Chapter IX
.
.
.
〔 ❁ —; ʜᴇ's ᴀɴ ᴀʀᴛ〕
.
.
.
Daniel kacau.
Ia terus membenturkan keningnya ke kemudi mobil bak orang kesetanan. Jemarinya sendiri terselip di helai rambutnya, menjambak surai honey brown miliknya cukup keras.
Daniel frustasi. Ia frustasi dengan dirinya sendiri. Daniel marah dengan dirinya sendiri. Ia benci dengan kenyataan bahwa ia tak bisa melepaskan obat penenang yang sudah menemaninya selama sekian tahun ini.
Daniel berhenti membenturkan keningnya ketika merasa pandangannya sudah berputar, bahkan sudah memburam. Tangannya merosot, menggapai ponsel di pangkuannya, dan mengetik sederet kalimat disana. Diikuti helaan nafas, Daniel menekan salah satu bentuk persegi dengan pesawat kertas di tengahnya.
Air minum di botol yang selalu ia bawa, ia habiskan saat itu juga. Daniel perlu menyegarkan dirinya. Ia perlu mengusir segala rasa penat, panik, dan kalut agar ia bisa fokus mengendarai mobilnya.
Ia menyalakan mesin mobilnya. Dalam sepersekian detik, Daniel berlalu, meninggalkan kampusnya dengan kecepatan di atas rata–rata.
Daniel harus pulang ke apartementnya.
[DANIEL's FOCUS]
[Stat: Ended]
.
.
.
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.
[SEONGWOO's FOCUS]
[Stat: Started]
Seongwoo mendesah panjang. Maniknya sekali lagi bergulir, menatap angka yang tertera di layar ponselnya. Sudah sepuluh menit lewat dari jam yang dijanjikan, tapi sosok berbahu lebar yang bertemu dengannya tadi belum nampak batang hidungnya.
Seongwoo memijit keningnya. Berbagai pertanyaan merayap di dalam otaknya.
Apakah Daniel marah dengannya? Karena telah merusak baju pinjaman Daniel?
Sejujurnya, Seongwoo tidak merusak baju itu. Tidak sama sekali. Seongwoo adalah orang yang selalu berhati–hati. Ia jelas tidak akan membiarkan baju Daniel tergores barang sedikitpun, karena Seongwoo tau, ia harus menjaga barang pinjaman dari orang lain sebaik mungkin.
Satu set pakaian itu dirusak daddy–nya.
Seongwoo ingat. Ia hanya menjerit pasrag ketika dadnya menggunting pakaian Daniel di depan matanya, setelah meminta Seongwoo untuk melepaskan kain yang membalut tubuh kurusnya. Nasib sama juga terjadi pada celana jeans Daniel. Dadnya sangat murka saat menyadari Seongwoo pulang dengan pakaian milik orang asing.
Seongwoo bersyukur, ia bisa berjalan pagi ini. Meski ia terus menahan rasa sakit setelah dimasuki dengan sangat kasar semalam, setidaknya ia tetap bisa berjalan.
Tubuh Seongwoo remuk redam. Pantatnya sakit ketika harus duduk. Lebam bekas tiga puluh cambukan sabuk semakin berdenyut menyakitkan. Sudut bibirnya terasa perih, akibat luka karena gag ball yang dipasang sangat kencang dan erat dimulutnya. Seongwoo sendiri tak sanggup lagi mendeskripsikan rasa perih dan panas yang masih membekas di lubang anusnya.
Namun, bagian tersakit dari dirinya adalah hatinya.
Harga diri Seongwoo runtuh hingga titik terendah. Seongwoo hanya mampu menjerit, mengerang, memekik putus asa setiap kali sang daddy membenamkan dirinya ke dalam rektum Seongwoo, menggaruk seluruh dinding organ tubuhnya hingga berdarah.
Seongwoo tak bisa berbuat banyak. Segala macam doa dan permintaan sudah ia kirimkan pada Tuhan setiap saat.
Seongwoo tersenyum kecut. "Tidak apa. Pakaian Daniel hanya tidak sengaja tergores lalu rusak. Ya, hanya tergores, Seongwoo."
Seongwoo sudah rapuh.
Setiap pertanyaan yang terlontar, akan ia jawab lirih. Ia berdelusi, menciptakan suatu kondisi dimana ia mengubur fakta yang sesungguhnya terjadi. Silahkan katakan Seongwoo mulai gila, karena ya, memang ia nyaris gila.
"Ong? Kau disini?"
Seongwoo mendongak, menemukan segerombolan teman satu kelasnya yang mendadak ada di depannya.
Sudut bibir Seongwoo tertarik. Senyuman jenaka terlukis di wajah tampannya. Tawa turut mengalun daru celah bibirnya.
"Kalian disini? Temani aku~," ucap Seongwoo dengan nada manja.
Meja nomor tujuh mendadak ramai. Seongwoo tak lagi duduk sendiri disana
"Kenapa kau disini sendiri Ong?"
Seongwoo memasukkan ponselnya ke dalam saku setelah membaca pesan dari nomor yang tak tercatat di kontaknya.
'Maaf, bisa kita tunda dulu janji kita? Aku harus pulang. Ini Daniel, omong–omong.'
03.15 PM
"Aku? Hanya ingin saja. Tidak boleh hah?"
Sekali lagi, Seongwoo berdelusi, bahwa semuanya baik–baik saja. Ia kembali menutup fakta akan rasa sakit yang menggerogoti seluruh bagian tubuhnya.
.
.
.
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.
Seongwoo menatap tetesan hujan di kaca bus umum yang ia tumpangi. Ia tak sadar, bahwa hari sudah selarut ini. Pukul delapan malam. Ia terlalu asyik berbincang dengan kawan–kawannya.
Seongwoo menghela nafas cukup panjang. Pikiran akan ditundanya janji antara ia dan Daniel masih membayangi dirinya, sejak tadi hingga saat ini.
Apa Daniel benar–benar marah dengan dirinya?
Seongwoo merogoh kantung celananya, mengeluarkan ponsel putih dari sana. Dengan cepat ia menggerakkan ibu jarinya di layar ponsel, nampak mencari sesuatu dari deret yang tertera.
Kim Jaehwan.
Seongwoo sempat ragu. Haruskah ia mengetik pesan untuk sahabat Daniel? Menanyakan keadaan Daniel?
Jangan tanya kenapa Seongwoo bisa mendapat nomor ponsel Jaehwan. Ia mendapatkannya dari teman–temannya tadi. Sedikit kebohongan ia berikan sebagai alasan. Ia bilang ia ada urusan penting dengan Jaehwan.
Tidak sepenuhnya berbohong memang, karena ia memang memiliki urusan penting dengan sahabat Daniel itu. Seperti menanyakan bagaimana ia harus meminta maaf dengan Daniel misalnya.
Seongwoo menghela nafas panjang.
Detik berlalu hingga bus yang ia tumpangi berhenti di pemberhentian bus tempatnya turun. Seongwoo melangkah, turun di tangga bus hati–hati, hingga berdiri dengan mantap di trotoar.
"Disini... Lagi," senyuman pahit menghias wajah Seongwoo. Terkesan aneh, mengingat biasanya pemuda Ong itu selalu bertingkah konyol.
"Apa tidak ada pemberhentian bus lain?"
Seongwoo menengadah, menatap langit yang terus meneteskan hujan. Seongwoo melebarkan senyumnya.
Inilah alasan kenapa Seongwoo menyukai hujan.
Ketika kau menangis, tak akan ada yang menyadarinya, kecuali dirimu sendiri.
Ponsel Seongwoo kembali bersembunyi di balik kantung celana jeansnya. Setelah berdiam cukup lama, membiarkan air matanya bercampur dengan hujan, Seongwoo melangkah.
Ia menjauh, pergi dari pemberhentian bus bak orang mabuk. Langkahnya sempoyongan ke kanan dan ke kiri. Tubuhnya tampak begitu rapuh di bawah guyuran hujan.
Seongwoo berhenti ketika berada tepat di samping pecahan kaca jendela bekas. Pemiliknya membuangnya sembarangan, karena tau bahwa petugas kebersihan akan mengangkutnya saat pagi.
Seongwoo diam.
"Haruskah?"
Dengan seringai menyedihkan, Seongwoo berbelok, menjauh dari rute perjalanan yang seharusnya, dan justru memilih mendekati barang bekas yang tergeletak di depan kios yang sudah tutup.
Seongwoo berjongkok. Pandangannya kosong. Dengan tangan bergetar, ia meraih pecahan berukuran sedang.
Seringai menyedihkannya tercetak semakin jelas.
"Aku harus pulang."
Lengan kemejanya tergulung naik. Berbagai pahatan dengan panjang berbeda langsung terpampang jelas.
"Tapi setelah ini. Hanya sedikit. Hanya– sedikit."
Seongwoo tidak ingat apa–apa. Hanya kepingan kejadian yang ada di memorinya. Bagaimana pecahan kaca itu merobek kulitnya dalam, rasa kabur dan gelap, tubuhnya yang melemah dengan darah mengalir deras, dan rasa sakit yang melebihi biasanya.
Apa goresan Seongwoo mengenai pembuluh darahnya sendiri?
Seongwoo jatuh. Genangan merah bercampur air hujan mengelilingi tubuh kurusnya.
Lagi, ia tersenyum pedih. Nafasnya semakin tersendat karena terhalang sesak di dadanya.
"Daddy akan marah. Aku– pulang terlambat."
.
.
.
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.
Kim Jaehwan
Daniel baik, hanya sedikit... kelelahan. Seongwoo–ssi, bisakah kita bertemu secara langsung? Kita perlu membicarakan banyak hal.
08.34 PM
.
.
.
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
To be continue
* . · . ✧ ˚ ✦ . · . *
.
.
.
.
.
.
.
.
a/n: Iya chap ini pendek, maafkan;_; Saia masih sibuk —sekali— di rl. Maklum, sudah tinggal menghitung hari untuk perform /plak.
Maaf juga terlambat update setengah jam;_; Ini saia baru menginjakkan kaki di rumah tiga puluh menit lalu setelah enam jam di luar dan jadi kuli dadakan ㅋㅋㅋ
Saia akan kembali dengan chap lebih panjang setelah segala kesibukan ini berakhir;_; Untuk sementara, pendek pendek segini dulu yak;_;
Jangan lupa untuk memberikan bintang dan komentar ya;)
XOXO,
Jinny Seo [JY]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top