Part 4 of 4
Tapi apa dia tahu?
31 Desember 2018
"Setengah jam lagi menuju tahun baru~" ucap (Name) kemudian meniup trompet murahan ke arah lautan, dimana dia sedang berdiri di salah satu pelabuhan yang ada di Yokohama.
Bersama Samatoki, pastinya.
"Kenapa kau memaksaku untuk ikut denganmu, huh?" gumam Samatoki menyalakan rokoknya, "bukannya kau akan merayakannya bersama—"
Ucapan Samatoki terpotong oleh (Name) yang meraih wajah Samatoki untuk menutup mulut laki-laki itu.
"Ssst! Ini ucapan terima kasihku karena kau mau menemaniku tempo hari, saat aku tidak bisa tidur," jawab (Name).
Samatoki dengan cepat menepis tangan (Name).
"Apa kau bodoh!?" geram Samatoki, "beruntung aku belum menyalahkan rokokku di mulutku. Bagaimana kalau rokoknya sudah menyala, dan tanganmu mengenai sumbu rokoknya?"
(Name) berkedip beberapa kali, kemudian terkekeh.
"Baiklah-baiklah, maafkan aku."
(Name) kemudian menarik napas panjang, lalu menatap Samatoki.
"Hei Samatoki, kau boleh menamparku setelah ini."
"Haah!? Apa maksudmu?" heran Samatoki menoleh ke arah (Name).
(Name) kemudian meletakkan kedua tangannya di pipi Samatoki, lalu berjinjit dan mempertemukan kedua bibir mereka ke dalam sebuah ciuman singkat. Selang beberapa detik, (Name) melepaskan ciuman mereka, namun tak melepaskan pegangannya dari pipi Samatoki.
"Maksudku ini," ucap (Name) akhirnya menurunkan kedua tangannya, tampak juga kedua pipinya sedikit merah karena merasa malu.
Samatoki terdiam, sebelum akhirnya mendecih dan sebelah tangannya melingkar di pinggang (Name), serta sebelah tangannya mengangkat dagu perempuan yang ada di depannya, membuat iris (Name) melebar kaget.
"Ini yang kau maksud itu apa?" gerutu Samatoki, "dan juga, ciuman itu harusnya seperti ini."
"Eh—Mm!?"
(Name) tidak dapat menyelesaikan ucapannya saat bibirnya dibungkam oleh Samatoki dalam sebuah ciuman panas. Samatoki kemudian menggigit bibir (Name), meminta akses untuk menelusuri mulut (Name)—yang tentu diberikan oleh (Name). Tangan Samatoki yang awalnya memegang dagu (Name), kini berpindah ke belakang kepala (Name) untuk memperdalam ciuman mereka. Tangan (Name) juga melingkar di sekitar leher Samatoki.
Setelah cukup lama berciuman, bertukar saliva, menelusuri mulut satu sama lain, dan diselingi oleh desahan pelan oleh kedua pihak, akhirnya mereka melepaskan ciuman mereka.
"Sekarang jelaskan," ucap Samatoki kembali normal dengan cepat, sementara (Name) sendiri masih mengatur napasnya sendiri.
(Name) hanya menggeleng, kemudian menjauh dari Samatoki.
"Tidak ada yang harus dijelaskan lagi, Samatoki."
Samatoki mengerutkan kedua alisnya, hendak bertanya maksud (Name) namun tiba-tiba mereka berdua diberi lampu sorot dari belakang.
"ANGKAT TANGANMU, INI POLISI!"
"What the fuck ...?" Samatoki menoleh ke belakangnya, dimana dia dihadapkan oleh banyak polisi, dimana salah satunya berdiri Jyuto.
(Name) tersenyum, menghadap ke arah kelompok polisi yang menjebak mereka, kemudian mengangkat kedua tangannya.
"Samatoki, menjauhlah dari perempuan itu sekarang," ucap Jyuto, "(Name) (Surname), 22 tahun, pembunuh sadis atas 18 orang sejak awal bulan Desember."
Iris merah Samatoki melebar, dan dia menoleh ke arah (Name) yang masih tersenyum seperti biasa, seolah dia sudah menduga ini akan terjadi.
"Kau berhasil menemukan pelakunya, Jyuto?" ucap Samatoki tak percaya.
Jyuto mengerutkan alisnya, "apa maksudmu, Samatoki? Kau sendiri yang mengirimkan semua bukti-bukti pembunuhan itu ke kantorku."
Samatoki langsung menoleh ke arah (Name).
"Aah, tertangkap juga ya?" ucap (Name) terkekeh.
"Apa maksudmu, (Name)?" tanya Samatoki mengangkat tangannya untuk meraih (Name).
"Samatoki! Sudah kubilang untuk tidak mendekatinya—"
Detik selanjutnya Samatoki sadar, dia sudah berlutut menghadap kelompok polisi, dengan sebuah pisau ditekan di lehernya. Pergerakan Samatoki dikunci oleh (Name), sementara (Name) perlahan menekan pisau ke leher Samatoki, menciptakan luka gores tipis dan darah segar mulai mengalir dari sana.
"Bergeraklah sedikit, maka dia akan jadi korban ke-19," ancam (Name).
Mendengar ancaman (Name) membuat para polisi tidak bergerak.
"Aku tidak mengirim bukti apapun pada polisi."
"Aku tahu itu," ucap (Name) kembali terkekeh, "karena aku sendiri yang mengirimnya, menggunakan namamu."
Samatoki hendak menoleh ke arah (Name), namun tekanan pisau di lehernya membuat Samatoki membatalkan niatnya.
"Seharusnya aku menyadari ini dari awal."
(Name) menarik napas singkat, lalu menghembusnya.
"Tidak, aku sudah mengetahui ini dari dulu, tapi seharusnya aku memberitahunya padamu."
"Apa... maksudmu?"
"Selama ini, aku hanya berpura-pura menaruh hati pada Yamada Ichiro."
"... hah?"
"Jika benar aku jatuh hati pada Yamada Ichiro, seharusnya aku pindah ke Ikebukuro, benar?"
Kemudian (Name) mendekatkan wajahnya ke telinga Samatoki.
"Terima kasih, sudah menjadi penyelamatku dua tahun yang lalu, sampai sekarang."
BOOOM!
Suara keras kembang api sukses membuat sekelompok polisi yang ada di depan mereka sedikit lengah, juga karena cahayanya yang sedikit menyakitkan mata. Namun, belum sempat Samatoki bergerak, (Name) sudah mendorong laki-laki itu, kemudian menjatuhkan dirinya ke atas lautan.
"Yang benar saja, (Name)," Samatoki menoleh ke arah (Name), dapati perempuan itu sudah tidak berdiri di posisinya tadi.
Samatoki langsung berdiri, mendekati ujung pelabuhan dan melihat ke arah laut yang keras menerjang tepi pelabuhan.
Namun (Name) tidak ada disana.
"(Name), kau... sudah menyadarinya sejak dulu?"
... selama ini, perempuan itu sudah berbohong padanya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top