang terbaik lagi.

Seongwoo tiga belas tahun lebih dua bulan.

Perhitungan yang paling tepat, ketika ia menemukan seluruh titik pelarian yang ia cari. Sebuah 'kemenangan' yang butuhkan sebagai konsumsi terpenting jiwa dan tubuhnya.

Seongwoo telah melakukan apapun untuk mencari 'kemenangan' ini.

Ia pernah menjadi gila -bukan secara harfiah- dengan menyuruh dirinya sendiri menikmati segala perbuatan daddy-nya. Ketika tangannya terikat, ketika morfin disuntikkan ke dalam tubuhnya, ketika berbagai minuman keras harus ia tenggak dari botol kaca secara langsung, ketika- pamannya mengisi dirinya.

Tidak. Seongwoo tidak puas.

Seongwoo butuh lebih! Seongwoo menginginkan rasa bahagia yang lebih spektakuler! Seongwoo harus mendapatkan hal itu untuk memuaskan jiwa raganya yang mendamba.

Seongwoo butuh sebuah ledakan! Ledakan yang besar!

Sekali lagi, ia terus mencari. Ia terus menggali untuk kebahagiaan semu yang ia butuhkan. Ia terus membuka lembaran-lembaran yang tak seharusnya ia dan manusia manapun berusaha membukanya.

Lembaran pandora.

Seongwoo menemukannya. Lembaran kebahagiaan yang ia cari. Lembaran untuk mengisi dirinya yang hampa.

Lembaran yang akan menggerogoti kewarasannya sendiri.

Seongwoo tiga belas tahun lebih dua bulan.

Untuk pertama kalinya, Seongwoo merasa bahagia duduk di lantai kamar mandi, berhadapan langsung dengan bathtub berisi air hangat, dan juga cutter di genggaman mungilnya.

Seongwoo tiga belas tahun lebih dua bulan.

Sayatan mengisi lengan pucatnya, bagai sebuah tato abstrak yang diciptakan penuh rasa bahagia, ledakan, dan 'bebas'.

Seongwoo tiga belas tahun lebih dua bulan enam belas hari.

Bocah Ong retak dan bercela.

.
.
.

* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
To be continue
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.
.
.
.
.
.

a/n: WANNA CRY SAJA

Kali ini saya nggak mual, nggak kayak chap sebelumnya dimana saya mau terjun bebas;)

Kali ini apa ya... lebih nge-feel? Rasanya sesak, kecewa, sedih, semuanya dicampur jadi satu?

Ah mungkin saya terlalu lebay;)

Tolong, saya mau gorok leher si paman;( Saya kudu eotteokhae;( Ingin kubakar dirimu wahai ahjussi;(

Jangan lupa untuk memberikan bintang dan komentar ya;)

XOXO,
Jinny Seo [JY]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top